Empat Puluh Tujuh

6.6K 311 1
                                    

Setelah Lizzy keluar dari kamar mandi, Anya juga ikut berjalan keluar. Dilihatnya Lizzy tiba-tiba berhenti melenggang, membuat Anya waswas Lizzy akan menoleh dan memutuskan untuk menikamnya. Namun, Lizzy ternyata malah berlari menuju ruang utama penthouse.

Apa yang Lizzy kejar?

Anya yang melihat Lizzy berlari, secara refleks juga ikut berlari. Dia pikir Lizzy mencium aroma sesuatu dari ruangan dalam penthouse ini—Anya berpikir bahwa mungkin saja Kevan itu kanibal. Tapi begitu melihat Kevan baru saja keluar dari lift, Anya langsung dibuat terpegun. Ternyata Lizzy berlari karena mendapati sensor kedatangan Kevan menyentuh instingnya!

Harimau memang luar biasa!

"Kau menungguku, hm?" Kevan berjongkok sambil mengusap sayang kepala piaraannya. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. "Sepertinya aku lupa menyiapkan dispenser minummu. Apa kau haus, Lizzy?"

"Em, tadi dia minum air kloset," kata Anya, tak ayal membuat Kevan membelalak ke arahnya.

"Kau mengospek Lizzy sampai sebegitunya, Ann?"

Anya menyorot datar suaminya. Kenapa Kevan tak pernah membuat Anya tidak kesal sehari saja?

"Kaukira untuk apa aku mengospeknya? Dia pergi sendiri ke kamar mandi dan minum. Aku lalu cepat-cepat mengisi air minum di baskom dan menyuruhnya minum air itu."

Kevan lantas menghela napas lega. Dia lalu menangkup rahang Lizzy sambil menatap piaraannya itu penuh perhatian. "Jangan minum air di kamar mandi. Kau tidak tau kapan Anya sengaja tidak menyiram pipisnya untuk mengerjaimu."

Rahang Anya serasa akan jatuh saat mulutnya menganga lebar. Tahu Kevan sengaja memancing khodamnya, Anya lantas mendesah sambil memutar bola mata. Dia lalu berbalik, berjalan menuju kamar. Lebih baik dia membaca email yang belum sempat dia baca satu per satu daripada harus meladeni Kevan yang semakin menjadi-jadi.

Sementara itu, Kevan yang tak merasa bersalah sedikit pun itu mulai mengatakan sesuatu pada Lizzy. Entah bagaimana cara mereka berkomunikasi hingga Lizzy selalu seperti bisa memahami Kevan, Lizzy langsung pergi setelah Kevan mengatakan sesuatu padanya. Ternyata Lizzy kembali ke sofa bola dan mulai tidur lagi.

Kevan lantas menyusul Anya yang sudah sampai dengan cepat ke kamar. Anya memang paling tahu ke mana dia harus pergi. Baru saja Anya membuka laptopnya di sofa, dia dibuat menoleh begitu mendengar Kevan tiba-tiba sudah ikut masuk dan menutup pintu.

Melihat Kevan menatapnya sambil melepas jaket dan membuangnya sembarangan, firasat Anya langsung buruk. Tapi Anya abaikan saja. Diabaikan juga akan berlalu sendiri. Tapi bukan Kevan namanya yang bisa ditebak dengan mudah. Begitu sampai di dekat Anya, Kevan langsung menutup laptop Anya dan mengangkut tubuh wanita itu ke sebelah pundaknya—seakan-akan mengangkut karung beras.

"Kev! Sialan kau! Turunkan aku!"

"Salahmu mengabaikan pesonaku begitu saja."

Anya melotot. "Jadi kau mau aku bagaimana? Melongo sepanjang hari? Mau tanggungjawab kalau mulutku tidak bisa ditutup lagi karena harus melongo setiap hari hanya karena melihatmu melepas pakaian?"

Anya terpekik saat Kevan melempat tubuh Anya ke kasur. Untung itu kasur empuk, bukan batu bata. Walaupun kurang ajar, setidaknya Anya tidak celaka dibuatnya.

"Sialan! Apa kau tidak bisa bersikap baik sehari saja!?" jengkel Anya.

"Maaf. Kali ini aku ingin bercinta denganmu sambil membuatmu marah."

Anya tidak paham lagi. Dia hanya bisa melengos sambil membuang muka. Secara tak terduga, Kevan tiba-tiba menarik sebelah paha Anya dan memasang teknik unik hingga tubuh Anya langsung berbalik. Pekik Anya secepat teknik Kevan yang membuat Anya seketika dalam posisi menungging. Sedangkan kedua tangan Anya sudah langsung dibelenggu di belakang punggungnya.

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang