CHAPTER 62

2.8K 214 27
                                    

_Selamat membaca_

Pov Neels

Cinta. Satu kata yang dulunya sempat asing di telinga tapi tiba-tiba datang menggulung kesepian yang menggema.

Setiap detiknya menghadirkan debar bising tatkala berada disekelilingnya. Terlebih saat aku menemukan wajah datar yang menyimpan raupan emosi tertahan, suka sekali aku menggodanya. Lucu ku lihat wajahnya yang merah padam dengan lidah sarkasme dan sikap dominannya.

Kolot, satu kata yang muncul dikepala saat pertama kali melihatnya dan sampai beberapa waktu lalu menjadi panggilanku untuknya ketika dia berhasil membuatku kesal.

Jika menarik benang kusut yang lalu, aku masih ingat betul bagaimana caraku menolaknya, caraku mendorongnya menjauh dan tingkahku yang menguji sabarnya. Sempat ku lihat dia mulai goyah namun semua berakhir sama, dia tidak pernah bergeser dari tempatnya.

Sampai di titik dia menemukan celahku. Celah yang tidak ingin aku tunjukkan pada siapapun, tapi sialnya dia berhasil menerobosnya. Dia menemukan jalannya dan menggenggam manusia tersesat ini. Aku memujanya, menjadikannya satu-satunya orang yang ku andalkan.

Kata-kata manisnya meyakinkan, memberiku rasa aman sampai aku berani bergantung padanya. Aku berani berdiri diatas es tipis yang kapan saja bisa menjerumuskanku pada kedinginan yang menyakitkan.

Aku menganggap semuanya baik-baik saja hingga aku berani menumpukan seluruh hidupku padanya dan es tipisku perlahan retak, pijakanku hancur. Aku terjerembab dalam kedinginan, aku tenggelam, aku tidak bisa bernapas dan aku mati.

Pov author

penjebaran sempurna yang dibalut duka. di restui rintik gerimis yang menghantam jendela kaca. Neels berdiri disana, didepan jendela kamarnya.

Tidak ada sesal dihatinya. Namun jika waktu dapat diulang, dia lebih memilih tidak mendamba sejak awal.

Hampa. Semua terasa kosong, kadangkala hanya diisi pekikan-pekikan yang menghantam kewarasannya, mematikan senyum dan tawanya.

Wajah merah padam menahan emosi dengan lidah sarkasme yang dulu begitu menyenangkannya kini menjadi salah satu ketakutannya setelah teriakannya beberapa hari yang lalu.

Bahkan seruan orang-orang yang di cintainya masih begitu segar diingatan, rasanya mereka enggan mengering dengan segera.

Semua berteriak lantam bahwa dirinya tak berguna hingga lelaki cantik itu berpikir apa hidupku memang semenyedihkan itu.

Dia mengalihkan pandangan kearah pintu yang di buka seseorang.

"Hey." lembut suaranya namun menyayat rasanya.

Neels bergeming datar, tidak ada ekspresi bahagia seperti biasanya. Tatapan kosongnya tertuju pada pria yang nampak berantakan dengan darah disudut bibir dan lebam di wajahnya.

"Can we talk?" tanya Raysen ragu-ragu.

Senyap. Lelaki cantik itu tidak memberi tanggapan apapun dan Raysen nampak semakin hancur melihat tatapan yang kemarin penuh cinta kini menjadi tatapan kosong tak bernyawa.

Raysen menarik napas sesak. "Neels, please answer my question, can we talk?" suaranya tegang dan memohon. Neels tetap diam.

Raysen menggigit bibir bawahnya, rasa takut mulai menyerbu.

"P-please just say something, beritahu aku bahwa kamu mendengarkanku." suaranya mulai gemetar.

Neels tetap diam, dia hanya berdiri ditempat yang sama tanpa pergerakan dan suara. Kepasifannya begitu menyiksa Raysen.

RODE || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang