Kembali-39

1.9K 283 32
                                    

King keluar dari ruangan khususnya pagi hari, dia menerima hadiah saat membuka pintu, Adrian meninjunya dengan keras, sudah berapa lama ia menunggu akhirnya pria tua itu membuka pintu.

"Bajingan! Aku tidak akan memaafkan mu!"Tidak ada waktu, membalas King bisa nanti tapi saat ini kondisi Aksa lebih penting dari pada yang lain.

"Jika Bianca dan Aksa kenapa-napa! Aku akan membunuhmu King!"Violetta juga bergegas masuk.

King hanya mencibir, "Itu hanya sebuah hukuman, aku lebih baik dari pada Ken yang akan membunuh mereka kapan saja."

King harap  Ken tidak akan melakukan itu, jika Ken hanya memberikan hukuman sama seperti dirinya, dia tidak akan mempermasalahkan itu, tapi jika Ken melakukan itu, dia juga tidak bisa mencegahnya, keputusan Ken bisa saja berubah, tahu betul sifat sulungnya seperti apa.

King akan membersihkan diri, bau anyir dan darah yang melekat pada kemejanya sudah sangat lama dan baunya bertambah menyengat, tidak mungkin bukan jika menemui Elang dan lainnya dia tidak membersihkan diri, bisa-bisa Nathan, Zoya dan Elang tahu apa yang ia lakukan.

Didalam ruangan khusus, Adrian murka, adiknya Aksa dalam kondisi terikat dan banyak luka gores baik diwajahnya maupun tubuhnya, opanya itu sudah keterlaluan, bagiamana jika Aksa nantinya tewas karena kehilangan banyak darah.

"Aksa! Aksa dengar aku? Kau bisa mendegarku?"Tidak ada sahutan karena Aksa tampak memejamkan matanya.

"Sial! Kau tidak akan ku maafkan King!"Mencoba melepas ikatan tali yang melilit di tubuh Aksa.

"Bianca!"Violetta tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan King, kenapa bisa King setega ini dengan anaknya sendiri, bahkan sekarang Bianca tampak seperti mayat hidup dengan wajah pucat, luka lebam dan sayatan diwajahnya, dan punggungnya ada luka seperti cambukan, ini sudah keterlaluan.

"Dimana kuncinya!"Violetta mencari dilantai, tangan Bianca terikat keatas dengan rantai besi yang terkunci.

"Adrian bantu aku!"

Tidak peduli, mati pun Adrian mungkin tidak peduli, dia hanya peduli dengan Aksa yang sekarang tidak sadarkan diri, setelah melepaskan ikatannya, baru Adrian mengendong dan berlari meninggalkan Violetta berteriak memanggilnya.

"Adrian! Sial kenapa dia hanya peduli pada Aksa! Bagaimana ini! Dimana King menyembunyikan kuncinya!"Violetta mencari dengan teliti, dia akan membalas ini nantinya.

"Tidak ada! King dimana kau menyembunyikan kuncinya! Kau ingin anak kita mati!"Violetta berlari kedepan, hanya melihat para bodyguard yang berjaga tanpa melihatnya.

"Apa yang kalian lihat! Cari kuncinya!"

Mereka tidak bergerak sama sekali,"Tidak berguna!"

Violetta mengambil ponselnya, yang bisa membantunya saat ini adalah menantunya, Jason.

* * *

Adrian berhasil membawa Aksa kerumah sakit dengan secepat kilat, dia mengemudikan mobil ugal-ugalan, setelah melalui pemeriksaan, tidak ada luka yang begitu parah, tapi tetap saja Adrian tidak bisa tenang, opanya itu sungguh keterlaluan dan dia akan membalasnya lebih dari pada ini.

"Abang ..."

"Aksa."

Adrian menghela nafas panjang setelah Aksa tersadar dari pingsannya, setidaknya Aksa sudah sadar sekarang.

"Sa-kit ..."

