Dua Puluh Dua

9.7K 433 10
                                    

Erleen terusik melihat chemistry di antara Kevan dan Anya.

Siapa Anya sebenarnya? Mengapa dia bisa menarik perhatian Kevan sampai sebegitunya?

Di sisi lain, semakin ke sini, Erleen merasa ada yang salah dengan Kevan. Yeah, Erleen mengerti Kevan bisa berubah kapan saja karena banyak hal berat yang dia lalui. Namun, caranya tertawa tadi, Erleen tak pernah melihat Kevan seperti itu seumur hidupnya. Itu membuatnya merinding, dan dia yakin orang-orang di sana juga merasakan hal yang sama.

Suara tangis Kyo, anak tidak sah antara Erleen dan Martin tiba-tiba menyentak lamunan Erleen. Lekas Erleen keluarkan anaknya dari bangku, kemudian membopongnya ke pangkuannya. Namun, Kyo masih menggeliat dan menangis.

"Bawa anak itu keluar," titah Kevan dingin. Itu cukup ampuh menusuk hati Erleen. "Jangan ganggu tamu kakekku dengan suara tangis menyebalkan itu."

Anya terpegun. Apa tamu yang dimaksud oleh Kevan adalah Anya?

Sama sekali Anya tidak terusik. Itu masih bayi satu tahun, wajar jika dia menangis tidak tahu tempat. Harusnya Kevan memaklumi itu ....

Ah, Anya paham. Mana ada yang bertahan dalam kenyataan seperti yang Kevan hadapi selama ini; melihat dirinya punya adik dengan perbedaan umur yang senjang, ditambah kenyataan bahwa wanita yang memberinya adik dulunya adalah kekasihnya sendiri.

Bayangkan saja jika itu terjadi pada Anya; jika Anya tak membunuh Raymond waktu itu dan membiarkan Raymond dan Nadia kabur dengan bahagia, apa Anya sanggup jika suatu hari Anya bertemu dengan anak kecil yang lahir dari hubungan gelap antara mantan suami dan ibunya?

Anya pasti akan gila.

Kevan bisa makan dengan tenang di sini saja sudah keajaiban. Joseph terlalu jahat membiarkan Kevan bergabung di sini, tapi mengingat Joseph hanya ingin terus bisa berkumpul dengan keluarganya di hari tuanya, Anya tak bisa menyalahkan Joseph ....

Harusnya Erleen dan Martin yang lebih tahu diri! Kenapa mereka tak malu, ya? Apa karena Kevan hanya diam?

Tidak, Kevan tak diam. Buktinya dia terang-terangan mengusir adik tirinya tanpa memedulikan ekspresi Erleen yang langsung berubah pasi.

Entah kenapa Anya malah jadi kasihan.

"Kalau kau terganggu, kau saja yang keluar," semprot Martin, ayah Kevan. Anya yang jadi penonton tiba-tiba merasa seru sendiri. Keluarga macam apa ini!?

"Aku yakin semua orang di sini juga terganggu. Biasanya kalian tidak membawa anak itu, kenapa kali ini kalian membawanya? Apa pengasuhnya pulang kampung?"

Martin menatap Kevan tak kalah dingin. "Bukan hanya kau cucu Heisenberg di sini. Dia juga berhak bergabung di sini kapan saja."

Kevan menghela napas dramatis. "Kuharap kau segera sadar, Dad. Tidak akan ada nama Heisenberg di belakang nama anak haram."

Martin naik pitam dan langsung bangkit sembari memukul meja. "ANAK KURANG AJAR! KAU PIKIR KAU SIAPA BERANI MENGATAKAN ITU!?"

Anya terkejut, begitu juga dengan Erleen. Membuat bayi yang dia pangku semakin keras tangisnya.

"Ayolah, kenapa setiap makan malam kita di sini kalian selalu bertengkar? Kami bosan melihat kalian selalu ingin eksis," julid Leo. "Dan kau, Bibi Muda. Kau saja yang keluar. Aku juga terganggu dengan tangis anakmu itu."

Anya melihat kepala Erleen semakin tertekuk. Suaminya juga kembali duduk tanpa berkata-kata lagi—tapi sangat jelas terlihat bahwa dia masih marah. Sedangkan Joseph diam saja, makan dengan santai. Tampaknya Joseph tak terlalu peduli?

Pada akhirnya, Erleen mengalah dan bangkit membawa anaknya. "Aku izin keluar sebentar, Ayah," katanya kepada Joseph.

Tanpa menoleh dan melihat, Joseph menanggapi Erleen hanya dengan anggukan singkat. Anya merasakan kesenjangan perlakuan yang curam antara dirinya dan Erleen. Joseph sangat ramah pada Anya, tapi sepertinya, sikapnya pada Erleen jauh berbeda.

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang