Enam Puluh Tujuh

5.2K 321 17
                                    

Anya masuk ke kamar Erleen sambil membawa boneka beruangnya. Erleen tersenyum padanya, dan Anya membalasnya dengan senyum hangat yang sama.

Meski terlihat seperti tak ada sesuatu yang terjadi, sejatinya mereka berdua saling merasakan perasaan itu.

Mereka adalah dua wanita yang dicintai oleh Kevan di waktu yang berbeda. Bagaimanapun mereka berusaha bersikap wajar, perasaan aneh itu akan tetap bercokol.

Sebenarnya Anya tidak begitu. Sebelumnya, Anya bahkan datang menjenguk bayi Erleen dan bercengkerama dengan Erleen tanpa tersandung benteng di antara mereka. Anya merasa baik-baik saja karena waktu itu dia belum menaruh perasaan apa pun pada Kevan. Sekarang, ceritanya berbeda.

Daripada harus merasakan perasaan tidak nyaman seperti ini, alangkah lebih baik jika Anya tak menaruh perasaan apa-apa pada Kevan. Anya tak ingin bermusuhan dengan siapa pun, terlebih pada Erleen yang dia ketahui merupakan wanita baik-baik.

Jika Anya harus bermusuhan dengan seseorang, lebih baik Anya bermusuhan dengan Kevan saja. Asal jangan dengan wanita.

Asal jangan dengan seorang ibu.

Semoga Erleen tak membuat Anya marah.

"Aku senang kamu ikut berkunjung," kata Erleen ramah. "Terimakasih sudah datang."

Anya menahan perasaannya saat Erleen memeluk dan menempelkan masing-masing pipinya pada pipi Anya. Perasaan seperti apa pun itu, Anya harus bisa menahannya. Erleen orang baik. Anya harus bisa percaya itu.

"Kev sudah bilang semuanya. Aku ikut merasa terpukul karena fakta itu," kata Anya. Membuat Erleen tertegun.

Sebentar, Erleen menatap ke arah Kevan yang juga menatap padanya. Sebelumnya mereka sudah membicarakan sesuatu terkait ini. Kevan bilang, Anya hanya tahu tentang fakta bahwa Erleen diperkosa. Siapa pelaku pemerkosa yang sebenarnya, Kevan bilang Anya tak diberitahu soal itu.

Sebenarnya Erleen juga masih bingung. Dia tak diberitahu mengapa Kevan bisa sampai memerkosanya. Kevan benar-benar mengunci mulutnya dari menjawab pertanyaan itu. Sempat terpikir oleh Erleen untuk membahas soal itu pada Martin. Sayangnya, Martin bahkan tak pernah muncul di hadapannya hampir sebulan ini.

Erleen ingin bertanya pada Joseph. Tapi, mustahil bisa menemui orang nomor satu di keluarga Heisenberg itu tanpa ada janji temu sebelumnya. Kecuali jika Joseph yang ingin bertemu Erleen, maka semuanya akan mudah.

Bertanya pada Edwin, kembarannya yang juga sahabat dari Kevan, lebih tak mungkin lagi. Meski sama dinginnya dengan Kevan, Edwin sangat menghormati atasan sekaligus sahabatnya itu. Sejak Erleen menikah dengan Martin, Edwin benar-benar menjauhi Erleen tanpa peduli Erleen adalah saudara kandungnya.

Lagi pula, Edwin tak mungkin tahu-menahu soal ini. Kalau tahu, Edwin tak mungkin menjauhi Erleen sampai detik ini.

Jauh di lubuk hatinya, Erleen ingin membahas soal ini dengan Anya. Tanpa maksud apa pun, Erleen ingin membicarakan soal Kevan dengan Anya. Menurutnya itu lebih pantas dan lebih menenangkan hati, supaya di antara mereka tak saling salah paham. Tapi, itu akan sangat sulit. Bagaimanapun, posisi mereka saja sudah rumit. Apalagi jika harus membahas soal itu berdua.

Sementara itu, Anya yang melihat jeda sunyi saat Kevan dan Erleen saling menatap, kian semakin ingin lari dari situasi ini. Padahal, tak ada yang salah dengan itu. Mereka hanya saling menatap, seharusnya tak ada yang salah dengan itu. Namun, mengapa Anya merasa dirinya terlalu sensitif?

Sepertinya bukan hanya Kevan yang obsesif serta posesif. Anya pun tampaknya memiliki gejala yang sama.

"Aku akan menunggu di luar." Kevan akhirnya membuka suara. Dia menatap Erleen dan Anya bergantian sambil tersenyum tipis sebelum berbalik pergi dan menutup pintu.

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang