"Lang nggak sakit bu, jangan nangis ya "Elang mengusap air mata Luna, susah sekali membujuk Luna, padahal jika dikasih es krim Luna tidak akan lagi menangis dan patuh, tapi kali ini Elang bisa melihat, mungkin pengecualian jika dia sedang sakit Luna tidak akan mempan dengan rayuan darinya.
"Tapi Lalang panas..."Luna sesegukan, matanya sangat memerah dan hidungnya berair.
Elang mengambil tissue dan mengelap hidung Luna, sakit sekali rasanya melihat Luna menangis seperti ini.
"Lang udah sehat kok, kita main sama Lupi ya?"
"Nggak mau, mau sama Lalang..."Luna menelusupkan wajahnya pada leher Elang.
"Ya udah disini aja."Padahal sebenarnya Elang tidak mau dekat dengan ibunya sekarang, bagaimana nantinya jika Luna terjangkit dengan demamnya.
Hanya ada Elang dan Luna dikamar ini, King dan Ken tidak tahu kemana tapi mereka menjelaskan akan keluar sebentar, Elang tidak peduli asalkan dia bisa bersama Luna dan untuk Nathan, dia tiba-tiba saja ingin kekamar mandi karena ingin buang air besar, ya sekarang mereka benar-benar berdua.
"Lalang..."
Elang membawa Luna dalam pelukannya, dia mengusap pelan surai Luna yang tipis itu."Kenapa bu, butuh sesuatu?"
Luna menggeleng pelan, dia menatap Elang lama, "Lalang tahu! Lulun liat Lalang ada dua!"
Deg
Dada Elang tiba-tiba saja berdetak dengan kencang mendegar itu, dia beralih menatap Luna.
"I-bu liat dimana?"
Luna berpikir sebentar, dia meletakkan tangannya di dagunya,"di mimpi! Lucu masa Lalang ada dua! Tapi Lalang yang satunya cuma diam!"
"Apa itu Elang? Kenapa dia muncul dimimpi ibu? Lo maunya apasih! Kenapa tiba-tiba perasaan gua nggak enak! Apa yang elo rahasiain, kenapa semua ingatan elo nggak pernah dikasih sama gua, elo kenapa Elang? Kenapa setiap hari gua terus takut! Gua benci gua yang lemah! Kasih tahu gua, jangan jadi pengecut! Lo cuma mau hadir di mimpi ibu!"
"Lalang! Lalang! Kenapa Lalang diam?"Luna menepuk pipi Elang dengan heran, padahal dia sedang bicara sekarang.
"Maaf bu, apa Elang ada ngomong sesuatu sama ibu?"Semoga saja ada petunjuk, Elang tidak sanggup jika harus setiap hari seperti ini, merasa ingin selalu menangis dan ketakutan, tapi dia tidak tahu apa yang dia takutkan.
"Kan sekarang Lang ngomong!"
Elang hanya bisa menghela nafas, ibunya tidak mengerti maksudnya sekarang,"bukan Lang yang sekarang bu, Elang yang ada dimimpi ibu, apa Elang ngomong sesuatu?"
"Lulun tidak tahu Lalang! Lulun bingung, Lulun tidak mengerti, Lalang bicaranya tidak jelas, Lulun sedih..."
Elang kembali membawa Luna dalam dekapannya, "lo maunya apasih Elang! Kalo ada yang buat lo nggak nyaman datang ke gua bukan ke ibu! Gua nggak mau elo bikin ibu sedih gini!"Elang marah! Dirinya seperti dikejar oleh ketakutan yang besar, apa yang ditakutkan Elang adalah Jason? Atau yang lain? "Tolong kasih tahu gua! Gua nggak mau jadi orang gila!"Elang mencubit tangannya sekuat tenaga, lagi, sesak dan sesak kenapa hatinya terasa sangat sesak,"kalo lo mau gua nyingkirin Jason gua akan lakuin itu tapi tolong lo muncul!"
"Ibu udah makan?"
"Lulun udah kenyang, tadi Nathan kasih Lulun donat, enak sekali, rasa coklat! Tadi Lulun simpan setengah untuk Lalang! Lulun ambil ya, Lalang laparkan?"
Air mata Elang mengalir tanpa sebab, dia benci ini, kenapa! Kenapa lagi dan lagi dia harus menangis seperti orang gila yang tidak tahu apa penyebabnya, padahal Luna hanya menanyakan dia lapar atau tidak kenapa dia bisa menangis seperti ini.
"Lalang kenapa? Lalang sakit lagi ya?"Luna juga ikut bersedih jadinya.
Elang menggeleng,"nggak bu, Lang udah makan, buat ibu aja nanti, tapi makasih ya udah mau nyisahin buat Lang, Lang sayang ibu."Elang mencium kening Luna lama,"elo cengeng Elang! Lo selalu nangis!"
Elang mengusap air matanya dan menetralkan nafasnya sejenak, dia tersenyum tapi senyumnya seketika luntur karena ada yang membuka pintu dengan kasar.
"Elang! Adikku kenapa bisa demam!"Zoya dengan air mata bercucuran dia memeluk Elang dan Luna secara bersamaan.
Sudahlah, ketenangan Elang dan ibunya harus hancur saat Zoya sudah datang.
Zain juga datang dengan sedikit cemas, dia ingin bertanya tapi bibirnya seperti tidak bisa diajak kerja sama. Dia duduk di tepi kasur Elang.
Gio yang baru saja tiba juga menggeleng pelan, Zoya ini sudah tahu Elang sakit tapi malah dibuat risih seperti itu. "Zoya tidak baik seperti itu, Elang bisa sesak nafas, lihat wajahnya memerah."
Zoya cemberut,"tapi aku khawatir bang..."
Gio hanya menanggapinya dengan tersenyum, Gio meletakkan punggung tangannya di kening Elang, "sudah membaik, Lang lapar?"
"Nggak bang, aku udah makan tadi."
"Ish! Kesel deh, sama bang Gio aja adek baik sama aku adek nggak mau! Pilih kasih! Sini Lulun, Zozo sedih..."
Elang hanya memutar matanya malas, mungkin hanya Gio saja yang normal dirumah ini, tidak hanya baik tapi dia tidak pernah bertingkah tidak masuk akal seperti Zoya dan tunggu kenapa dengan tatapan Zain yang baru saja dia lihat, seperti ingin memakannya saja, tatapannya tidak pernah terlepas dari Elang.
"Apa lo liat-liat!"
Zain langsung mengalihkan pandangannya, saat Elang berbicara seperti itu, "siapa yang melihatmu! Ck lebih baik aku menemui Nathan."Dia beranjak dari sana meninggalkan kamar Elang.
"Maafin Zain ya Elang, dia memang seperti itu, jadi jangan dimasukkan kedalam hati, dia hanya mengkhawatirkan Nathan."Gio memahami adiknya itu, tapi dia juga berharap jika Zain bisa menerima Elang sepenuhnya.
Elang tersenyum, suara Gio sungguh lembut dan menenangkan, "nggak apa-apa bang, paham kok, tapi ngeselin aja liat dia."
Gio memakaikan Elang koolfever pada dahi Elang,"biar cepat sembuh."
"Bang nggak usah kayak anak kecil..."
"Ya udah, dilepas saja."Gio hanya tersenyum saat Elang tidak mau, dia tidak ingin memaksa adiknya.
Elang bisa melihat jika Gio sedikit sedih saat dia menolak, dia menahan tangan Gio,"nggak apa-apa deh bang, gini aja."
Senyum Gio semakin lebar saat Elang menerima hadiah kecil darinya, dia mengecup kening Elang,"terima kasih, aku mau ke kampus dulu, Lang mau sesuatu?"
"Nggak bang, nggak ada."
"Ya sudah, jagain Nathan ya, hiraukan Zoya yang seperti itu."
Elang hanya mengangguk, sebagai jawaban.
"Zoya abang pergi dulu, jangan terlalu over ke Elang."
Zoya hanya cengengesan,"ya abang!"Mengangguk patuh,"tapi nggak janji!"
Gio mengusap rambut Elang, Zoya dan mengusap pelan pipi Luna, Gio sangat sibuk akhir-akhir ini, jadi dia jarang ada dirumah, sungguh sangat disayangkan harus meninggalkan rumah padahal disini ada Elang dan lainnya, bagaimana lagi.
Elang memandang kepergian Gio, "ada ya orang sebaik Gio."Pantas saja Zoya sangat menyukai Gio, Elang sudah memahaminya karena memang Gio sebaik itu.
Apa ini, kenapa pipinya basah, astaga! Karena Elang asik melamun ia membiarkan Zoya mencium pipinya berkali-kali.
"Aaaa! Bang Gio! Tolongin ini adek lo kumat!"
Vote →comment →follow
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI
Teen Fiction{SEASON 2 DARI LANGIT!} Not BL/BXB Update sesuai mood🙂 Dikehidupan pertamanya mempunyai kakak seorang lesbian membuat Lang harus menderita karena ulahnya, pernah mengalami buta dan ingin mati saja adalah keinginannya, tapi sayang keinginannya harus...