"Sudah, tidak apa-apa, itu akan membaik." Mengecup mata Aksa yang memerah, suara Aksa begitu serak, pasti dia berteriak terlalu lama karena rasa sakit akibat perbuatan opanya itu.

"Mommy ..."

"Jangan pikirkan dia, dia baik-baik saja." Yakin dengan hal itu, pasti Violetta tidak akan membiarkan Bianca terluka.

Aksa jadi takut sekarang, opanya begitu menyeramkan, dia semakin membenci Elang, King bahkan tidak pernah memberi hukuman sebegitu kejamnya padanya, Elang sudah menghasut, mommy'nya berkata benar, Elang dan Luna adalah sumber masalah.

"Jangan memikirkan apapun, istirahat baby." Adrian menepuk pelan tangan Aksa, adiknya itu terlihat tidak baik-baik saja.

"Abang, ini semua salah dia, dia udah buat opa jadi gini, opa nggak sayang lagi sama Aksa ..." Aksa mulai menangis, benar ini semua salah Elang, pertama mommy dan daddynya ingin bercerai, kedua dia telah mengambil perhatian Gio, abang tersayangnya, dan sekarang opanya juga tidak menyayanginya lagi.

Elang munafik, dia benar-benar seperti ibunya, pura-pura polos dan setelah mereka termakan apa yang dia ucapkan, dia akan mengambil seluruh keluarganya.

"Tidak usah bahas dia Aksa." Adrian letih, dia tidak memikirkan orang lain selain Aksa sekarang, dia akan memikirkan nanti, kondisi Aksa lebih penting dari apapun.

"Abang juga bela dia ..."Aksa menghindar saat Adrian ingin mengusapnya.

"Abang juga sama seperti mereka! Abang jahat!"Aksa memukul dada bidang milik Adrian.

"Aksa!" Teriak Adrian membuat Aksa bungkam, "Aku tidak pernah membela siapapun! Hanya kau yang ada di hidupku, bisakah tidak membahas mereka! Aku mengkhawatirkan kondisimu!" Muak, sungguh Adrian muak mendegar nama Elang.

Elang, Elang, dan Elang! Harus berapa kali dia harus mendegar nama itu, sekarang bukan waktunya untuk membahas apa yang dilakukan Elang dan apa yang mereka lakukan pada Elang, Adrian cuma mengkhawatirkan adiknya, setelah kondisi Aksa benar-benar baik dia akan memikirkannya lagi, tidak bisakah adiknya ini paham dengan dirinya sekarang, Adrian hanya butuh Aksa mengerti jika bagaimanapun dia tetap akan menyayangi Aksa, bukan melayani omong kosong yang Aksa berikan.

Tidak sayang, perkataan apa itu? Tidak pernah terpikirkan Adrian akan perkataan itu, dia bahkan rela melakukan apapun demi Aksa, sekarang Aksa mengatakan dirinya tidak sayang pada adiknya itu, argumen yang tidak masuk akal!

"Maaf ... aku hanya ingin kau cepat sembuh, maafkan aku."Adrian menyesal, dia membentak Aksa, tapi dia akan berjanji, ini adalah terakhir kali dia memarahi Aksa seperti ini.

"Aku menyayangimu. Mau kah kau memaafkanku?"

Aksa dengan ragu-ragu mengangguk, matanya masih berair, dia memeluk Adrian, hanya Adrian yang mengerti dirinya.

"Maaf, Aksa takut abang jadi opa dan bang Gio, Aksa nggak mau abang berubah."Suara tangisan Aksa teredam, Adrian bisa merasakan jika kemejanya basah.

"Aku menyayangimu, istirahatlah."

* * *

Seseorang tengah menatap Cctv dilayar laptopnya, dia terkekeh pelan sambil meminum sampanye'nya.

Menutup matanya sejenak, mendegar lantunan jeritan yang menyejukkan hati.

"Aku mencium bau-bau permasalahan."

"Menyenangkan."

Vote →comment→ follow

Typo? Tandai!

KEMBALI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang