Kembali-73

1.4K 232 16
                                    

Kemoterapi, itu yang dilakukan Luna beberapa hari ini, wajah yang kurus itu semakin tirus, mata cekung dan tubuh yang lemas bisa mereka lihat dari Luna.

Nafsu makan Luna yang bertambah hari bertambah berkurang membuat dirinya selalu saja muntah karena sakit perut.

Mereka sudah mengusahakan agar Luna kembali ceria seperti Luna, tapi Luna mengeluh jika kepalanya terus saja sakit.

"Lalang ... nggak mau ... nggak masuk sana lagi ... sakit ..."Luna memegang tangan Elang, dirinya menangis saat ini.

Mereka jahat! Dokter dan para perawat itu terus saja memberikannya obat yang pahit dan suntikan pada tangannya, Luna sangat tidak nyaman dengan itu.

Elang tidak tega, ia menggeleng pelan ke mereka, biarkan Luna untuk beristirahat sebentar sebelum melakukan semua proses yang menyakitkan itu.

"Iya ... bu, mereka nggak akan nyakitin ibu kok, nanti Elang akan pukul mereka kalo mereka nyakitin ibu."

Serak, mata panda, tubuh yang mulai kurus dan mata yang selalu saja berkaca, itulah kondisi Elang sekarang, setiap hari melihat Luna melakukan terapi rasanya begitu menyakitkan.

Luna tidak pernah mengeluh selama ini, tapi sekarang Luna malah mengeluh kesakitan, betapa sakitnya pengobatan itu, tapi Elang tidak berdaya, jika Luna tidak melakukan ini, bisa saja ... mengucapkannya saja Elang tidak sanggup, apalagi membayangkannya, Elang lebih tidak sanggup lagi.

Jiwa asli pemilik tubuh ini juga tidak pernah terlihat, seakan kabur dari dunia ini begitu saja tanpa mempertanggungjawabkan apa yang telah ia lakukan, tak ada penjelasan lagi yang Lang dengarkan dari sosok Elang, padahal dia ingin terus bertemu dengan orang bodoh yang sayangnya jiwa dari anaknya Luna ini.

Elang tidak puas, setiap harinya dia merasa ketakutan, setiap saat jika Luna tidur dia akan mengecek nafas Luna, apakah ibunya itu bernafas atau tidak, takut jika di saat ia tidak ada, Luna akan pergi meninggalkannya.

Setiap hari ia terjaga hanya untuk melihat Luna tidur dengan nyenyak dan bangun dengan membuka mata.

Elang tidak sanggup jika ia tidur ia akan kehilangan ibunya, ibu yang ia cintai.

"Lulun jangan sedih ... gimana kalo kita main sama Lupi aja?"Zoya mempertahankan senyumnya, ia memberikan Lupi pada Luna, setiap hari ia akan mengajak Luna bermain untuk menghibur wanita itu, tak hentinya ia tersenyum dengan wajah yang gembira, tak ada tangis yang membasahi wajahnya.

Itu semua karena Luna, dia selalu bertanya kenapa semua orang menangis, Luna akan ikut menangis jika melihat mereka menangis, sebab itu mereka harus sekuat tenaga agar tidak menangis di depan Luna, walaupun kadang mereka juga tidak bisa menahannya saat Luna seperti ini, mengatakan kepalanya sakit dan menolak ajakan untuk bermain.

"Kita main disini aja! Kan enggak pusing, sebentar aku ambil baloknya."Nathan beranjak dari kasur, ia dengan pelan berjalan ke arah sofa, terapinya berjalan lancar, kakinya yang tadi lama untuk bergerak sekarang mulai ringan, meskipun ia tidak bisa berjalan sangat cepat dan berlari, tapi ini sudah bagus, Nathan tidak memegang dinding lagi agar dia bisa berjalan, dan tidak bertumpu pada orang lagi.

Zain membuang wajahnya, tak sanggup melihat pemandangan yang manis itu, masih terasa seperti mimpi, Luna sakit? Seorang Luna yang ia kenal ceria kini seperti ini, lesu dan tidak bersemangat setiap harinya.

Rasanya Zain seperti banci sekarang, ia kalah dengan Nathan dan Zoya yang bisa menahan air mata mereka, ia pengecut! Air matanya tidak bisa ia kontrol sendiri. "Lulun ..."

Max membawa Zain dalam pelukannya, adiknya yang kuat bisa serapuh ini.

Zain itu sebenarnya masih remaja, emosinya naik dan turun, hanya saja dia mencoba bersikap dewasa saja, kehadiran Elang dan Luna membuat sikap Zain berubah, apalagi dia baru saja kehilangan Gio, abangnya yang tersayang itu, karena Zain belum tahu jika Gio masih hidup sampai saat ini.

Gio sendirilah yang meminta, ia tidak ingin lagi hadir di dalam hidup mereka, karena mereka pasti tidak akan pernah menerima dirinya kembali.

Luna sedih, ia memeluk Elang, "Lalang, kenapa Zain nangis lagi? Lulun sedih ... Lulun sakit ..."

Sensitif, itu lah perasaan Luna saat ini, ia tidak bisa melihat apapun yang berkaitan dengan kesedihan, kartun saja jika kartun itu menangis maka dia akan ikut menangis.

"Tidak aku tidak menangis, mataku perih saja, ada debu yang masuk ke mataku,"Zain mengumpat, cengeng! Dirinya merasa tidak berguna saat ini, kalah dengan kedua adiknya yang bisa menahan kesedihan mereka, sepertinya ia tidak bisa terus disini! Ia harus melihat Luna dari jauh saja.

"Emm?"Luna menghapus air matanya, ia merentangkan tangannya dan melambai pada Zain.

Zain segera mendekati dan memeluk Luna.

Luna menepuk punggung Zain, "Jangan sedih ya, nanti Lulun sedih, Zain Zain mau permen? Dokter jahat beri Lulun permen! Zain Zain ini untuk Zain Zain!"Luna memberikan lolipop yang sudah tinggal setengah itu, itu memang bekas gigitannya, Elang memberitahunya agar makan sedikit permen saja, dan Luna menurutinya karena ia takut sakit gigi, ia tidak mau sakit seperti yang di ucapkan Zoya.

Zain mengambilnya, ia tersenyum kecut, bahkan Luna memberikan apa yang ia punya. "Terima kasih ..."Ciuman pada kening Zain sematkan pada Luna, nyaman. Rasa nyaman itu hinggap pada dirinya, kenapa di saat dia menyayangi Luna ia menerima fakta seperti ini, "Tidak Zain! Lulun akan sembuh! Lulun tidak akan meninggalkan kami semua."

Luna menarik kedua pipi Zain, "Zain Zain harus tersenyum seperti ini! Seperti Lulun! Iiii ..."Luna memperlihatkan giginya pada Zain, ia menyuruh Zain untuk mengikuti dirinya.

Berhasil! Zain menurut, ia tersenyum dan menampakkan giginya.

"Iya abang! Abang nggak boleh sedih! Kan kita udah janji kemaren!"Nathan memang berucap garang, tapi tidak dengan matanya yang berkaca-kaca, ia berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis seperti abangnya itu.

Disudut sana Zoya juga menyeka air matanya, setiap momen ini tidak akan ka lewatkan sedikitpun, dirinya harus kuat! Jika bukan mereka, siapa lagi yang akan menyemangati Luna, Luna pasti akan drop jika dia terus saja menangis mengikuti mereka, itulah mengapa mereka tidak mau menangis.

Mungkin air mata yang kering tidak berlaku pada mereka semua, setiap detiknya mereka bisa mengeluarkan air mata, tak tahu sampai kapan air mata ini kesedihan ini akan berakhir.

Max memeluk Elang, tahu rasanya jika adiknya itu dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, tapi Elang tidak boleh begini, jika Elang yang sakit maka Luna juga akan bertambah sakit.

"Baby, bertahan hingga Luna sembuh, aku yakin dia akan kembali seperti dulu, jadi jangan seperti ini ..."

Elang tahu, tapi kenapa dia tidak bisa?

Satu yang menjadi permasalahannya, takut jika suatu saat nanti, ibunya akan meninggalkan dirinya sendiri, ia tidak sanggup dengan hal itu!

"Ibu ..."





Vote→ Comment →Follow

Typo? Tandai!

KEMBALI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang