Sebelas

15.8K 642 8
                                    

Mata Anya mengerjap. Aroma minyak lavender dari disfuser membuatnya langsung sadar bahwa dirinya tidak sedang berada di rumahnya.

Ketika mata Anya sudah terbuka sempurna, dia melihat sosok pria sedang duduk di sebuah bangku; tepat menghadap ranjang besar tempat Anya duduk bersandar. Tenaga Anya seperti dikuras paksa, membuatnya bahkan terlalu lelah untuk berteriak hingga dia tak bisa menunjukkan reaksi terkejut ketika mendapati dirinya dalam keadaan mengenaskan.

Melihat tubuhnya kini hanya mengenakan sehelai kemeja piama yang dipakainya terakhir kali, hati Anya menjadi sakit. Kedua tangannya juga dibelenggu di atas kepalanya, menjadikannya seperti tawanan tidak berharga.

Di saat Anya merasa dirinya adalah orang paling menderita di dunia ini, agaknya ada orang lain yang sangat menikmati penderitaan Anya.

"Selamat pagi."

Kevan tersenyum dengan tenang. Sehelai celana yang dikenakannya membuat Anya curiga. Dengan dada bidang yang dibiarkan bertelanjang, kira-kira apa yang sudah Kevan lakukan saat Anya dalam keadaan tidak sadar?

"Kau kuat juga, ya? Tapi kau tidak bisa berlama-lama dalam keadaan lapar. Kau harus makan sesuatu."

Selain merasa nyeri dalam dadanya, Anya juga takut. Senyum menawan milik Kevan benar-benar tak bisa dipercaya. Menculik dan menyekap Anya seperti ini sudah jelas menunjukkan bahwa Kevan sungguh sakit jiwa.

Yang paling tak dapat membuat Anya mengerti adalah; dari mana Kevan tahu tempat persembunyian Anya? Dan, bagaimana cara pria itu menyelinap masuk dan menyuntikkan bius ke tubuh Anya tanpa membuat Anya terbangun sedikit pun?

Mengerikan. Anya harus kabur dari tempat ini! Tapi omong-omong, di mana ini?

Anya mencoba melihat ke kanan; melihat dinding kaca yang ditutupi tirai tipis. Tampak pemandangan kota dari ketinggian, memberitahu Anya bahwa, dirinya tengah disekap di atas gedung apartemen.

Sial. Ini bencana buruk!

"Apa maumu?" tanya Anya sambil menatap Kevan dingin. Dia takut, sangat takut, namun dia masih belum bisa menjustifikasi apa sebenarnya yang dia takuti.

Apa Anya hanya murni takut terhadap Kevan yang terobsesi padanya?

Apa Anya takut dijadikan bahan eksperimen kalau-kalau Kevan ternyata seorang sosiopat?

Atau, mungkinkah Anya takut terhadap sesuatu yang lain?

"Motivasi apa yang sudah membutakanmu sampai-sampai kau harus menculik dan menyekapku seperti ini?" tanya Anya lagi. "Kau mungkin bukan orang biasa, tapi aku benar-benar akan membuatmu tunduk pada hukum. Setelah ini, aku akan menuntutmu."

"Pagi-pagi sudah membahas hal berat saja. Kau mau teh?"

Kevan menuangkan teh dari teapot ke cangkir dengan sikap santai. Saat dia menyodorkan cangkir itu kepada Anya, Anya kian menatapnya tajam. Kevan kemudian tersadar dan terkekeh. Dia hampir lupa kalau tangan Anya sedang dibelenggu.

Apa boleh buat. Tehnya untuk Kevan saja.

"Aku hanya ingin kau menikah denganku. Itu saja," ujar Kevan usai menyesap tehnya.

"Dengan cara seperti ini? Kau gila!?" Anya mulai tersulut emosi.

"Aku ... tidak ahli dalam asmara." Kevan mulai memainkan aktingnya. "Mungkin menurutmu ini aneh, tapi percayalah, tidak ada pria yang lebih tulus dari aku."

Anya diam, menatap Kevan yang memasang ekspresi mengiba. "Aku ahli membaca gestur. Pembohong sepertimu, mudah sekali dibaca. Walaupun kau bersemangat memaksimalkan kemampuan manipulatifmu, aku tidak akan pernah tertipu."

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang