Selalu jangan lupa vote yaaa!
**
Langit hari ini cerah. Namun, entah mengapa, Anya merasa pandangannya seperti suram.
Peti mati yang belum dikubur sangat mengusik dirinya. Itu membuat hatinya terasa basah.
Ketika Anya mencoba mengingat isi surat Erleen, rasa-rasanya dia ingin menangis sekali lagi. Di saat yang sama, dia juga merasa sangat jahat karena tak bisa membantu apa-apa.
Pendeta telah selesai berbicara. Satu per satu, orang-orang bergantian menghampiri peti mati untuk meletakkan setangkai bunga di atasnya. Anya menjadi orang terakhir yang meletakkan setangkai mawar di atas peti mati itu. Namun, dia tidak langsung pergi.
Dia melamun untuk waktu yang lama.
"Kau baik-baik saja, Ann?"
Anya tak menoleh. Dia tahu itu suara Joseph, jadi dia tak menoleh. Pandangannya tetap tertuju hampa ke arah peti yang menyimpan tubuh kaku Erleen.
"Apa aku terlihat baik-baik saja?" balas Anya, membuat Joseph mengangguk mengerti.
"Maafkan kami," ucap Joseph. Sepertinya hanya itu yang bisa dia katakan untuk saat ini. "Karena Kev saat ini mungkin sedang diambil alih, kuharap kau mau tinggal bersama kami untuk sementara. Aku ... sungguh tidak ingin ada korban lagi."
Anya tak mengatakan apa pun. Paham situasi, Joseph hanya bisa menghela napas.
"Aku akan menyuruh orang-orangku untuk menjagamu."
Setelah mengatakan itu, Joseph lantas berlalu bersama para pengawalnya. Martin menyusul dan berdiri di samping Anya. Ternyata dia belum meletakkan bunga, dan dia menjadi orang terakhir yang memberikan bunga.
"Aku tidak melihat Edwin," kata Anya. "Apa dia masih belum sudi menemui saudaranya sendiri?"
"Aku sudah memberikan surat itu padanya," balas Martin. "Alih-alih belum sudi, dia mungkin sangat terpukul hingga tidak sanggup datang kemari."
Anya diam. Kala dia menghela napas, dadanya seperti digerogoti duri.
Dia benar-benar tak tahu harus marah pada siapa.
Dia benci harus terlibat dalam masalah rumit ini. Lebih penting dari itu, Kevan yang harus bertanggungjawab untuk semua ini justru malah menghilang!
"Apa Kevan benar-benar tidak bisa ditemukan?" tanya Anya. "Dia memang akan menjemputku dalam waktu dekat, tapi aku sudah tidak sabar bertemu dengannya."
Martin terpegun. "Orang yang bisa menemukan orang lain dengan mudah, memiliki banyak cara untuk bersembunyi. Walaupun banyak dari orang-orang kami yang berbakat, Kev maupun Karl bukan orang yang mudah untuk ditemukan."
"Psikiater Kev ... kalau tidak salah, namanya Arthur, bukan? Apa kau tidak mencoba menghubunginya?"
"Sialnya, dia sedang di luar negeri. Dia memberi kabar kalau ibunya sedang sakit. Mungkin untuk beberapa minggu, dia masih akan tetap berada di sana untuk menemani ibunya."
"Kalau begitu, aku saja yang mencari Kev."
Martin tak ayal tersentak. "Tidak, Ann. Semua akan baik-baik saja jika orang yang kaucari itu adalah Kev, tapi ceritanya akan berbeda jika yang kautemui malah Karl. Lagi pula, kita belum tau apa yang sedang dia rencanakan. Firasatku berkata bahwa bisa saja dia sedang mengawasi kita dari suatu tempat."
"Dia terlalu meremehkanku ...." Gumaman Anya membuat Martin terdiam. Sebelum Anya berbalik dan pergi, Martin mendengar Anya berkata, "Aku akan memberinya pelajaran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Sweet Pervert
Romance"Aku tidak akan memberimu pilihan. Mau tidak mau, kau harus menikah denganku." ---------- Anya mendedikasikan dirinya untuk menjadi detektif swasta yang berfokus memata-matai kasus perselingkuhan. Suatu malam, Kevan sang CEO yang sedang naik daun t...