CHAPTER 03

4.3K 283 6
                                    

_selamat membaca_

Terhitung sudah tiga hari Neels lepas dari kejadian sial itu dan kini dia bisa tertawa renyah lagi bersama anggota inti Orion Disaster.

Lelaki yang duduk diantara teman-temannya dengan kening masih ditambal perban itu sedang mengadakan pesta kecil-kecilan. Simbol perayaan untuk kebebasannya karena kedua orangtuanya harus pindah ke Paris meninggalkan dia seorang diri.

Dentingan gelas dan botol serta dentuman musik seolah menyatu dengan debaran jantung yang mulai terpengaruh efek alkohol.

Ponsel diatas meja terus bergetar dan dia hanya melirik sekilas seolah sudah paham apa yang akan dihadapi setelah menurunkan supir pribadinya ditengah jalan dan menggadai mobil yang digunakan untuk aksesnya ke kampus demi pesta di Bar langganannya.

"Bokap lo Neels." kata Matteu yang sadar dengan getaran handphone kaptennya.

"Diemin aja, paling juga ngomel." balas Neels santai, teramat santai lalu menenggak air pusing langsung dari botol.

"Woah... Hold on... Hold on..." kata Jorrel melihat aksi Neels.

"Jangan over Neels." Onic memperingati.

"I know..." Neels menyeringai. "I know my limits, okay?" lanjut Neels dan teman-temannya hanya menggeleng.

Jarum jam terus berputar dan mereka mulai bersiap-siap untuk kembali ke rumah masing-masing. Onic melihat Neels yang pipinya mulai memerah.

"Tipsy...?" tanya Onic dan anggota yang lain menatap kaptennya.

"A little." Matteu dan Jorrel menahan tawa mendengar suara Neels yang mulai kaku.

Mereka berdiri, berjalan beriringan keluar dari bar menuju parkiran sembari bercanda.

"Lo sama gue aja Neels." ucap Onic.

"Matteu lagi... Matteu lagi..." keluh Jorrel. Matteu hanya menatap datar sedangkan Onic dan Neels terkekeh.

"Panggil taksi kalo gak mau sama gue." putus Matteu dengan nada gurauan namun wajah datar.

"Oke... oke..." Jorrel segera masuk ke kursi penumpang. "Ayo woi..."

"Gue duluan Neels, Nic." keduanya mengangguk dan Matteu segera masuk mobilnya, melaju meninggalkan parkiran disusul Onic yang mengantarkan Neels.

Onic melirik Neels yang bersandar dikursi penumpang dengan mata memejam.

"Pusing Neels?"

"Sedikit."

"Lo terlalu berlebihan, tadi udah diingetin."

"Calm down... Cuma sedikit over dari biasanya." jawab Neels dengan suara yang mulai diseret namun masih mencoba mengendalikan kesadarannya.

"Kapan orangtua lo berangkat?"

"Tadi waktu nelpon."

Onic melotot dan menginjak remnya membuat Neels sedikit terhuyung ke depan.

"What's wrong, damnit..?!" tanya Neels kesal.

"Lo bakal pisah sama orangtua lo, beda negara, gak ketemu dan lo gak nganter ke airport malah lanjut minum sama kita?"
Onic sangat paham bagaimana sifat Neels tapi dia tidak menyangka sikap acuhnya akan sejauh ini.

"Tenang aja... mereka gak bakal perduli, yang penting kuliah gue aman."

Onic menggelengkan kepala dan kembali melajukan mobilnya menuju mansion Neels tanpa sepatah kata.

Dan disisi lain seorang pria matang mengenakan kemeja putih yang menonjolkan kegagahannya dengan celana bahan sedang duduk dimansion milik sahabat orangtuanya.

Hari ini adalah ulangtahunnya dan dia barusaja mendapat hadiah yang tidak pernah disangka-sangka sebelumnya. Hadiah yang membuat bahunya mengemban beban semakin berat.

Diberi tanggung jawab mengurus perusahaan sahabat daddynya dan bertunangan sepihak dengan seorang pemuda yang belum pernah dia temui sebelumnya. Sungguh hadiah yang besar dan memusingkan, batinnya.

Dan saat ini dia sedang mempelajari berkas-berkas perusahaan yang mulai besok akan beralih dibawah wewenangnya sembari menunggu tunangannya. Pandangannya beralih ke jendela saat sorot mobil memasuki pelataran mansion.

Dia berdiri, meletakkan berkas dimeja lalu mengangkat tangan saat melihat maid menuju ke pintu.

"Biar saya saja, kamu istirahatlah." ujar Raysen sembari melangkah tegas menuju kearah pintu dan segera membukanya.

Netranya memindai dua pemuda yang berdiri didepan pintu dengan salah satunya yang sudah tidak mampu menjaga keseimbangan tubuhnya sendiri dan dia segera mengambil alihnya.

"Kau bisa pulang." ucapnya tidak ada nada ramah sama sekali.

Onic diam, mengangguk hormat dan berbalik menuju mobil sedangkan Raysen memapah Neels untuk masuk dan segera menutup pintu tanpa menunggu Onic benar-benar pergi.

"Mau muntah.."

"Hold___" Raysen memejam tabah menahan napas tatkala Neels muntah didadanya sebelum dia menyelesaikan ucapannya. Rasa hangat dan bau alkohol yang menyengat membuatnya cukup kesal.

Dia menunduk dan kembali memejam mengernyitkan hidung melihat bentuk makanan yang hampir hancur menempel di kemeja mahalnya.

"Tuan..." ucap maid yang mulai mendekat sembari membawa kain lap.

"Saya sudah meminta anda untuk istirahat, bukan?" Raysen melirik kain yang dibawa maid. "Tapi terimakasih."

Raysen meraih kain dan membersihkan bekas muntahan Neels didadanya.

"Tolong tunjukkan kamarnya." maid mengangguk kecil dan memimpin jalan menuju kamar Neels yang ada dilantai dua.

Maid sesekali melirik ke belakang tatkala mendengar decakan Raysen saat Neels tidak bisa kooperatif. Pria dewasa itu tidak sabar, dia angkat tubuh Neels ala bridal dan segera menaiki tangga memasuki kamar Neels. Ia merebahkan lelaki cantik itu di ranjang king sizenya.

"Saya boleh minta tolong?" ucap Raysen pada maid dan maid mengangguk.

Raysen melepas kemejanya dengan sedikit mengernyit tak nyaman.

"Besok cucikan kemeja saya sebelum saya pulang." pintanya melepas kemeja dan memberikannya pada maid.

"Baik tuan, ada hal lain yang bisa saya lakukan?"

"Tidak." maid mengangguk.

"Kalau begitu saya permisi tuan."

Maid beranjak keluar kamar dan menutup pintu, meninggalkan Raysen dan Neels berduaan dikamar sedangkan Raysen duduk disingle sofa yang menghadap langsung kearah ranjang.

Dia amati Neels yang bergerak tak nyaman diatas ranjang dengan rengekan kecil yang menyebar diseluruh kamar sunyi itu. Ia kembali menghela napas lalu mendekat ke ranjang.

"Kau benar-benar merepotkan semua orang, kau tau?" ujar Raysen duduk ditepi ranjang dan meraih segelas air diatas nakas.

Dia meraih tengkuk Neels dan sedikit mengangkatnya lalu memberinya minum, merebahkan Neels dan kembali ke tempat semula.

Tatapannya sulit di terjemahkan namun semua himbauan bencana dari orangtua Neels mulai muncul didepan mata. Dia menyisir rambutnya dengan sela-sela jari sembari mendesah frustasi.

Welcome little brat. Sapa Raysen pada Neels yang tak sadarkan diri lalu memejam memijit pelipis.



~°°~
Vote dan komen?

Sudah? Terimakasih my ladies.

RODE || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang