Kembali-58

1.6K 256 27
                                    

"Kenapa bisa kabur? Apa kalian tidak berguna! Apa kalian tidak berguna!"

"Maaf tuan!"

Para bodyguard langsung berlutut, kesalahan mereka, kesalahan mereka karena membiarkan Jason kabur dan siap menerima hukuman dari Ken.

"Sial! Siapa penyusup ini!"

Orang yang membantu Jason sungguh licik, dia tahu seluk beluk kediaman Ken, bermain rapi bahkan tak nampak di kamera pengawas, dan apa tujuannya melepaskan Jason.

"Apa lagi! Kenapa diam saja, cepat cari!"

Para bodyguard Ken segera berlari dari sana, mereka tidak mau di bunuh begitu saja.

Ken membenarkan letak kacamatanya, kepalanya pusing, anak-anaknya masih belum pulih gara-gara ibu dan adiknya dan sekarang Jason kabur dari pengawasannya.

Penjagaan yang ketat dan seluk beluk di rumah ini sudah Ken perbarui, jika ada yang bisa menembusnya berarti dia penghianat, penghianat yang juga tinggal satu atap dengan mereka.

"Kau tidak bisa kabur Jason, karena kau  dan istrimu sialan itu anak-anakku terluka."

* * *

Elang sekarang tengah menyuapi Luna makan, nafsu makan Luna tidak begitu baik, dia tidak menerima makanan yang Elang berikan, padahal Elang sudah mencobanya, walaupun hanya bubur tapi makanan itu sangat enak.

"Bu, makan ya ..."

Luna menggeleng pelan, ia ingin menangis karena terus di paksa makan oleh Elang, "Lulun nggak mau makan Lalang, rasanya aneh ..."

Elang mengusap air mata Luna, hatinya sungguh sakit saat melihat Luna menangis, "Ibu ... Lalang minta tolong, ibu makan ya, dikit aja nggak apa-apa kok, tapi ibu makan biar ibu cepet sembuh ...." Elang mengusap air matanya yang mengalir, perasaan ini lagi, sesak dan sesak, kenapa ia harus merasakan perasaan ini lagi.

Luna menangis keras melihat Elang yang juga menangis, ia tidak suka melihat Elang menangis seperti itu, "I-ya, Lulun makan ..."

Luna memakan bubur yang Elang suapi sedikit, ia benar-benar merasa jika bubur itu pahit, dan sangat tidak enak.

Tidak ada orang lagi disana, Max sedang berada dikamar mandi, Zoya, Zain dan Nathan diantar Gio untuk mengganti pakaian mereka.

Jadi Elang senang karena sekarang bisa memiliki waktu berdua dengan Luna.

Elang tersenyum tipis, ia mengusap bibir Luna yang belepotan makanan.

"Lalang ..."

"Hm?" Elang menatap mata Luna, mata itu sedikit berbeda, tidak secerah seperti biasa.

Luna memegang pipi Elang, "Lalang tahu, Lalang ajak Lulun main, Lulun senang, Lulun mau main lagi."

Elang menaikkan alisnya, kapan dia mengajak Luna bermain. "Main apa bu? Ibu kan masih sakit."

"Emm?"Luna berpikir keras, ia yakin jika Elang mengajaknya bermain, "Lalang aja main! Lalang ajak main Lulun dibunga! Lalang bilang mau ikut Lalang atau tidak!"

Deg ...

Ajak bermain, mau ikut atau tidak? Kenapa ini sedikit ambigu, "Ibu ngomongnya dimana?"

"Lulun bingung, tapi Lalang udah pergi ... Lulun sedih, Lalang tidak mau dengar Lulun, Lalang nggak mau ... Lulun ..." Air mata Luna keluar lagi, ia merentangkan tangannya, " Lalang mau pergi kemana?"

Elang memeluk Luna, ia menenangkan Luna agar tidak menangis lagi, ia tahu ini bukan dirinya, Luna membicarakan Elang yang asli, tapi kenapa Elang berbicara seperti itu, apa maksudnya, kenapa Elang tidak berani berbicara padanya, kenapa Elang hanya berani muncul di depan ibunya.

"Kalo elo bukan pengecut! Elo temuin gua bangsat! Ibu gua nggak ngerti! Elo masih anaknya kan! Jangan jadi pengecut!"

"Elang, ada apa?"

Max yang baru saja keluar dari kamar mandi segera mendekat melihat Luna dan Elang dalam keadaan menangis, "Apa dia sakit, sebentar aku panggilkan dokter."

Elang menggeleng pelan, Luna juga takut dengan dokter, ia takut jika di suntik, jadi Elang tidak mau jika Luna semakin menangis nantinya.

"Lalang ..."

"Nggak bu, nggak ada dokter."

Max tidak memaksa, tapi ia khawatir kenapa bayinya dan Luna menangis seperti itu.

Max harus waspada sekarang, Ken sudah mengabarinya jika Jason kabur, dia bisa saja datang kesini, tak mau hal yang sama terjadi, ia akan mengawasi Elang dan Luna.

"Lalang! Lalang! Lupi juga suapin!"

Elang hanya tersenyum, ibunya kembali seperti semula, tidak ada lagi sedih, berubah dalam sekejap, seperti melupakan kejadian yang baru saja mereka berdua ucapkan.

"Gua harap elo mau muncul! Kalo elo nggak muncul! Gua akan lakuin apa aja buat elo muncul! Termasuk ngelukain tubuh lemah lo ini! Elang."

Hati Elang rasanya panas, seperti terbakar karena menahan rasa takutnya selama ini, Elang begitu egois, dia tidak memikirkan Luna, apa yang ia harus lakukan agar bertemu Elang, Lang bukan seseorang yang mempunyai kekuatan yang sakti, untuk bertemu dengan Elang adalah takdir, jika Elang juga tidak mau bertemu dengannya maka dia tidak segan-segan menyakiti tubuh yang sayangnya begitu bodoh ini.

Vote →comment→ follow

Typo? Tandai!

KEMBALI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang