Enam Puluh

5.7K 313 7
                                    

Billy akhirnya pulang ke rumah istrinya setelah Kevan menjanjikan psikolog terbaik yang akan membantu Billy mereset otaknya supaya segar kembali.

Anya juga harus ikut kembali ke Cezar mengingat Fiona tidak akan mudah memercayai omongan suaminya. Karena itu Anya harus ikut menjelaskan situasinya pada Fiona.

Di dalam jetpri yang juga ditumpangi oleh Billy, Anya melihat Kevan melamun sejak tadi. Sebenarnya Anya enggan mengakui ini, tapi sepertinya dia harus mengakui bahwa, jika Kevan yang terbiasa mengomel dan berceloteh tiba-tiba hanya diam dan melamun, itu rasanya sepi.

"Are you okay?" Anya akhirnya bertanya.

Kevan yang sejak tadi menatap ke luar jendela jet pribadinya langsung menoleh dan mengangkat sebelah alis. "Kenapa tiba-tiba bertanya?"

"Entahlah. Karena kau melamun sejak tadi, kukira mungkin kau kerasukan."

Kevan tersenyum miring. "Aku baik-baik saja. Hanya saja ... aku agak lelah."

Anya menatap wajah Kevan dengan saksama. Setelah diperhatikan dengan teliti, saat ini Kevan memang terlihat agak pucat.

Tanpa ragu, Anya mengangkat tangannya untuk menyentuh kening Kevan; mengecek suhu tubuh pria itu. Ternyata lumayan panas.

Sementara itu, Kevan malah termangu. Hanya disentuh kening sebentar saja, itu cukup membuatnya berdebar.

"Sepertinya kau demam," tebak Anya. "Istirahatlah. Nanti setelah sampai, kubuatkan kau sup jahe."

"Ah ... sepertinya aku harus langsung pergi ke kantor. Pekerjaanku benar-benar menumpuk."

"Tidak boleh." Anya melarang dengan cepat. "Kau harus istirahat setidaknya selama dua hari."

"Tapi—"

"Jangan membantah," titah Anya, kontan membuat Kevan tertegun. "Istirahat dulu yang cukup, baru boleh kembali bekerja."

Sejenak menatap Anya, Kevan akhirnya mengangguk. Anya lalu menarik kepala Kevan agar bersandar di sebelah pundaknya. Kevan terenyak; sadar bahwa apa yang dilakukan Anya merupakan hal yang mustahil dia bayangkan akan terjadi.

"Apa aku juga boleh menggenggam tanganmu?" tanya Kevan. "Tanganku kedinginan."

Anya mendengus. Walau tampak tidak sudi, dia tetap mengisi jari-jarinya di sela jemari Kevan; menggenggam tangan besar pria itu, sekaligus memasukkan tangan mereka di saku mantel Anya.

Kevan diam-diam tersenyum. Lekas dia pejam matanya, bersiap untuk tidur di samping hangatnya tubuh Anya.

**

Sampai di Cezar, Anya meminta Kevan untuk pulang lebih dulu ke apartemen supaya Kevan bisa istirahat. Tapi Kevan menolak dan bersikukuh ingin ikut dengan istrinya ke rumah Fiona. Apa boleh buat. Kevan terpaksa Anya bawa, tapi dengan syarat Kevan harus istirahat di dalam mobil saat Anya menyelesaikan masalah Billy dan Fiona di rumah mereka.

Di dalam limousine milik Heisenberg, Kevan berbaring di jok panjang dengan bantal empuk dan kelumun selimut. Kevan tak tahu kapan tubuhnya mendadak merasa tak enak, yang jelas saat ini dia benar-benar kedinginan dan kepalanya terasa sangat sakit. Dia berharap Anya segera selesai dan mereka bisa lekas pulang.

Beberapa saat kemudian, Kevan akhirnya tertidur. Karena dia sedang demam, mimpinya pun tergambar sangat aneh.

Di dalam mimpinya, dia bertemu dengan sosok pria sebaya dirinya yang gagah dalam kemeja hitam dan celana jins; dengan model rambut cepak undercut seperti rambut Kevan. Saat Kevan menghampirinya, dia langsung menoleh dan tersenyum.

Tatapan dan senyumnya jauh lebih dingin, dan dominasinya jauh lebih kentara. Meski Kevan sudah sangat terbiasa dengan itu, tetap saja dia merasa tak ingin dekat dengannya.

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang