_Selamat membaca_
Sepasang pengantin baru sedang berlari mengelilingi taman sejak satu jam yang lalu dan langkah Neels mulai lemas mengikuti Raysen yang malah nampak segar dengan beberapa keringat membasahi wajahnya.
Raysen memutar separuh badan sembari berkacak pinggang menatap suami cantiknya sedang membungkuk dengan kedua tangan di lutut. Dia menghela napas dan menghampiri Neels.
"Aku menyerah... AKU MENYERAH...!!" pekik Neels sedikit merengek.
"Kamu terlalu sering minum."
Neels berdiri tegak dan bergerak duduk di kursi taman. Dia mengatur napas dengan bersandar di kursi.
"Itu gak ada sangkut pautnya."
"Jelas ada Neels... Alkohol tidak baik jika kamu meminumnya terlalu sering."
"Mimpi burukku di mulai Tuhan..." keluh Neels dan Raysen duduk disampingnya.
Neels menatap suaminya dengan sorot penuh selidik namun Raysen hanya diam beberapa saat sambil menimang sesuatu.
"Kita perlu bicara." ucap Raysen yang tidak di harapkan Neels.
"Masalah mabuk ku semalem? Ayolah paman... Aku udah 23 tahun, itu legal kan?"
"I know that... Tapi bukan sekedar itu yang perlu kita bicarakan, ini lebih kompleks terutama untuk kita kedepannya." Neels menatap heran pada suaminya.
"Paman mengajakku diskusi tentang rumah tangga sepagi ini?" Neels membuang napas kasar. "Bahkan ini lebih mengerikan dari secangkir kopi dipagi hari dengan tema saham yang sedang trend." gumamnya kecil.
"Apa? Kamu bilang apa?" tanya Raysen menyakinkan apa yang barusaja didengarnya.
"Nggak, gak ada." singkat Neels menatap kedepan.
"Baiklah saya akan mulai."
"Gak bisakah pake bahasa yang lebih santai? Aku ngerasa ada di rapat outdoor." cibir Neels melirik suaminya dan Raysen menarik napas, emosi paginya sedikit terpancing.
"Oke aku akan berusaha santai dengan gayaku, bukan gayamu. Jadi begini, kita sudah menikah, kan?" Raysen melirik Neels sekilas dengan ekspresi yang lebih santai.
"Hmm... Trus?" jawab Neels masih menatap lurus kedepan.
"Aku tau pernikahan ini hanya karena perjodohan___ wait... Bisakah kamu menghadapku saja?"
Neels berdecak tapi juga menuruti Raysen. Kini mereka duduk berhadapan, saling bertatapan dengan suasana taman yang sepi di pagi hari dan entah mengapa Neels merasa ada sengatan sesuatu di dadanya tapi dia pandai menyembunyikannya.
"Oke thanks, aku akan melanjutkannya." ucap Raysen menatap mata Neels. "Aku tau hubungan kita hanya sebatas perjodohan dengan perbedaan umur yang cukup jauh tapi aku ingin mulai sekarang kita saling membuka diri."
Neels mengerutkan alis dengan prasangka buruk.
"Agar paman lebih gampang ngontrol hidupku?"
"Tolong jangan berpikir buruk,aku belum selesai bicara." Neels mengangguk.
"Lanjutin aja." Raysen mengatur napas, mencari kata yang tepat agar mudah dipahami suami cantiknya.
"Aku ingin kita mulai saling membuka diri, apa yang membuatmu suka atau tidak, nyaman atau tidak dan sebagainya."
"Okay." Singkat Neels acuh.
"Okay...? Hanya okay? Kamu tidak merasa ada sesuatu yang harusnya mulai kamu bagi padaku?"
"Apa? Aku tidak punya apapun untuk dibagi."
Raysen menarik napas dalam dan membuangnya kasar.
"Alasanmu seperti ini." Raysen menatap dalam. "Aku tau kamu bertindak seperti ini pasti ada alasannya." Neels terkekeh.
"Ada tapi menurutku gak penting juga. Mau aku bagi cerita pun kayaknya gak bakal ngubah apapun karena gak bakal ada yang mengerti kalo dia gak ngalamin hal yang sama."
"Aku bisa, aku akan berusaha mengerti."
Neels meneliti kesungguhan ucapan Raysen, mencari ketulusan dari sorot matanya lalu menghela napas saat tidak merasakan adanya sirat manipulatif dan semacamnya.
"Intinya aku gak mau jadi pengusaha, itu bukan passionku dan penolakan keras dari daddy yang membuatku seperti ini. Semua orang punya cara untuk berontak dan begini caraku." Raysen mengernyit.
"Daddy Off?" Neels mengangguk lalu tersenyum, mengalihkan pandangan ke sekitar.
"Dari kecil aku suka miniatur mobil sampai saat umurku 10 tahun aku bilang ke papa, aku mau jadi pembalap auto racing atau drifting seperti yang aku jalani sekarang." Neels melirik Raysen sekilas. "Paman pernah gak sih suka banget sama sesuatu trus di janjiin bisa dapetin itu asal ada syaratnya, pasti melekat di hati, kan?"
"Pernah dan itu memang melekat di hati sampai semuanya terwujud." Neels mengangguk.
"Tapi aku gak terwujud." Neels tersenyum tipis. "Daddy janji aku bisa jadi pembalap asal aku sekolah yang bener dan aku usahain itu. Aku belajar giat, ikut les kesana kemari sampe hampir frustasi dan sering kecapean, menangin segala olimpiade demi janji daddy dan waktu aku hampir lulus high school daddy bilang aku harus nerusin perusahaan dan nentang aku jadi pembalap."
"Kalian tidak berunding? Mencari opsi terbaik dari masing-masing pihak?"
"Sudah dan daddy tetep nolak. Aku saranin jalan tengah, aku bakal urusin perusahaan tapi juga tetep jalanin balap tapi tetep di tolak, daddy tutup mata tutup telinga. Dia lebih egois dan lebih keras dari yang di tunjukin."
"Mungkin karena daddy tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk."
"I know...!! But..." Neels menjeda ucapannya saat intonasinya mulai naik. "Simpelnya tuh gini, paman lagi perjuangin project karena keuntungannya sangat paman idam-idamkan. Paman nglakuin cara apapun buat dapetin itu tapi pas menang tender paman gak dapet apa-apa, kecewa gak?"
"Tentu, itu tidak adil."
"Dan itu yang aku rasain. Aku kecewa, aku capek selalu wujudin rasa haus daddy tentang pencapaian tapi aku gak dapet apa yang aku mau."
"Bagaimana dengan papa? Papa tidak membujuk daddy?"
"Daddy itu keras dan papa gak berani nentang daddy."
"Jadi kamu yang akhirnya mengalah dan di paksa untuk mengerti?" Neels mengangguk.
"Dan bukan hanya tentang perusahaan tapi tentang semua hal. Jadi wajar kan kalo aku capek? Dan sampe sekarang pun daddy gak perduli gimana keadaan dan perasaan aku, yang dia perduliin cuma prestasiku bagus dan gak mencoreng reputasinya."
"Itu alasanmu selalu membantahku? Karena aku mengutamakan reputasiku seperti daddy?"
Neels terkekeh menyeringai.
"Ya... Aku muak dengan itu." ucapnya terkekeh miris.
"Baiklah aku mengerti sekarang, aku tidak ingin menghakimimu meskipun menurutku caramu tidak sesuai prisipku."
"I don't care about it." Raysen menyeringai.
"I know... Itu sifatmu, masa bodoh dalam segala hal." Neels terkekeh. "Dan aku rasa kita bisa membuat kesepakatan dengan hal ini."
~°°~
Vote dan komen.Sudah? Terimakasih my ladies.
KAMU SEDANG MEMBACA
RODE || JOONGDUNK
FanfictionAREA DILUAR ASTEROID🔞🔞🔞 Didunia ini semua orang memiliki jalan berbeda-beda tergantung pelakunya, seperti jalan hidup yang di pilih pemuda 23 tahun, Neels. Dia memilih kehidupan bebas dan tidak mengenal penantian. Namum, tiba-tiba muncul pria wor...