Kembali-11

3.2K 430 38
                                    

Elang menatap tajam orang yang berada didepannya ini, entah siapa tapi dia mengenalkan namanya dengan Ken Hill William.

Tidak tahu dan tidak mengenal tapi yang pasti, orang bernama Ken ini tidak memberikannya pergi dari sana.

"Gua bilang awas ya awas!"Muak sudah Elang dengan pria tampan yang memakai kacamata itu.

"Lalang jangan teriak Lulun takut..."Luna mengeratkan pelukannya pada tubuh Elang.

"Kau dengar, jangan berteriak, lagi pula kau anakku jadi untuk apa kau pergi karena ini juga rumahmu."Ucap Ken yang diakhiri senyuman manisnya.

"Gila!"Tidak habis pikir, dari mana datangnya kepercayaan diri orang bernama Ken ini, tidak ada angin, tidak ada hujan dia mengatakan jika Elang adalah anaknya, apa dia sudah gila? Sepertinya benar, pria yang didepannya ini gila.

"Bukan! Lalang anaknya Lulun! Lalang bukan anak kamu!"Luna turun dan memelototi Ken.

Ken hanya tersenyum, dia mendekat dan mengusap kepala Luna,"mulai sekarang dia anakku jadi kita bisa berbagi."

Luna bingung tapi dia hanya menatap Elang dan Ken secara bergantian.

"Jangan sentuh ibu gua!"Tepis Elang, dia membawa Luna kebelakang tubuhnya.

"Baiklah."

Cup...

"...?"

Sebentar, Elang tidak bisa mencerna apa yang terjadi, pipinya? Pipinya dicium oleh pria yang sayangnya tampan itu.

"Anjing homo ya lo!"Elang mengusap pipinya yang dicium pria itu.

Ken tertawa, semakin Elang marah maka semakin lucu Elang dimatanya.

"Bu ayo pergi, dia nggak sehat!"

Ken tentu tidak membiarkan itu terjadi, dia menutup pintu dan menguncinya, "silahkan, tapi jika kau bisa keluar dari sini."Dia melambaikan kunci didepan Elang.

"Lo maunya apasih! Kita nggak kenal! Tiba-tiba aja lo mau gua jadi anak lo tentu ada alasannya!"Elang takut jika pria didepannya ini adalah orang jahat, maka kehidupan ibunya akan terancam sekarang.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak, aku pikir kau layak jadi anakku, dan kau lucu."

"Lucu pala bapak kau!"

Nathan yang ada disana tidak dapat menahan tawa mendegar aksen Elang, adik barunya itu benar-benar sangat menghibur dirinya.

Dia berusaha untuk duduk dikursi roda, Ken yang melihat itu segera membantu anaknya."Daddy, jangan biarin adek pergi."

"Tentu saja tidak, dia sudah menjadi bagian dari keluarga kita."Balas Ken dengan senyuman.

Dia mendorong kursi roda dan berjalan mendekati Elang.

"Elang jangan pergi ya, disini aja jadi adeknya aku."Mata penuh harap itu bisa Elang lihat.

"Nggak usah ngatur gua! Gua juga nggak mau jadi adek lo!"Sinis Elang yang membuat Nathan sedih.

Dia menunduk dalam diam,"kenapa? Apa karena aku cacat?"

Elang diam, Ken juga sama, dia paling tidak suka melihat anaknya sedih seperti ini.

"Apa karena aku cacat Elang nggak mau jadi adek ak..."

"Diam Nathan, sudah daddy katakan jika kau tidak cacat, jadi jangan berbicara seperti itu, Elang, aku tahu kita memang tidak kenal, tapi setidaknya kau bisa menemani Nathan, jadi temannya tidak apa-apa."Raut wajah Ken sedih, tapi didalam hatinya dia tersenyum kemenangan, tidak bisa pakai cara yang kasar tapi bisa memakai cara seperti ini.

Lihatlah Elang yang berdecak sinis itu, seakan merasa bersalah apa yang telah ia lakukan, Ken suka melihat itu.

"Gua..."

"Nathan tidak boleh sedih! Nathan kan kuat!"Luna berjalan mendekati Nathan dan memberinya es krim yang mencair itu,"ini makan biar tidak sedih lagi."

Nathan menggeleng pelan, "aku tidak bisa makan es krim lagi, besok baru bisa."Sebenarnya itu aturan ya g ditetapkan Ken, dia memperbolehkan Nathan memakan es krim tapi setidaknya seminggu sekali, dan ini belum masuk waktunya dia memakan es krim.

"Kenapa? Tidak enak ya?"Luna meminum es krim yang sudah mencair itu, "enak kok!"

"Bagaimana? Demi Nathan."Ucap Ken berharap.

Elang tidak menjawab tapi dia melihat ibunya, melihat sekeliling, disini ada kasur yang empuk, makanan yang bergizi, tidak kepanasan, mainan dan semuanya, dia memikirkan ibunya, untuk mendapatkan semua ini tidak mudah, dia harus bekerja keras untuk membeli rumah yang bagus, selama itu pasti Luna juga sendirian.

Lama berpikir Elang memutuskan untuk mengiyakan, tapi sementara, dia tidak bisa bergantung ada siapapun sekarang, ibunya lebih berharga dan dia akan tetap mencari pekerjaan agar bisa keluar dari rumah besar ini.

"Tapi lo bener bukan suruhan Jason kan?"Kembali memastikan, jika benar maka Elang tidak akan segan-segan untuk menghajar orang didepannya ini.

"Untuk apa aku berbohong? Tidak ada gunanya."Ken tersenyum dan memeluk Elang.

"Apasih! Lepasin! Gua nerima bukan berarti lo bisa nyentuh gua sembarangan!"

"Tidak, tetap seperti ini."

"Lepasin!"Elang mengigit dada Ken yang membuat Ken terpaksa untuk melepaskan pelukannya.

Lucu sekali anak barunya ini, menggemaskan, jika saja pipi itu lebih bulat pasti sudah dia cium berkali-kali."Ini kamarmu, sudah ada perlengkapan yang lengkap disini jadi kau bisa memakai semuanya."

Nathan bersorak kegirangan, ia memeluk tangan Elang,"terima kasih, adek."

"Jangan manggil gua adek! Gua bukan adek lo."Datarnya.

"Tapi aku lebih tua."

"Umur lo berapa?"

"Tujuh belas tahun, enam bulan."

Elang melongo, ada yang begitu? Kenapa tidak menyebutkan saja hari dan detiknya.

"Gua juga tujuh belas tahun, kita sama..."

"Beda! Nathan lebih tua! Kamu adik Nathan!"Nathan tentu saja tidak terima, dia ingin punya adik jadi Elang tidak boleh membantah jika dia lebih tua.

"Sama anjir.. aws! Apaansih lo!"Tatapan tajam Elang berikan pada Ken.

"Tidak boleh berkata kasar."Jawab Ken dengan santainya.

"Terserah gua lah..."

Cup..

"Anjing! kenapa lo cium lagi!"Elang menjauh, dia tidak terima jika pria didepannya ini kembali mencium pipinya.

"Mau dicium lagi?"Ken menaikkan alisnya, tersenyum penuh arti.

Sedangkan Elang reflek menutup mulutnya, ingat jika Elang tidak mau disentuh oleh siapapun kecuali ibunya! Sekali lagi hanya ibunya yang bisa memeluk dan menciumnya! Ibunya!

Daripada dia dicium oleh pria tidak berakhlak ini, dengan sangat terpaksa Elang harus menutup bibirnya rapat.

Elang mengalihkan pandangannya, mencari ibunya yang sekarang tengah bermain dengan Lupi, boneka panda yang dia beli waktu itu, Elang mungkin kali ini harus merelakan dirinya terancam demi keselamatan ibunya, karena Jason masih bisa menangkap ibunya, dia harus mencari tempat perlindungan yang aman, dan yang paling aman sekarang adalah tempat pria tua yang sayangnya sangat tampan itu, jangan lupa jika dia sangat menyebalkan.

"Demi ibu!"

Vote→ comment →follow

KEMBALI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang