Dua Puluh Enam

9K 496 4
                                    

Setelah sarapan, Kevan lekas membawa Anya ke rumah sakit. Anya pikir Kevan akan turun lebih dulu dari mobil seperti biasanya. Namun, pria itu tak kunjung turun.

"Kau menunggu apa?" tanya Kevan, membuat Anya menoleh.

"Kau tidak turun?" tanya Anya bingung.

"Kenapa aku harus turun?" Kevan tampak berpikir sebentar, lalu tersenyum miring. "Kau berharap aku membuka pintu untukmu, ya?"

"Cih. Aku tidak semanja yang kaubayangkan."

Dengan perasaan gondok, Anya mencoba membuka pintu di sampingnya. Dia pikir Kevan sudah membukanya, tapi ternyata pintu itu masih dikunci. Spontan Anya menoleh, hendak meminta Kevan agar lekas membuka pintu.

Anya tak ayal dibuat terkejut begitu dia dapati Kevan tiba-tiba sudah berada di dekatnya. Pria itu mencondongkan tubuhnya di depan Anya sambil memegang knop pintu.

Anya melotot, dan tubuhnya tak bisa bergerak. Wajah Kevan yang dekat membuatnya kehilangan cara untuk bernapas.

"Walaupun aku tidak membukanya dari luar, aku bisa membukakan pintu untukmu dari dalam." Sambil tersenyum, Kevan membuka pintu mobil untuk Anya. "Nah. Keluarlah."

Anya lantas mendorong dada pria itu. Lalu bergegas dengan ekspresi gondok. "Kau bisa menekan tombol hanya dari tempatmu, 'kan? Dasar modus!"

Lekas Anya turun sambil membawa tas tangannya.

"Kau tidak bertanya padaku nama kamar inap bayi itu, Snow?"

"Tidak perlu. Aku bisa tanya resepsionis."

Pintu dibanting. Anya segera melesat ke lobi rumah sakit sambil misuh-misuh sendiri. Dia manusia yang paling jarang mengumpat, namun sejak kenal Kevan, dia sulit mengendalikan lidahnya sendiri.

Di sisi lain, Anya merasa aneh dengan detak jantungnya. Dia tak mungkin berdebar karena tingkah Kevan, bukan? Ini pasti karena Anya terlalu jengkel makanya jantungnya memompa darah lebih cepat!

Ya! Ini pasti karena efek kejengkelannya yang sudah melewati level wajar!

"Selamat pagi. Ada yang bisa kami bantu?" sapa Resepsionis begitu Anya muncul.

"Em, saya mau membesuk. Boleh tau kamar inap Kyo, anak dari Nyonya Erleen?"

"Boleh menunggu sebentar?"

"Oke."

Beberapa saat menunggu, Resepsionis akhirnya memberitahu nama kamar inap Kyo. Anya tak yakin bisa menemukan kamar inap itu di rumah sakit sebesar ini, tapi Resepsionis memberikan alamat dengan jelas. Tapi tetap saja Anya merasa gondok. Harusnya Kevan membantunya menemukan kamar itu dengan cepat!

Omong-omong, jika Kevan tahu soal ini, berarti Kevan sempat menjenguk anak itu, bukan?

Anya berdecih. Gayanya saja tak peduli. Aslinya lain.

"Kamar Primrose VVIP satu. Hmm, ini mungkin, ya?" gumam Anya begitu berdiri di depan pintu kamar inap VVIP. "Apa langsung masuk, ya? Ketok dulu saja, deh."

Usai mengetuk pintu kamar inap Kyo, Anya lantas mendorong pintu itu dan mengintip ke dalam. Dia lalu melihat seorang wanita duduk menghadap hospital bed tempat Kyo berbaring. Wanita itu tampaknya tak menyadari kedatangan Anya hingga Anya menyapanya.

"Maaf, apa aku boleh masuk?"

Erleen tersentak dan spontan menoleh ke belakang. Sontak dia beranjak dari kursinya, lalu menghampiri Anya dengan ekspresi rumit.

Sudah pasti Erleen dibuat kaget oleh kedatangan Anya yang tiba-tiba. Dan Erleen bingung bagaimana harus bereaksi.

"Maaf, aku datang tiba-tiba," kata Anya. "Aku juga tidak bawa apa-apa ...."

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang