Acara makan malam keluarga konglomerat Heisenberg diadakan di hotel mewah milik Heisenberg sendiri. Kevan paling membenci acara berkumpul keluarga besar seperti ini. Andai saja bukan karena kakeknya, Kevan tak akan sudi berbaur dengan keluarganya.
Kevan, sudah lama memisahkan urusan pekerjaan dengan urusan keluarga. Dalam bekerja, meskipun dia sangat benci dengan keluarganya, dia tetap akan profesional. Namun, jika keluarga besarnya sudah berkumpul hanya untuk saling memamerkan eksistensi di depan sang kakek, Kevan benar-benar tidak berminat.
Kevan mencela waktu dengan meminta malam ini berlalu dengan cepat.
Alih-alih turun dari sedan mewah, Kevan justru ke hotel menggunakan moge. Dia juga hanya mengenakan manset hitam tebal dengan kerah nyaris menutupi leher sepenuhnya, dirangkap jaket kulit tebal tanpa mengaitkan kancing. Kemudian disusul celana jins.
Kevan lekas melepas helm full-face-nya. Kali ini dia membiarkan rambut undercut-nya bebas bervolume tanpa pomade oil seperti yang selalu dia pakai setiap bekerja. Perawakannya yang gagah dan rupawan membuat siapa pun setidaknya mencuri pandang ke arahnya meski hanya sedetik.
Karena dia sendiri selalu memenuhi headline populer dan akrab diperbincangkan—baik karena latar belakang dan prestasi, maupun karena rupawannya—banyak orang yang langsung mengenalnya meski hanya sekali melihat.
Ternyata lensa kamera tak menangkap pesona Kevan sepenuhnya. Pria itu jauh lebih tampan bila melihat secara langsung.
"Maaf terlambat," ucap Kevan sambil berjalan menuju meja makan panjang di mana semua anggota keluarga Heisenberg melangsungkan makan malam di sana. Gesturnya yang cuek dan masa bodoh, justru membuat dominasinya semakin pekat dan tak terelakkan.
Kevan adalah magnet dengan segala pesonanya.
"Aku datang untukmu, Kakek." Masa bodoh dianggap pencitraan, Kevan tetap mengecup pipi kakeknya dengan tulus.
Joseph, sang kakek dengan tubuh masih kekar dan tegap meski seluruh rambutnya sudah memutih, tak ayal tersenyum senang. Semua orang di sana hanya bisa bergeming dalam iri setiap melihat betapa berbedanya perlakukan sang kakek terhadap Kevan, si cucu kesayangan. Padahal, sebelum Kevan datang, Joseph bahkan tidak tersenyum sama sekali!
"Aku tau kau akan tetap datang walaupun terlambat. Duduklah. Kami semua sudah menunggumu."
Kevan tersenyum. Dia lantas menarik bangku kosong dekat sang kakek yang sengaja Joseph siapkan untuknya. Kemudian duduk di sana.
"Kenapa kau masih memakai sampah itu di telingamu, Kev?" Pria 55 tahun yang duduk tepat di seberang Kevan tampak menahan murka. Dia Martin, ayah kandung Kevan. Dari semua orang di sini, bahkan di dunia, Martinlah yang paling Kevan benci. "Pimpinan berkelas seharusnya tidak memakai aksesoris sampah seperti itu!"
"Ah, ini?" Kevan menunjuk tindik hitam di sebelah telinganya. Dengan senyum riang, dia lantas menatap kakeknya dan bertanya, "Menurut Kakek bagaimana?"
"Keren." Sang kakek malah mengacungkan jempol!
"Ayah," panggil Martin dingin. "Kau tidak seharusnya memanjakan cucumu seperti ini. Dia bahkan tidak memakai pakaian formal, padahal ini acara keluarga!"
"Saat aku masih muda, semua anakku bersikap dingin dan sulit diatur," balas Joseph, tak ayal membuat Martin dan para saudaranya bergeming. "Setidaknya biarkan aku menikmati masa tuaku dengan memanjakan seorang cucu yang tidak akan mengharapkan kematianku."
Kevan tersenyum. Lesung pipinya membuat orang-orang tak akan pernah menduga semanipulatif apa dia sebenarnya.
"Terima kasih, Kakek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Sweet Pervert
Roman d'amour"Aku tidak akan memberimu pilihan. Mau tidak mau, kau harus menikah denganku." ---------- Anya mendedikasikan dirinya untuk menjadi detektif swasta yang berfokus memata-matai kasus perselingkuhan. Suatu malam, Kevan sang CEO yang sedang naik daun t...