Ucapan yang dilontarkan oleh Elang mengangetkan yang lain, segera mereka melihat ke arah kaki Nathan yang sekarang tengah berdiri.
Ken terdiam, ia belum sempat mencerna apa yang terjadi tapi Nathan kembali jatuh, ia segera menangkapnya.
"Nathan, k-au bisa berjalan?"
Nathan memeluk daddynya, "Daddy sakit..." Kakinya terasa sangat nyeri, bahkan Nathan merasakan ingin buang air kecil karena menahan sakit pada kakinya.
Max mendekati Nathan, ia memeriksa kaki Nathan, Nathan mengatakan jika ia sedang sakit sekarang, ia takut kaki Nathan terluka oleh benda yang tajam, setelah mengecek dengan teliti, Max tidak menemukan luka apapun, ia menatap Nathan, ia tidak bermimpi kan jika Nathan sudah bisa berdiri, "Cepat, cepat periksa dia, apa Nathan benar-benar sudah bisa berjalan."Max menarik tangan dokter itu dengan kasar.
"Ben-arkah, Nathan sudah bisa berjalan? Dokter cepat katakan, benarkah anakku bisa berjalan?" Ken tidak bisa tidak senang mendengar ini, Nathan sudah menderita begitu lama, sungguh sebuah mukjizat jika Nathan bisa berjalan sekarang.
Bukan hanya Ken saja yang menantikan jawaban dari dokter bahkan Gio, Elang, Zain dan Max juga menantikan hal yang sama.
Dokter memeriksa kaki Nathan, biarpun sekarang Nathan menangis tapi ia berusaha menahannya, dia malu menangis dihadapan Elang, adiknya itu.
"Sungguh beruntung, tuan muda Nathan dalam kondisi baik, jika kita melakukan terapi rutin saya pastikan jika tuan muda Nathan bisa berjalan dalam waktu singkat." Jelas dokter itu.
Ken tidak bisa menahan kesenangannya, ia memeluk Nathan dan mencium seluruh wajah anaknya itu, ingat betul jika Nathan selalu mengatakan dirinya cacat, Ken yakin jika anaknya itu akan bisa berjalan kembali suatu hari nanti, dan benar sekarang anaknya sudah bisa berjalan kembali, walaupun harus dengan cara yang seperti ini.
"Udah daddy."Nathan menyingkirkan wajah Ken yang terus menciumnya, dia malu, apalagi Elang terus menatapnya sedari tadi, dia kan seorang abang, seharusnya Elang yang diperlakukan seperti ini.
"Tapi kenapa Nathan merasa sakit sekarang?"Max masih khawatir, dokter belum menjelaskan tentang itu.
"Itu biasa terjadi tuan, saya akan meresepkan obat pereda nyeri untuk tuan muda, semakin ada tanda-tanda dari kaki tuan muda, maka itu semakin bagus, itu artinya tuan muda akan lebih cepat bisa berjalan." Timpal dokter itu.
"Nathan terima kasih karena sudah berusaha." Gio mengambil Nathan dari gendongan Ken, ia mengecup pelan pipi adiknya itu, akhirnya kursi roda yang tidak berguna itu bisa lepas dari adiknya.
Elang ragu-ragu tapi ia tetap berucap, "Nathan..."
Nathan menutup mulut Elang dengan tangannya,"Apasih! Liat daddy, Elang nggak mau panggil aku abang!" Nathan membuang muka, dari dulu ia ingin mendegarkan Elang menyebutnya dengan sebutan itu, tapi sampai hari ini tidak ada kalimat itu terdengar di telinganya.
"Umur kita sama..."
"Beda! Kan aku udah bilang beda! Elang harus panggil aku abang!"
Elang sedikit kesal jika begini jadinya, padahal hanya tua bulan saja, kenapa dia harus memanggil Nathan dengan sebutan abang, tidak cocok, apalagi wajah Nathan yang begitu imut, lebih pantas menjadi adiknya.
Sudahlah, untuk menyenangkan hati Nathan, biarkan saja, hari ini Nathan sudah bisa berjalan jadi Elang senang mendengarnya. Mungkin ini sebagai hadiah kecil."Ab-ang."
"Aaaa!"Nathan memeluk Elang membuat ia hampir saja terjatuh jika Gio tidak memegangnya erat, adiknya ini sangat girang.
"Makasih adek."Nathan mencium pipi Elang berkali-kali.
Sudah bisa ditebak, ini yang Elang tidak suka, dicium! Ia mencoba melepaskan pelukan Nathan.
Mereka semua terkekeh geli melihat itu, Nathan seperti lupa akan kejadian tadi, syukurlah, mereka juga tidak mau jika Nathan teringat terus dengan kejadian King menembak Violetta.
"Aduh...."
"Zoya." Ken mendekat, ia membantu putrinya untuk duduk, anaknya sudah sadar. "Jika masih pusing lebih baik berbaring saja."
Zoya menggeleng, ia memang pusing tapi tidak separah tadi, "Lulun!" Zoya melirik kesana-kemari, ia tidak melihat Bianca dan lainnya.
"Lulun! Daddy mana Lulun! Tadi mereka mau nyakitin Lulun!" Zoya berteriak histeris dan menangis, ia benar-benar ketakutan saat melihat Bianca ingin menancapkan benda tajam itu pada Luna.
"Tenang Zoya, Lulun tidak apa-apa, tenangkan dirimu, liat dia ada disana." Ken mengusap air mata putrinya itu, sakit sekali melihat anak-anaknya menangis seperti ini.
Zoya langsung memastikan dan ingin bangun tapi saat akan memijak lantai ia terjatuh, jika saja Ken tidak cepat tanggap, Zoya pasti sudah terjatuh ke lantai.
"Jangan begitu Zoya, kau bisa terluka."
"Mau Lulun..."
Ken tidak bisa jika seperti ini, wajah Zoya yang memelas membuat ia tak berdaya , segera membawa Zoya untuk melihat Luna.
"Lulun..."Zoya memeluk Luna dengan pelan, ia benar-benar ketakutan saat ini, ingatan Bianca yang akan melukai Luna terus saja ada didalam benaknya.
"Kakak, kakak udah baikan?" Nathan ingin melihat kakaknya, segera Gio mendekati ranjang nan luas itu, ia membaringkan Nathan ke sisi kosong tempat Luna.
"Hm? Nathan tidak apa-apa?"Zoya baru ingat sekarang, tadi Violetta sempat menendang Nathan, ia memeriksa dada Nathan, "Daddy liat! Dada Nathan biru!"
Ken mendekat mengepalkan tangannya mendengar itu, tapi ia berusaha untuk mengontrol emosinya, setelah melihat dada Nathan, ternyata benar ada bekas sepatu disana, "Apa itu sakit?" Mengusapnya pelan.
Nathan menggeleng, lebih sakit kakinya dari pada dadanya.
"Ini tuan."Dokter kali ini lebih cepat tanggap, ia sudah melihat kondisi Nathan tadi hingga meminta suster untuk mengambil kompresan.
Dada Nathan yang membiru tidak terlalu lebar, tetap saja sakit jika tidak diobati, Ken dengan hati-hati mengompres dada anaknya, ia akan menyuruh dokter untuk memeriksa keseluruhan fisik anak-anaknya nanti.
"Bang Zain."Zoya merentangkan tangannya pada Gio, segera Gio membantu Zoya, melihat Zain yang berada di sofa, Zoya juga bisa melihat jika Zain tadi juga tersiksa, ia tidak rela jika terjadi sesuatu pada Zain, walaupun Zain sering kali menjengkelkan tapi Zoya tetap menyayangi kembarannya itu.
Gio menurunkan Zoya, segera Zoya berjalan pelan ke sisi Zain. "Abang nggak apa-apa?"
Lucu sekali, biasanya adiknya ini akan terus mengganggunya, tapi sekarang lihatlah, Zoya terlihat menggemaskan karena mengkhawatirkan dirinya. Jarang sekali Zoya seperti ini.
Zain hanya menggeleng pelan, kondisinya masih sedikit lemas, lehernya sakit jika dia berbicara, makanya itu dia hanya diam, ia mengelus surai rambut adiknya itu.
Melihat pemandangan itu, Ken, Max, dan Gio berpikiran sama, Zoya memang sering jahil pada Zain, tapi dia tidak akan tega melihat Zain seperti ini.
Setidaknya dengan kejadian ini, mereka bisa melihat jika Zain dan Zoya bertambah dekat dan Nathan bisa berjalan kembali.
Berbeda dengan yang dipikirkan oleh Elang, dia menatap yang lain, "Mereka baik ke gua dan ibu, apa gua percaya aja ke mereka?" Selama ini, hati Elang ragu untuk percaya pada siapapun, walaupun mereka baik, Elang tidak bisa percaya karena dia tidak mau Luna dalam bahaya, tapi setelah melihat kejadian ini, Elang menjadi sedikit luluh, "Keluarga?"Sepertinya Elang akan membuka hatinya untuk ini.
"Ibu, cepat bangun, Lang rindu, ibu nggak kangen sama Lang? Ibu nggak kangen sama Lupi? Ibu tenang aja, Lang akan balas semua orang yang udah buat ibu jadi gini, Lang akan balas mereka sampe mereka nyesel karena pernah nyakitin ibu. Lang sayang ibu." Elang mencium dahi, dan pipi Luna pelan, baru sehari saja Luna terlihat kurus seperti ini, "Lang mohon, ibu cepat bangun ..."
Vote→ comment→ follow
Typo? Tandai!
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI
Teen Fiction{SEASON 2 DARI LANGIT!} Not BL/BXB Update sesuai mood🙂 Dikehidupan pertamanya mempunyai kakak seorang lesbian membuat Lang harus menderita karena ulahnya, pernah mengalami buta dan ingin mati saja adalah keinginannya, tapi sayang keinginannya harus...