Dua Puluh Satu

10.5K 563 5
                                    

Kerajaan Heisenberg menghasilkan satu hotel mewah yang hanya bisa dimasuki oleh konglomerat saja; baik dari keluarga besar Heisenberg sendiri, maupun orang luar yang sanggup menghabiskan uangnya hanya untuk berkunjung ke hotel itu.

Di antara banyaknya ruangan yang boleh dimasuki, ada ruangan khusus di mana hanya keluarga Heisenberg saja yang boleh menginjakkan kaki di sana. Ruang itu, tak lain adalah ballroom makan malam khusus Keluarga Heisenberg.

Anya berjalan di samping Kevan menyusuri selasar hotel Heisenberg, ditemani oleh seorang pelayan yang menuntun mereka meski sebenarnya itu tak perlu—karena Kevan pasti sudah tahu rute perjalanan ke sana.

"Ekspresimu menyebalkan. Apa kau tidak terkesima dengan hotel termewah di Cezar ini, Snow?"

Anya menoleh sekilas, lalu kembali menatap ke depan saat membalas, "Kau mau aku bereaksi seperti apa?"

"Guling-guling di lantai, misalnya?"

"Itu bukan reaksi terkesima namanya, tapi keracunan."

Sejurus kemudian, Kevan dan Anya sampai juga di depan pintu ballroom. Dua pengawal yang menjaga pintu besar berdaun dua itu segera membuka masing-masing pintu untuk mempersilakan Kevan dan Anya masuk.

Saat masuk, Anya sudah menduga dirinya akan menjadi pusat perhatian, namun meski dia sudah menduganya, dia tetap dibuat sedikit terkejut.

Itu karena ekspresi pertama yang dia lihat dari orang-orang berbusana formal di sana tampak seperti jengah dan jijik ketika menatap ke arah Kevan. Namun, begitu mereka melihat Anya menyusul di belakang Kevan, reaksi mereka seketika berubah.

Anya tak bisa menerka bagaimana penilaian mereka terhadap Anya hingga mereka sampai dibuat terpegun seperti itu. Apa Anya terlalu lusuh? Meski Anya tak mengenakan outfit bernilai ratusan juta, setidaknya Anya tak terlihat seperti gembel di mata mereka, 'kan?

Padahal, Anya sempat masa bodoh dengan penilaian mereka terhadapnya—dia justru berharap dirinya tampil lusuh supaya mereka mem-bully selera Kevan; supaya Kevan malu dan memutuskan untuk melepaskan Anya.

Anehnya, ketika dia diperhatikan sampai sebegitunya, Anya tiba-tiba berharap dirinya setidaknya tidak terlihat seperti gembel.

Usai Anya menyerahkan mantelnya kepada seorang pelayan, Kevan tiba-tiba berbisik, "Lihat? Mereka terpesona karenamu."

Anya refleks memutar bola matanya malas. Kevan menganggap sudut pandang orang lain sama saja seperti sudut pandangnya hingga dia berpikir bahwa orang lain juga menganggap Anya adalah wanita yang memesona.

"Kau akan merasa malu sebentar lagi, karena mereka pasti mengira aku adalah gembel."

Sampai di meja makan panjang bermuatan 18 orang, dipimpin oleh Joseph yang duduk tunggal di satu sisi meja itu, Anya serta-merta menyapa semua orang di sana.

"Selamat malam, Kakek. Selamat malam semuanya."

Tak ada yang menjawab, selain hanya Joseph.

"Selamat malam, Snow." Pria tua itu lalu terkekeh renyah. "Ada apa dengan kalian? Kenapa tidak membalas sapa calon istri cucuku?"

"Ma-malam ...." Semua orang kemudian membalas sapaan Anya dengan bingung sekaligus takjub.

"Aku terkejut, kukira seleramu masih wanita seksi dengan gaun terbuka," celetuk Leo, salah satu sepupu yang paling julid di antara sepupu lainnya.

"Seleraku masih sama, tapi kali ini aku tidak akan membagi pesona wanitaku kepada siapa pun," balas Kevan santai. Dia membuat semua orang di sana jadi tak tahu harus bereaksi seperti apa. Sebab, wanita-wanita di sana saat ini sedang berpakaian terbuka.

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang