CHAPTER 67

3K 216 12
                                    

Gun mengetuk pintu kamar Neels dengan membawa nampan berisi roti, secangkir kopi dan segelas susu.

Tak lama pintu terbuka dan Neels mempersilahkan papanya untuk masuk. Gun mengamati sekeliling kamar Neels yang sedikit berantakan, menatap koper yang telah penuh dengan pakaian.

"Kamu yakin ikut Ray, sayang? Tidak ingin disini lebih lama?" Nampan itu diletakkan diatas meja samping tempat tidur.

"Nggak pa... Neels udah kangen suasana Toronto." 

"Yakin kangen suasana Toronto...? Bukan karena takut jauh dari Ray...?"

Raysen yang masih merapikan isi kopernya terkekeh ketika melihat Neels merengut lucu karena godaan Gun.

"Sensitif sekali cucuku ini..." Gun mengusap perut Neels yang masih rata dan Neels tersenyum.

"Done."

Raysen bergerak duduk ditepi tempat tidur dan meraih secangkir kopi miliknya. 

"Terimakasih pa..."

Gun mengangguk. "Sama-sama... Baiklah nikmati sarapan kalian sebelum berangkat."

Mereka mengangguk dan Gun melangkah keluar kamar Neels. Raysen menikmati kopinya, menyuapi suami cantiknya yang sibuk bermain ponsel.

Setelah beberapa menit, mereka telah menyelesaikan sarapannya dan Raysen bergegas memindahkan koper-kopernya ke mobil.

Semuanya telah siap dan mereka menuju bandara diantar oleh Off dan Gun. Obrolan ringan serta tawa kecil menemani perjalanan keluarga bahagia itu hingga tak terasa mereka telah berada di sekitar landasan.

"Jaga kesehatan, telpon papa jika merasa tidak nyaman dan Ray tolong perluas lagi sabarnya. Sepertinya hormon kehamilan merubah anak singa menjadi anak kucing yang rewel." Ujar Gun lalu tertawa ketika melihat Neels memajukan bibir.

"Telpon daddy atau papa jika tidak bisa menanganinya." 

"Akan Raysen ingat dad."

"Aku gak sekacau itu sampe harus lapor ke daddy atau papa." Protes Neels dan semua tertawa.

"Baiklah... Anak papa sangat manis dan bukan pengacau, happy now?" Neels menyenggut kecil dan memeluk Gun.

Lelaki cantik itu beralih memeluk Off untuk salam perpisahan. Setelah merasa cukup, Raysen dan Neels naik ke private jet untuk bertolak ke Kanada. Kembali ke rutinitas sebelumnya.

Keesokan harinya.

Supercar merah berhenti didepan proyek besar yang pembangunannya hampir selesai dan Neels bergegas turun dengan sorot takjub.

"Kenapa ada bintang dimatamu, hm?" Goda Raysen turun dari mobil.

Neels berbalik tubuh, dia tidak bisa menyembunyikan senyum indahnya.

Setelah Frey memberitahu kejutan Raysen, diam-diam dia ingin segera kembali ke Toronto untuk melihat sirkuit yang di bangun suaminya dan saat ini keinginannya telah terpenuhi.

"Boleh liat ke dalam?" Tanya Neels dengan senyum yang tak pernah pudar dan Raysen tertawa kecil, merasa gemas dengan sikap Neels.

"Sure."

Raysen menggandeng tangan Neels memasuki area sirkuit.

"Ini dia, trek balap pribadimu." Kata Raysen saat berada diujung lorong menuju lokasi.

Nampak lintasan terbentang didepan mereka, tribun penonton yang masih kosong dan udara yang seolah memberi gambaran sensasi ketegangan di tengah trek.

Neels berseri-seri puas dapat melihat arena yang akan menjadi miliknya dan Raysen tersenyum lembut, senang dapat memamerkan hadiah yang telah menguras akal pikirnya dan hampir mengorbankan rumah tangganya.

"Terimakasih paman." Neels memeluk Raysen dan Raysen mengusap surai hitamnya.

"Sama-sama sweetheart... Aku bukan pria easy going seperti teman atau kenalanmu, aku pria kaku yang benar-benar bodoh dalam menjalin hubungan dan hanya ini yang bisa ku lakukan untukmu."

"Ini lebih dari cukup dan aku suka."

"Aku senang jika kamu menyukainya." Jawab Raysen mengecup puncak kepala Neels.

"Sejak kapan?" Neels memberi jarak menatap suaminya.

"Hm?" Raysen menangkat kedua alisnya.

"Sejak kapan paman punya pikiran bangun sirkuit buat aku?"

Raysen nampak berpikir. "Gagasan itu muncul sejak aku mengajakmu ke pesta dan melihat kamu mengobrol dengan Ponce... Awalnya aku ragu namun saat melihatmu semakin dekat dengannya, aku merasa kesal dan segera merealisasikannya."

"Hahahaha... Jadi kejutan ini hanya karena paman merasa kesal?"

"Bisa dikatakan begitu namun disamping itu aku juga memikirkan keselamatanmu, arena liar terlalu berbahaya." Neels tersenyum.

"Dari semua tingkahku, mana yang buat paman bener-bener frustasi?"

"Jangan tanya hal itu, kamu tau pasti apa yang membuatku sampai kesetanan karena tingkahmu." Neels tertawa kecil.

"Karena deket cowok lain?" Tebak Neels membuat Raysen menatap sinis dan Neels tertawa.

"Hal itu membuatku tak tahan, rasanya aku ingin menyeretmu menjauh saat kamu dekat dengan pria lain."

"Posesif." Cibir Neels.

"Aku selalu seperti itu jika menyangkut tentangmu." Raysen diam sejenak. "Apapun ku izinkan untukmu. Menghabiskan uangku untuk aksesories mobil, drifting atau apapun kecuali dekat dengan pria lain."

Senyum Neels memudar, berganti dengan wajah muram dengan bibir cemberut.

"Ada apa?"

"Aku mau pulang." Neels berbalik tubuh dan meninggalkan Raysen.

"Hey... What's wrong? Aku menyinggungmu?" Tanya Raysen mengejar Neels dan meraih pergelangan tangannya.

Netra Raysen melebar saat melihat mata Neels berkaca-kaca, dia segera mendekap suaminya dan memberi usapan lembut penuh sayang.

"Ada apa, um?" Suaranya lembut, takut melukai perasaan Neels.

"Paman... Paman ingetin aku soal drifting."

Raysen mengerutkan alis, merasa heran dengan perubahan Neels yang begitu mendadak. Dia mengeratkan pelukannya, memberi kecupan-kecupan kecil dipuncak kepalanya.

"Kenapa? Bukankah kamu baik-baik saja saat melihat sirkuit beberapa menit yang lalu?"

"Iya... Tapi kenapa paman harus ingetin soal mobil dan drifting." Neels terisak. "Paman tau sendiri aku sekarang gak bisa ngedrift gara-gara hamil."

Raysen menelan ludah, mulai paham alasan rusaknya suasana hati Neels. Dia sadar betul jika pujaannya begitu mencintai dunia drifting.

"I'm sorry sweetheart... Aku tidak bermaksud membuatmu bersedih, aku menyesal mengingatkanmu tentang hal itu, aku benar-benar minta maaf."

"Aku gak bisa jadi drifter terkenal... Padahal daddy udah izinin." Neels semakin terisak, mood kehamilan benar-benar merubahnya.

"Sssstttt... Tolong tahan impianmu sebentar saja sampai baby kita lahir setelah itu kamu bisa mengejar impianmu lagi."

"Gak akan bisa... Aku harus ngurus baby, ngurus paman, aku gak bakal ada waktu." Ucapnya dengan bibir bergetar, membayangkan semua kejadian itu membuatnya semakin kesal.

"Aku akan membantu mengurus baby, okay...? Aku tidak akan menuntutmu untuk seharian dirumah dan mengurus segalanya sendirian, aku akan membantumu. Kejar impianmu yang belum tercapai dan aku akan selalu mendukungmu, aku janji."

"Janji ya paman gak bakal permasalahin itu?"

"Promise sweetheart... Sekarang berhentilah menangis, baby akan sedih nanti." Neels mengangguk dan menghentikan tangisannya.

Raysen terus mengusap punggung Neels sampai tenang lalu mengajaknya pergi ke kantor.



Maaf hari ini up satu ya phi nong...




~°°~
Vote dan komen.

Sudah? Terimakasih my ladies.


RODE || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang