CHAPTER 53

2.1K 172 19
                                    

_Selamat membaca_

Neels menghentikan Aston Martin pemberian Raysen diparkiran club langganannya dan disusul anggota inti Orion.

Mereka melangkah bersama memasuki club, duduk disatu meja dekat lantai dansa. Neels menggerakkan kepala dan Jorrel bangkit, melangkah kearah bar.

"Tumben lo Neels... Gak takut ketangkep paman?" tanya Onic menatap Neels yang bersandar ke sofa.

"Lagi kesel gue sama dia."

"Kenapa? Ngelarang lo lagi?" tanya Matteu.

"Telat jemput gue." dua orang itu melongo mendengar sebab kekesalan Neels.

"Perkara telat jemput doang?" heran Onic.

"Apaan sih?" sambung Jorrel yang baru tiba bersama waiter.

"Nih kapten lo jadi labil banget gara-gara bersuami." cibir Onic dan Jorrel menatap ketiga sahabatnya bergantian.

"Ngambek gara-gara suami telat jemput." Matteu menimpali dan Jorrel terbahak.

"Sialan lo Neels... Bahaya banget ni anak kalo udah keserang virus cinta."

"Diem lo...!!!" ketus Neels membuat ketiga sahabatnya tertawa.

"Tapi gue juga seneng sial." Onic mengernyit. "Gue ketemu sama Boss waktu latian tadi."

"Lo udah mulai latian?" tanya Onic.

"Lo kira si paman kolot telat jemput gue dimana kalo gak di sirkuit." Neels melirik sinis. "Tapi gue juga bersyukur dia telat hahahahaha..."

"Jadi yang bener lo marah apa bersyukur?" Jorrel bersuara.

"Dua-duanya... Gara-gara paman telat gue jadi dianter Boss." ungkap Neels dengan senyum lebar dan ketiga sahabatnya kembali melongo.

"Lo dianter Boss...? Drifter keren itu?" tanya Onic tak percaya.

"Iya hahahaha... Hoki banget gue." sahut Neels santai sembari menuangkan alkohol ke dalam gelas.

Ketiga sahabatnya diam, menatap tak percaya pada Neels yang beberapa menit tadi nampak kesal.

Lelaki cantik itu bersiap menenggak alkohol digenggaman namun tangannya lebih dulu dicekal saat tepi gelas hampir menyentuh bibir.

Dia menengadah, mata bulatnya melebar melihat Raysen menjulang tinggi di belakangnya. Wajah sumringah beberapa detik lalu menghilang, berganti dengan ekspresi masam.

"Tidak ada alkohol malam ini sweetheart." ucap Raysen tegas lembut.

Raysen mengarahkan tangan Neels untuk meletakkan gelas keatas meja lalu melepas cekalannya sembari menatap satu persatu kawan Neels yang memalingkan muka.

"Udah dituang, harus di minum." kata Neels.

Dia berniat meraih gelasnya lagi namun Raysen segera menyambarnya, menenggak air pusing milik Neels.

"Done." ucapnya menatap Neels.

Tangan Neels terulur untuk meraih botol dan Raysen segera menghentikannya. Membawa telapak tangan Neels ke bibirnya, memberi kecupan kecil.

"Berhenti bersikap keras kepala sweetheart."

Neels melirik ketiga sahabatnya dan bergerak salah tingkah, pipinya bersemu merah. Dia malu.

"Kita pulang lebih dulu." kata Raysen menatap sahabat Neels dan mereka mengangguk bersama.

Raysen menarik pergelangan tangan Neels dan membawanya ke parkiran, mendekati Est yang berdiri disisi mobil tuannya.

"Bawa mobil saya." titah Raysen dan Est mengangguk kecil.

Raysen menarik Neels menuju Aston Martin putih. Dia memeluk pinggang Neels dengan satu tangan dan tangan yang lain merogoh saku celana Neels untuk mengambil kuncinya.

Dia membantu Neels untuk masuk, memutari mobil lalu segera melaju setelah posisinya cukup nyaman di belakang kemudi.

Keduanya diam dengan emosi pun ego masing-masing. Tidak ada percakapan yang menemani mereka hingga sampai di penthouse.

"Duduk diruang tamu." titah Raysen setelah menutup pintu huniannya.

Neels mendengus namun juga menuruti ucapan suaminya. Dia duduk disofa dan Raysen duduk disampingnya.

Dia menepuk paha, mencengkram lengan Neels lembut dan membawanya duduk dipangkuan.

"Ingin membuatku marah, um?" Neels diam. "Kenapa ke club?"

"Stop mata-matain aku." 

"Aku tidak memata-mataimu, aku memang ada disana untuk jamuan minum dengan klien." Neels mendengus kesal.

Raysen melingkarkan lengannya ke pinggang Neels, mengusap punggungnya lembut.

"Siapa yang mengantarmu tadi?" terdengar nada tak suka dari pertanyaan Raysen.

"Boss." senyum Neels merekah dan Raysen mengangkat satu alisnya. "Drifter nomor satu___ eemm...."

Neels meronta tatkala kuncupan jemari Raysen membungkam bibirnya, dia mengerutkan alis dengan tatapan protes namun nampak lucu dimata Raysen.

"Berani sekali bibir ini memberi senyuman menggelikan untuk pria lain hm...." kata Raysen lalu menjauhkan tangannya.

"Trus mau nyalahin aku..?" nada bicara Neels merendah tatkala Raysen tiba-tiba bersembunyi dilekuk lehernya.

"Kamu mengenalnya?" nadanya dingin.

Raysen mengeratkan pelukannya, memberi kecupan kecil dileher Neels dan lelaki cantik itu menegang.

"A-aku... Dia... Dia drifter terkenal."

"Kamu berani pergi dengan orang yang baru kamu kenal Neels?" 

Rasa jengkel Neels datang lagi, dia mendorong Raysen dan membuat pria tampan itu menjauh dari lekuk leher favoritnya.

"Kenapa jadi paman yang marah? Dari awal paman kan yang salah. Ponce udah hubungin paman, aku juga tapi gak paman respon kan?" tanya Neels menggebu-gebu meluapkan kekesalannya.

"Setidaknya tunggu sebentar. Bukankah setelahnya aku menelpon___"

"Are you kidding me...?" tanya Neels dengan nada mengejek. "Yang bener aja lah... Aku harus nunggu sendirian kayak orang bego disana dan gak tau sampe kapan. Pikiran egois apa ini." cibirnya dan Raysen menghela napas kasar.

"I'm so sorry... Terlalu banyak yang harus aku tangani hari ini."

"Kalo emang sibuk tuh ngomong, jadi gak usah sok-sokan nganter dan bikin aku nunggu."

"I'm sorry sweetheart..." Raysen mengusap punggung Neels dan mengecup pipinya.

"Gak usah cium-cium, aku masih marah." ketus Neels mengusap bekas bibir Raysen.

"Apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkanku, em?"

"Pijit kakiku, aku capek berdiri nunggu kamu."

Raysen menahan senyum. "Baiklah... Turun dari pangkuanku." katanya sembari mengeratkan pelukan.

Raysen terbahak saat Neels memukul lengannya, dia melepas pelukannya dan Neels merebahkan diri disamping Raysen dengan kaki diatas pangkuannya.

"Aku yang lelah bekerja, aku juga yang harus menjadi pelayan." gerutu Raysen menggoda Neels, dia mulai memijit kaki suami cantiknya.

"Gak usah protes, ini hukuman buat paman."

"Apa hadiahnya?"

"Gak ada...!!!"

"Hahahaha... Setidaknya beri aku satu ciuman." 

"Nggak...!!!"

Keduanya tertawa dan mulai saling menggoda dengan Raysen yang terus memijit kaki Neels.







~°°~
Vote dan komen.

Sudah? Terimakasih my ladies.

RODE || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang