CHAPTER 59

2.4K 195 48
                                    

_Selamat membaca_

Neels berbalik tubuh saat mendengar pintu mansion dibuka dan dia melihat maid yang mengurusnya sedari bayi berjalan mendekat.

"Ya Tuhan tuan... Apa yang terjadi?" 

Pertanyaan itu membuat dada Neels semakin sesak dan kedua sudut bibirnya melengkung ke bawah. Tanpa bertanya lagi maid segera membawa Neels masuk ke mansion dan menggandengnya menuju kamar.

"Tolong temani Neels, bi." kata Neels melangkah lemas menuju ranjang.

Hati maid sesak mendengar suara Neels yang begitu lemah dengan tatapan kosong, baru kali ini dia melihat tuannya nampak berantakan.

 Wanita paruh baya itu menghampiri Neels yang terduduk dilantai tepi ranjang, dia segera menarik tuannya untuk masuk ke dekapannya. Mengusap surai hitam tuannya.

"Ada apa tuan?" bukannya menjawab, Neels justru terisak dan maid semakin mengeratkan pelukannya.

Maid itu memejam saat Neels mencengkram lengannya erat-erat seperti sedang mencari pegangan dari hantaman badai besar.

Dia terus menangis tanpa suara, punggung lebarnya membungkuk gemetar hebat menahan suara isakannya.

"Naik ke tempat tidur ya tuan?" ujar maid namun Neels menggeleng. "Perlu saya telponkan tuan besar?" Neels kembali menggeleng dan maid memutuskan untuk bungkam.

Dia tak berniat melepas pelukannya pada Neels, dekapannya begitu hangat dan aman seperti seorang ibu yang melindungi putranya dari kerasnya dunia.

"Lebih baik tuan istirahat." kata maid saat sinar fajar mulai menyapa dari balik tirai.

Maid membantu Neels untuk bangkit dan membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur lalu keluar dari kamar.

Lelaki cantik itu masih termenung, semua ucapan Raysen yang perlahan-lahan menikamnya masih berputar dikepala.

Dia menghela napas berat, tenggorokannya terasa sakit karena menangis tanpa suara namun dia mengacuhkannya. Menyiksa diri sendiri atas kecerobohannya.

.

.

.

Siang dan malam terus berganti dan terhitung sudah 2 hari Neels berada dimansion orangtuanya. Selama itu dia tidak beristirahat dengan baik, jam tidurnya berantakan.

Hal itu membuat kondisi tubuhnya yang belum pulih kembali melemah dengan wajah yang pucat pasi.

Dia terlalu dalam memikirkan ucapan Raysen yang begitu melukainya. Janji tentang membicarakan masalah apapun dengan baik-baik seolah hanya bualan semata.

Neels merogoh tas untuk mencari ponsel yang telah diabaikannya selama dua hari ini.

Dari banyaknya notifikasi dia tidak menemukan satu pesan pun dari Raysen dan itu terasa semakin menyakitkan, seperti duri bunga yang mencabik-cabik hatinya.

 Setelah berpikir beberapa menit, dia membuka roomchat Ponce dan segera mengirim pesan dengan tangan yang mulai gemetar.

 Setelah berpikir beberapa menit, dia membuka roomchat Ponce dan segera mengirim pesan dengan tangan yang mulai gemetar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RODE || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang