CHAPTER 32

2.3K 173 4
                                    

_Selamat membaca_

Baik Raysen maupun Neels sudah berpenampilan rapi untuk memulai aktivitas mereka masing-masing. Raysen manarik koper keluar kamar, menemukan Neels yang sedang duduk menunggunya.

"Kenapa masih disini? Pergilah ke basement untuk memilih mobil yang ingin kamu gunakan." kata Raysen melangkah mendekat.

Neels menengok ke belakang, menggeser tubuh agar leluasa menatap Raysen yang mendekatinya.

"Bareng paman boleh gak? Lagi males nyetir."

Raysen mengangkat satu alisnya, berdiri dibelakang sofa dan Neels menengadah menatap Raysen yang menjulang diatasnya.

"Ada apa?" tanya Raysen datar sembari memeriksa kening Neels dan Neels menepuk tangannya.

"Aku gak demam, aku cuma pingin ngerasain jadi passenger prince kayak orang-orang."

"Okay... As you wish."

Neels tersenyum lebar dan segera beranjak dari duduknya mengikuti Raysen yang mulai melangkah keluar. Dia merasa sedikit kenyamanan setelah obrolan tadi pagi, ada rasa aman tersendiri setelah melihat respon Raysen yang tidak menghakimi seperti biasanya.

"Setelah selesai kelas segera kembali ke penthouse, jika bosan kamu bisa pulang ke rumah papa atau mima. Tidak ada kelayapan dan minum-minum saat aku tidak disini." ujar Raysen sembari memasuki lift dan menatap pantulan Neels yang berdiri disampingnya.

"Harus banget ya? Gak boleh mampir ke bengkel dulu gitu?" tanya Neels membalas tatapan Raysen lewat pantulan lift.

Raysen menghela napas dan mengangguk.

"Hanya mengobrol tanpa minuman apapun." putus Raysen.

"Sedikit wine?"

"No." tegas Raysen.

"Beer?" tanya Neels menahan tawa.

"No, Neels."

"Vodka?"

"Kamu mendengarku? Tidak ada minuman apapun atau aku akan kembali dan menyeretmu."

Bukannya takut ataupun jengkel seperti biasanya, Neels malah tertawa dengan respon Raysen yang terdengar lucu.

"You tease me?" Raysen menyipitkan mata.

"Hahahahaha... Sedikit bercanda, jangan terlalu kaku." kata Neels keluar dari lift dan Raysen hanya menggelengkan kepala.

"Mau naik yang mana?" tanya Neels berbalik tubuh.

"Pilih saja."

"Aku ingin naik rubiconmu, boleh kah?" Raysen mengangguk dan Neels berjalan cepat memasuki rubicon hitam.

Raysen menyusul, meletakkan koper dikursi belakang dan masuk ke bagian kemudi.

"Pasengger prince bebas lakuin apa aja kan?" Raysen melirik Neels sembari mulai melaju.

"Hmm... Whatever you want."

Neels tersenyum penuh arti, dia menyalakan musik namun tak kunjung menemukan lagu yang pas dengan seleranya. Di mendengus kesal tanpa perduli Raysen yang mulai terganggu.

"Apa mau mu Neels?" akhirnya Raysen buka suara.

"Selera paman terlalu kuno, mana handphone nya." Neels menengadahkan tangan dan Raysen mengerutkan alis dengan tetap menyerahkan ponselnya.

Neels mengotak-atik ponsel Raysen untuk menghubungkannya ke audio mobil dan memilih lagu dengan bassline yang berat. Dia meletakkan ponsel Raysen dan menatap keluar jendela dengan kaki mendarat di dashboard.

Baru tenang beberapa detik, dia mulai bergerak menambah volume musik dan mengotak-atik kontrol AC, mengatur suhu dan kecepatan kipas secara tidak menentu sembari bersenandung mengikuti lagu-lagu yang diputar dan Raysen hanya melirik tanpa protes.

Raysen berhenti didepan gerbang kampus dan mata Neels mengedar liar.

"Nanti pulang dengan siapa?" tanya Raysen saat Neels bersiap membuka pintu.

"Ada Onic, ada Jorrel, ada Matteu, ada yang lain juga."

"Baiklah... Segera hubungi aku jika mereka tidak bisa mengantarmu, biarkan Est yang menjemputmu."

"Gampang liat nanti aja, masuk dulu paman."

"Jangan bolos kelas."

"Siap donatur..." goda Neels sembari keluar dan Raysen hanya menatap datar mengikuti langkah Neels yang memasuki gerbang dan segera melaju pergi.

Neels menyurusi pelataran kampus dan terdengar klakson mobil dari arah belakang. Dia memutar tubuh, melihat ketiga sahabatnya didalambmobil yang sama.

"Naik, parkiran." kata Jorrel dan Neels masuk dikursi belakang, duduk disamping Jorrel.

"Kemana mobil lo? Di gadai?" tanya Matteu.

"Nggak... Di anter paman." jawab Neels cekikikan dan ketiga sahabatnya menengok bersamaan.

"Neels...?" panggil Onic melaju ke parkiran.

"Hmm...?"

"Kalian gak lagi kesurupan kan?" tanya Onic.

"Emang kenapa sih? Salah kah kalo gue dianter suami?" Ketiga sahabatnya semakin kaget dengan sebutan Neels.

"Neels lo di cekokin apa sama paman?" tanya Jorrel.

"Lemah lo Neels, dikasih tanda cinta di leher aja udah luluh." goda Onic dan Neels mendorong kepala sahabatnya membuat ketiga anggota Orion itu tertawa lantang. "Eh tapi lo serius udah luluh sama paman?" lanjutnya menghadap ke belakang setelah memarkirkan mobil.

"Nggak sih, gue cuma berusaha jadi orang yang menepati janji aja. Kita tadi pagi baru bikin kesepakatan."

Ketiga sahabat Neels saling tatap dan Neels mulai menceritakan semua permintaan Raysen tadi pagi.

"Ada enak dan gak enaknya sih." kata Onic setelah Neels bercerita.

"Tapi enak sih menurut gue daripada waktu sama bokap lo." Jorrel menimpali.

"Lo bisa beli sparepart tanpa ngibulin bokap lo lagi sih Neels." sambung Matteu dan Neels terbahak mengingat kelakuan kurang ajarnya itu.

"Gue kalo jadi lo mah gas aja sih selama gak ketauan." ucap Jorrel sembari keluar dari mobil.

"Nah itu lah alasan gue nerima kesepakatannya, main cantik gitu."

"Stress lo." cibir Onic dan mereka menyusul Jorrel yang lebih dulu keluar ditemani tawa Neels.

Mereka melangkah bersama ke kantin sembari menunggu kelas di mulai.





~°°~
Vote dan komen.

Sudah? Terimakasih my ladies.


RODE || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang