CHAPTER 08

3.5K 268 5
                                    

_Selamat membaca_

Malam semakin larut dan hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang dengan jarak yang cukup jauh. Lampu jalanan menyala secara otomatis mengikuti lajur mobil yang lewat.

Dan suasana didalam Bentley hitam yang melaju sedang itu cukup kental dengan ketegangan, udara seakan berderak dengan kata-kata yang tak terucapkan. Kedua insan itu duduk diam, tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

Tidak ada yang mau memecah keheningan yang menyelimuti mereka, yang terdengar hanyalah dengungan mesin dan desisan lembut AC. Jelas terlihat ada konflik diantara mereka, alasannya cukup terasa dalam keheningan yang terus berlanjut.

Raysen yang berada dibalik kemudi berbelok memasuki gerbang mansion mewah milik tunangannya dan dia segera menuju ke halaman mansion.

"Kita perlu bicara." tegas Raysen menoleh pada Neels sembari mematikan mesin.

"Soal apa? sikap lo yang suka memerintah itu?" jawab Neels sambil melepas seat beltnya lalu segera turun dari mobil dan berjalan cepat memasuki mansion.

Raysen menghela napas dan bergegas mengejar Neels yang baru melewati pintu utama.

"Ini bukan lelucon." ujar Raysen naik satu oktaf.

Neels menghentikan langkahnya dan berbalik memandang Raysen yang melangkah tegas kearahnya.

"Kamu ditangkap lagi dan ini kasus kelima mu, sebenarnya apa yang ada dipikiranmu?" ujar Raysen berusaha menjaga emosinya.

"Gue cuma seneng-seneng, apa masalahnya?" Raysen menyipitkan pandangan.

"Masalahnya adalah kamu menempatkan dirimu dalam bahaya dan membuat saya terlihat buruk, apa yang harus saya katakan pada orangtuamu nanti? Setidaknya tumbuhlah dewasa dan mulailah mengambil tanggung jawab atas tindakanmu."

Neels mendengus kesal dan memutar matanya saat merasa Raysen mulai masuk ke wilayahnya.

"Oh God... Kata-kata ini lagi yang harus gue denger dari mulut oranglain selain daddy, bisa gak lo langsung ke bagian ceramahin gue dan ngasih tau gue betapa mengecewakannya dirimu tanpa kata-kata itu?" ujar Neels dengan sedikit nada ejekan.

Sekali lagi Raysen menarik napas dalam-dalam, berusaha mempertahankan ketenangannya.

"Saya tidak bermaksud menceramahimu, saya berusaha membantumu tapi sepertinya kamu malah tidak perduli dengan siapapun atau apapun kecuali dirimu sendiri dan keinginan egoismu." sarkas Raysen dengan tenang dan Neels hanya memutar matanya lagi.

"Oh come on... Gue tau lo cuma iri karena gue tau caranya bersenang-senang sedangkan lo nggak."

"Sayangnya saya tidak punya waktu untuk permainan kekanak-kanakanmu. Saya punya tanggung jawab dan reputasi yang harus saya junjung tinggi. Dan kamu mempersulitnya."

Neels menyeringai mendengar ucapan Raysen.

"Karena satu-satunya yang lo punya cuma reputasi, duduk didalem ruangan sampe punggung dan mata lo sakit tanpa tau caranya bersenang-senang. Gue sering pergi ke Bar ataupun Club ternama buat nikmati hidup dengan party dan gue gak pernah liat batang hidung lo tuh." ucap Neels panjang lebar dan Raysen menarik napas sebelum bicara.

"Besok malam ikut dengan saya, suka atau tidak. Saya akan menunjukkan bagaimana cara saya berpesta dan saya jamin itu lebih berkelas daripada pestamu yang hanya berteriak dan berjoget tak pantas." tegas Raysen membuat Neels semakin kesal.

Lelaki cantik itu bergegas berbalik tubuh, melangkah cepat menaiki tangga dan masuk ke kamarnya sedangkan Raysen bergerak duduk diruang tamu.

Gurat kelelahan dan stres terpatri jelas diwajahnya namun tetap memancarkan rasa kewibawaan dan kekuatan. Matanya terasa terbakar dengan intensitas yang melebihi lelahnya.

Satu-satunya gerakan yang ada hanyalah naik turunnya dadanya dengan mantap saat dia menarik napas dalam-dalam, berusaha mempertahankan ketenangannya.

Duduknya seperti singa yang terperangkap didalam sangkar, siap menerkam jika ada provokasi sekecil apapun namun entah bagaimana caranya dia masih tetap berhasil mengendalikan emosinya.

Waktu terus berjalan dan dia memijit pangkal hidung lalu merogoh ponsel disaku mantelnya, mengirim pesan pada Est sebab rasa penasaran yang semakin membara.

Waktu terus berjalan dan dia memijit pangkal hidung lalu merogoh ponsel disaku mantelnya, mengirim pesan pada Est sebab rasa penasaran yang semakin membara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raysen mengantongi ponselnya dan bergegas keluar mansion untuk mengambil kotak obat dimobilnya lalu kembali memasuki mansion.

Menarik langkah tegas dan lelahnya menaiki tangga dan masuk ke kamar Neels. Netranya menatap datar kearah ranjang, melihat tunangannya terbaring hanya mengenakan boxer dan kaos lekbong.

Dia berjalan mendekat, dan duduk ditepi ranjang menghela napas pelan. Membuka kotak obat dan sesekali menatap wajah cantik Neels yang terdapat beberapa luka.

"Apa yang harus saya katakan pada tuan Off." gumam Raysen mulai mengobati luka Neels.

Neels yang sudah terlelap itu mengernyit saat merasakan sesuatu diwajahnya namun dia enggan membuka mata karena sudah cukup lelah dan mengantuk.

Raysen mengobati luka Neels dengan lembut sembari menatapnya penuh iba dan sedikit kesal saat mengingat sifat Neels yang begitu keras kepala.

"Saya akan mencoba membicarakan ini dengan orangtua saya." ucapnya lalu beranjak dari duduknya, melangkah keluar dan bergegas menuju mobil untuk beristirahat di mansion orangtuanya.

~°°~
Vote dan komen.

Sudah? Terimakasih my ladies.

RODE || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang