CHAPTER 12

3.3K 238 5
                                    

_Selamat membaca_

Raysen sampai didepan gedung hunian mewah dan dia menengok kesamping untuk memeriksa Neels yang telah memejam.

"Hei..." ucap Raysen menggerakkan tangannya didepan mata Neels namun lelaki cantik itu tidak berkutik.

Raysen menghela napas lalu menusuk pipi Neels dengan jarinya dan Neels tetap tidak terganggu.

"Astaga... Selain berandal kamu juga sangat menyusahkan." gerutu Raysen.

Dia akhirnya melepas jas dan bergegas turun lalu memutari mobil, membuka pintu penumpang. Ia menggulung lengan kemejanya dan mengangkat Neels sedemikian rupa kemudian memasuki gedung.

"Tolong parkirkan mobil saya." pinta Raysen pada satpam lalu bergegas memasuki lift menuju lantai teratas.

Raysen menatap pantulan dirinya tengah menggendong bayi besar koala yang begitu melekat. Ia menunduk kecil tatkala mendengar gumaman lirih dari Neels.

"Mengigau?"

"Um...." sahut Neels dan Raysen hanya menatap datar.

Pintu lift terbuka dan langsung disambut pemandangan ruang tamu pertama. Langkahnya terarah menuju kamar tamu dan dia segera masuk, membaringkan Neels diatas ranjang.

Pria tampan itu membeku tatkala berniat menarik diri namun Neels tetap melingkari lehernya dengan erat.

"Lepaskan tanganmu." ucap Raysen menatap Neels yang memejam dengan jarak begitu dekat.

Ia mengamati bulumata Neels yang melambai pelan terkena napasnya lalu beralih ke hidung, bibir.

"Lepaskan." ucapnya menepuk tangan Neels.

Raysen menghela napas dan mencoba melepaskan diri namun Neels benar-benar tidak merelakannya pergi.

"Astaga..." gerutu Raysen mulai kesal dan kembali mencoba melepas tangan Neels yang melingkari lehernya.

"Guling gue Onic." Neels mengigau dan Raysen melotot.

"Apa maksudmu mengira saya guling, cepat lepaskan." ucap Raysen semakin kesal.

Punggung Raysen mulai terasa pegal karena terus membungkuk dan dia semakin memberontak namun Neels yang merasa terganggu menarik lingkaran lengannya membuat bibir mereka saling bertemu.

Raysen membeku dengan mata melotot kaget, napasnya seakan berhenti didetik itu juga. Dia menatap Neels yang memejam dengan jarak hanya beberapa inci.

Raysen yang tersadar segera memberontak kuat menghempaskan tangan Neels dan mundur beberapa langkah. Kilatan amarah nampak jelas dimatanya namun dia tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisi Neels yang sedang mabuk.

"Astaga." gumam Raysen memijit pangkal hidung dan segera keluar dari kamar.

Keesokan harinya

Neels melenguh, menggeliat kecil merasa tubuhnya sedikit sakit. Alasan satu-satunya adalah karena dia tidur dengan pakaian lengkap.

Ia membuka matanya perlahan, mengamati sekitar dengan pemandangan gedung-gedung tinggi dibalik jendela sembari memeriksa kelengkapan pakaiannya.

Dia segera bangkit keluar kamar setelah merasa aman. Matanya memindai ruangan dengan perabotan modern yang mewah nan penataan yang elegan.

Jendela kaca yang menawarkan pemandangan kota yang indah, lantai kayu keras berkilauan dibawah kaki dan beberapa karya seni abstrak digantung di dinding.

Jendela kaca yang menawarkan pemandangan kota yang indah, lantai kayu keras berkilauan dibawah kaki dan beberapa karya seni abstrak digantung di dinding

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Neels beralih kearah seseorang yang baru muncul dari ruangan lain dengan penampilan rapinya.

"Saya tidak sempat membuat sarapan dan saya harus segera pergi bekerja." ucapnya sembari memasang arloji.

"Ngapain lo bawa gue pulang kesini?" sewot Neels.

"Penthouse saya lebih dekat dari tempat pesta, terlebih sangat merepotkan membawa seseorang yang mabuk berat saat berkendara." jawab Raysen melirik sinis pada Neels.

"Lagian gue juga gak minta di anterin." celetuk Neels tanpa rasa terimakasih dan Raysen menghela napas.

"Ikut saya." tegas Raysen mulai melangkah.

"Gue belum cuci muka woi..."

"Tidak ada yang perduli, ikut saya." putus Raysen dan Neels mengikutinya.

Mereka memasuki lift dan Neels memposisikan dirinya disudut, memberi cukup jarak dan sesekali menatap punggung Raysen dengan perasaan kesal.

"Saya tidak bisa mengantar kamu__"

"Trus maksud___"

"Jangan memotong ucapan seseorang yang belum menyelesaikan ucapannya, perbaiki lagi mannermu." ujar Raysen tanpa menengok.

Neels berniat menjawab namun pintu lift terbuka lebih dulu. Raysen melangkah keluar diikuti Neels dan lelaki cantik itu melebarkan pandangan melihat jajaran mobil mewah tertata rapi.

 Raysen melangkah keluar diikuti Neels dan lelaki cantik itu melebarkan pandangan melihat jajaran mobil mewah tertata rapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mobil lo?" ucap Neels dengan perasaan takjub.

"Pilih salah satu."

Neels semakin melongo dan berjalan perlahan memperhatikan satu per satu supercar milik tunangannya. Jantungnya berdetak kencang saat melihat mobil impiannya terparkir ditengah-tengah.

"L-lamborghini Veneno." ucap Neels tergagap. "Gue mau ini." lanjutnya antusias.

Raysen berjalan mendekati lemari kaca, mengambil sebuah remote dan menekannya membuat Neels tersenyum sumringah saat mendengar suara alarm menggema.

Neels berjalan menghampiri Raysen dengan menengadahkan tangan.

"Saya akan memberikannya cuma-cuma tapi ada syaratnya."

"Katakan..." jawab Neels dengan mata terpaku pada remote yang menggantung diatas telapak tangannya.

"Jaga sikapmu, jangan membuat keributan dan jangan minum sampai mabuk." Neels terkekeh.

"Gampang, bisa diatur."

"Berjanjilah." tegas Raysen.

"Iya gue janji, ribet banget."

Raysen menggeleng kecil lalu menjatuhkan remotenya ke tangan Neels dan disambut tawa besar Neels memenuhi garasi.

Lelaki cantik itu berjalan cepat menuju mobil impiannya dan segera duduk dibelakang kemudi. Dia menyalakan mesinnya lalu tertawa senang sembari memeluk dan mengusap setirnya.

"Lo minjemin ke gue?" teriak Neels dengan kepala menyembul di sela pintu.

"Untukmu asal kamu menepati janji, tapi jika kamu melanggarnya maka saya akan mengambilnya kembali." jelas Raysen dan Neels kembali tertawa, dia jelas senang dengan gagasan mobil gratis yang diberikan Raysen.

"Gampang..." jawab Neels enteng.

Neels mulai menggerakkan mobil keluar dari tempatnya lalu berhenti di depan Raysen.

"Lo serius kan ini?" tanya Neels meyakinkan.

"Saya tidak pernah membual." Neels kembali tertawa.

"Thanks bro." ucap Neels menepuk-nepuk lengan Raysen dari dalam mobil lalu segera melajukannya.



~°°~
Vote dan komen.

Sudah? Terimakasih my ladies.

RODE || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang