Enam Puluh Sembilan

5K 279 19
                                    

"Ah, tanggal berapa hari ini?"

Morgan mengernyit mendengar pertanyaan yang diajukan oleh bosnya. Baru bangun tidur, tiba-tiba sudah menanyakan tanggal.

Sebelumnya, Kevan tertidur di kursi kuasanya. Sangat jarang Morgan mendapati bosnya tertidur seperti itu di jam kerja. Karena menduga Kevan mungkin saja kelelahan, Morgan tak membangunkan bosnya sampai jam makan siang akhirnya tiba.

"Lima belas Januari, Bos." Morgan menjawab. "Kenapa tiba-tiba Bos menanyakan tanggal?"

Padahal Kevan paling teliti soal waktu. Menit demi menit, bahkan detik, Kevan begitu teliti dalam hal itu. Apalagi soal tanggal. Mustahil bagi otak yang dapat mengingat apa pun itu, lupa akan tanggal hari ini.

"Hmm. Kupikir aku sudah tidur bertahun-tahun." Kevan melirik jam tangannya, lalu tersenyum sambil menatap Morgan. "Sudah waktunya makan siang. Bisa kaubawakan makan siang untukku?"

Morgan berkedip. Kenapa bosnya tersenyum?

Itu sangat tak biasa.

"Akan saya minta seseorang untuk membawakannya kemari. Bos ingin makan apa?"

"Hmm, biar kupikir dulu." Kevan mengapit dagunya sambil memejam mata. "Karena aku jarang makan, aku jadi lupa aku suka apa."

Morgan mengernyit. Tak salah lagi! Bosnya memang tiba-tiba aneh!

"Bagaimana kalau kaubawakan saja testis domba?"

"Apa!?"

Kevan tampak tertegun melihat Morgan menyahut permintaannya dengan sangat terkejut. "Kenapa terkejut begitu?"

"BOS INGIN MAKAN TESTIS DOMBA!?"

"Bodoh. Kau tidak tau makanan itu, ya? Ah, aku lupa apa namanya. Biar kuingat dulu." Kevan tampak berpikir, lalu segera menjentikkan jarinya ke arah Morgan. "Couilles de mouton; testis domba yang dipotong tipis-tipis, lalu dibakar bersama lemon, parsley, dan wine putih. Kurasa itu akan memerlukan waktu yang banyak untuk memasaknya. Tapi aku tidak peduli. Aku ingin itu sekarang juga."

"Ba-baik. Apa ada lagi yang Bos inginkan?" Morgan mulai gugup. Dia merasa seperti berhadapan dengan orang lain, dan itu membuatnya merasa aneh juga tidak nyaman.

Cara bola mata Kevan yang bergerak cepat memendar seantero ruangan ini terlihat menakutkan entah bagaimana.

"Bos?"

"Oh." Kevan seperti tersadar. "Tidak ada. Aku hanya ingin itu. Jangan lupa bawakan wine juga."

"Maaf, Anda sedang bekerja. Saya melarang Bos untuk tidak minum alkohol saat jam kerja. Tapi bukannya Bos sudah berhenti minum alkohol?"

"Huh?"

Sorot tajam Kevan yang memindai wajah Morgan tak ayal membuat Morgan meneguk ludahnya serta-merta. Tapi Morgan tetap dalam pendiriannya; dia tak akan membuat orang penting di perusahaan ini malah mabuk di saat jam kerja.

Lebih penting dari itu, kenapa bosnya malah tiba-tiba begini? Ini sangat tidak biasa!

Seolah-olah, bosnya sedang dirasuki!

"Ya sudah. Aku juga tidak berniat membuat orang itu kesulitan. Apa ada hal yang harus kulakukan?" Kevan membalik-balikkan berkas di meja. "Sepertinya orang itu sedang banyak pekerjaan, ya? Baiklah, akan kubantu." Pria itu seperti bergumam saat berkata, "Aku juga cerdas, tau. Jangan remehkan kemampuanku."

"B-Bos ...." Morgan sudah tak tahan lagi. Dia harus menanyakan ini tanpa peduli akan ditertawakan. "Apa Bos ... baik-baik saja? Bos ... tidak sedang kerasukan, kan?"

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang