Tujuh Puluh Tiga

5.8K 429 24
                                    

Jangan lupa votenya yaa, terima kasih^^

**

Pada akhirnya, Anya tak menolong suaminya untuk pergi dari kediaman Jasver. Dia terlalu syok mendengar kabar dari mulut suaminya sendiri bahwa dia tengah hamil, membuatnya tak bisa memikirkan banyak hal dan langsung pergi.

Gejala yang tak didapatinya seperti mual dan muntah, membuatnya tak bisa memercayai berita itu. Namun, melihat bagaimana ekspresi Kevan tadi, tak mungkin Kevan bermain-main.

Segalanya berantakan. Pikiran Anya seperti terbagi. Padahal dia sudah bertekad akan pergi dari pria itu, tapi bisa-bisanya dia malah hamil!?

Anya tak tahu harus bagaimana. Apakah dia harus marah, atau bahagia karena akhirnya bisa hamil, Anya tak tahu.

Tidak mungkin cinta itu lenyap begitu saja dari dalam dadanya, namun dia tak ingin gila karena cintanya itu. Seperti apa pun Kevan mencoba menjelaskan dan berkilah, Anya tak akan pernah membiarkan hatinya menerima begitu saja.

Meski dia harus mengubur cintanya, tak apa-apa untuknya berpisah dengan Kevan daripada mentalnya semakin sakit.

Sialnya, mengapa dia harus hamil?

Mengapa di saat seperti ini ....

"Ann!"

Jasver menyambut tubuh Anya yang nyaris tumbang usai keluar dari ruang tempat Kevan dieksekusi. Sejenak, Anya terlihat kebingungan saking syoknya. Begitu dia melihat pria yang sedang merangkul pinggangnya, Anya sontak mendorong pria itu dari tubuhnya.

Anya juga melesatkan tamparan ke sebelah pipi kakak angkatnya itu.

"Bukankah sudah kubilang untuk tidak ikut campur? Kenapa kau melukainya?" murka Anya. "Sejak dulu kau selalu seperti ini! Padahal aku hanya cukup kau menemaniku. Tapi kenapa kau selalu melukai semua orang yang mengusikku? Apa aku pernah menyuruhmu melakukan itu?"

Jasver mengusap pipinya yang kebas dengan jempolnya, menatap Anya dengan wajah tanpa ekspresi.

Entah mengapa Anya selalu berurusan dengan pria-pria mengerikan.

"Aku tidak butuh persetujuanmu untuk memberi pelajaran pada orang-orang yang sudah menyakitimu."

Anya merasa jerih mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Jasver. Paham tak ada gunanya berdebat, dia lantas berkata, "Lepaskan dia. Biarkan dia pergi."

"Padahal dia sudah membodohimu selama ini, kenapa kau masih mengasihaninya?"

"Dia itu bukan pria yang bisa kautemui di jalanan, Jasver! Dia itu anak emasnya Heisenberg! Aku menikah dengannya justru karena aku tidak ingin terlibat perang apa pun dengan keluarganya! Dan kau sekarang bisa-bisanya melukai pria itu tanpa pikir panjang!"

"Aku tidak peduli," tukas Jasver dingin, membuat Anya mengernyit heran. "Tolong jangan terlalu bodoh. Kau hampir mati hanya karena pria sepertinya. Selama ini aku menahan diri, tapi kali ini tidak lagi. Aku akan membunuhnya."

"JASVER, PLEASE!"

"Ada apa denganmu?" Jasver melayangkan tatapan selidik. "Apa karena dia memberitahumu bahwa kau sedang hamil, kau jadi bersimpati padanya?"

Anya terdiam. Apa Jasver menguping pembicaraan Anya dan Kevan tadinya?

"Apa kau berniat kembali lagi padanya, setelah apa yang dia lakukan padamu?"

"Kau tidak tau apa-apa. Dan ini juga bukan urusanmu. Biarkan aku menyelesaikan masalahku sendiri!"

"Tidak, Ann. Kau tidak bisa menyelesaikan ini tanpa campur tanganku. Coba jawab pertanyaanku. Pria yang nekat kaunikahi itu ... bukankah dia manipulatif handal?"

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang