Memasuki area kediamannya, Ken tidak sabar ingin bertemu dengan anaknya.
"Kau gila?"
Pertanyaan itu membuat alis Ken naik, dia melihat siapa yang dengan tidak sopannya mengatakan dia gila, sungguh sangat berani.
"Ada apa Zain? Kau butuh sesuatu?"Anaknya ini pasti membutuhkan sesuatu jika memberontak seperti ini bukan?
Zain Hill William, putra ketiganya sedikit aneh hari ini, haruskah dia mengajarinya cara sopan santun yang benar, bukankah dia keterlaluan?
"Kau ingin mengangkat seseorang jadi anakmu! Apa kau gila?"
Ken tersenyum, dia mendekati Zain dan mencekiknya, "jangan sampai aku membuatmu tidak bisa bernafas Zain, kau anak baik kan? Jadi jangan bersikap tidak sopan seperti itu, mengerti sayang?"Bisiknya pelan pada telinga Zain.
Wajah Zain memerah, ia menepuk pelan tangan daddynya itu, segera Ken melepaskannya.
"Maaf..."Matanya berair, benar-benar tidak bisa bernafas saat Ken mencekiknya.
Ken mengusap pelan leher yang memerah itu, mengecupnya sebentar,"sudah tidak sakit kan? Jadi apa yang kau bicarakan? Kenapa marah sekali?"
Zain? Lupa jika siapa yang dia provokasi, seharusnya dia tidak seperti itu, untung saja dia tidak mati.
"Aku mendegar Nathan jika kau ingin mengangkat anak, aku tidak menerimanya, bukankah kau berarti akan berpaling pada anak itu dan melupakan Nathan?"Zain menunduk, ada jejak kesedihan di matanya itu.
"Apa yang kau bicarakan? Siapa yang mengatakan itu? Kau juga belum melihat dia kan? Jadi jangan berburuk sangka, daddy akan membersihkan diri sebentar."Ken mengusap pelan rambut anaknya itu dan segera pergi.
Zain mengepalkan tangannya, dia tahu betul pasti tidak akan terjadi seperti itu, dia pernah membaca dan melihat temannya, orang tua mereka mengangkat anak dan melupakan anak mereka sendiri, apalagi adiknya sekarang sedang sakit.
Pasti daddynya akan berpaling dari adiknya pada anak angkat itu, pasti anak itu akan merebut perhatian daddynya dan mungkin akan merebut para abangnya!
"Awas saja jika benar! Aku akan menghabisinya!"Geramnya. Sepertinya Zain terlalu banyak berpikir.
* * *
Pemuda kecil itu menatap manik yang masih tertutup dengan mata yang berbinar.
Ia memegang pipi pemuda kurus yang berbaring itu dengan riangnya, sesekali dia memencet hidungnya mencoba menyadarkannya.
"Tapi lucu, berisi pasti lebih lucu! Kenapa dia luka ya?"
Pemuda yang berbaring itu sesekali mengernyit, ia merasakan ada sesuatu yang memegang pipinya, membuka matanya perlahan.
Kepalanya masih sakit, berkunang-kunang hingga bisa melihat dengan jelas.
"Gua dimana?"
"Di rumah daddy."
Terkejut mendengar suara disampingnya hingga ia duduk dang menghindar, hampir saja terjatuh dari kasur yang dia duduki.
Elang, pemuda itu melihat sekitar, ia berpikir sejenak sebelum akhirnya menyadari, bukankah dia ditangkap oleh bodyguard Jason? Siapa pula laki-laki kecil yang menatapnya berbinar ini?
"Lo anaknya Jason ya!" Tidak salah lagi, pasti iya, Elang mencoba bangun,"ibu! Ibu! Gua ninggalin ibu! Ini jam berapa? Pasti ibu belum makan! Gua harus pergi dari sini!"Elang ingin pergi dari sana tapi ditahan oleh laki-laki kecil itu.
"Apasih lo! Lepasin!"Elang menepis tangan yang memegang dirinya.
Nathan, laki-laki itu mengerjap dan selanjutnya dia tersenyum, adik barunya ini sangat menarik dimatanya.
"Kamu cari siapa?"
"Bukan urusan lo!"Elang memegang kepalanya sebentar sebelum menyesuaikan langkahnya.
"Lalang!"
Langkah Elang berhenti mendegar suara itu, ia menoleh mencari suara ibunya, tidak salah lagi itu suara ibunya.
"Ibu!"Elang segera berlari kearah Luna yang sedang bermain menyusun balok, ia memeluk ibunya dengan erat.
"Ibu nggak apa-apa kan? Ibu nggak diapa-apain sama mereka kan bu?"Elang meneliti wajah Luna, mencari apa ada luka atau tidak?
Luna dia hanya bingung,"Lulun nggak apa-apa? Lalang udah bangun? Kata Nathan Lalang tidur karena capek, terus Lulun nggak percaya karena dahi Lalang luka, terus terus tadi Nathan bilang lukanya karena Lalang tidak hati-hati dan jatuh, tadi Nathan juga bilang biarin Lalang tidur supaya Lalang cepat sembuh, jadi Lulun tungguin Lalang sambil main ini!"Tunjuknya pada balok itu,"Lalang udah sembuh ya? Lalang mau es krim? Ini tadi Nathan kasih Lulun es krim, Lulun makan setengah, untuk Lalang juga setengah, tapi udah cair..."Luna memberikan cup es krim yang sudah mencair itu pada Elang.
Elang menghela nafas lega karena ibunya tidak apa-apa, dia tidak mendengarkan apa yang Luna bicarakan, hanya menanggapinya dengan anggukan, ia lebih khawatir dengan keadaan ibunya.
"Ibu kita harus pergi dari sini, naik bu, kita beli es krim ya."Elang merendahkan tubuhnya agar bisa mengendong Luna.
"Em mau kemana? Tadi kata Nathan kita tinggal disini?"
"Nathan siapa bu? Nggak ada namanya Nathan, kita beli es krim dulu, nanti bicara lagi."Elang mengendong Luna, sedangkan Luna hanya mengangguk saja, lagi pula Elang mengatakan jika akan membeli es krim, jadi dia mengiyakan saja.
Nathan yang masih ada di kasur hanya cengo, dia mencerna sebentar apa yang terjadi, setelah mengerti barulah dia panik, hey dia baru saja mendapat adik baru, kenapa ingin pergi.
"Tunggu! Jangan pergi!"Nathan ingin menyusul Elang tapi ia tidak bisa bergerak dari tempat tidur.
Elang hanya acuh, sekarang yang lebih terpenting terlepas dari Jason.
Saat akan pergi kearah pintu ia dihadang oleh seorang pria tampan memakai kacamata."Mau kemana?"
Vote →comment →follow
Udah double ya( ◜‿◝ )♡
Typo? Tandai!
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI
Teen Fiction{SEASON 2 DARI LANGIT!} Not BL/BXB Update sesuai mood🙂 Dikehidupan pertamanya mempunyai kakak seorang lesbian membuat Lang harus menderita karena ulahnya, pernah mengalami buta dan ingin mati saja adalah keinginannya, tapi sayang keinginannya harus...