CHAPTER 61

1.9K 159 8
                                    

_Selamat membaca_

Bentley hitam meluncur memasuki area bandara dan langsung menuju landasan private jet miliknya.  Semua kebutuhan penerbangan telah disiapkan setelah dirinya menghubungi Est.

Pria hilang arah itu menghentikan mobilnya dan Est bergegas mendekat, membuka pintu untuk tuannya. 

Kaki tegas yang nampak lemas itu turun dari mobil dan beberapa orang membungkuk menyambutnya.

"Setelah ini tidak ada yang perlu membungkukkan tubuh untuk menyambutku, aku tidak butuh." Permintaan lemah Raysen membingungkan Est.

"Anda yakin sir?" Est ragu-ragu, takut menyinggung atasannya dan Raysen hanya bersenandung lemah sebagai jawaban.

Raysen melangkah menuju jet yang telah siap membawanya terbang untuk menemui pujaannya dan Est mengikuti dibelakangnya dengan ekspresi bimbang.

"Maaf sir... Besok anda harus terbang ke amerika untuk proyek baru."

"Lepas saja."

"Tapi sir..."

"Jangan membuatku mengulangi ucapanku."

Est bungkam, titah mutlak Raysen benar-benar dipatuhinya.

"Urus yang ada disini sampai aku kembali."

Est menyenggut kecil, menatap tuannya yang mulai menaiki satu persatu anak tangga dihadapannya.

Raysen duduk disofa mewah didalam jet pribadinya. Dulunya dia begitu bangga dengan apa yang dimiliki namun setelah perginya Neels, dia mulai tersadar. Segala kemewahannya tidak lebih berharga dibandingkan suami cantik yang telah ia sakiti.

Billionaire menyedihkan itu memandang keluar jendela dengan tatapan kosong saat pesawat mulai meninggalkan landasan.

Airmata penyesalan enggan menjauh darinya. Dia bersandar dengan mata memejam, menekan pangkal hidungnya untuk menghentikan airmata.

Pikirannya berpacu pada kata-kata tajam dan teriakannya yang berdengung ditelinga serta rasa sakit yang ditimbulkannya pada Neels. Merasa bodoh saat dia lepas kendali dan mengabaikan tangisan Neels kala itu.

Dan kini dia merasa hancur pun putus asa untuk memperbaiki hubungan mereka yang telah rusak, namun Raysen tidak ingin nenyerah. Dia ingin memperjuangkan rumah tangganya.

Penerbangan ke Paris memakan waktu lama dan penuh kecemasan. Dia terus bergumul dengan rasa bersalah dan ketidakpastian, tidak yakin dengan sambutan yang akan diterima di kota yang memiliki julukan the City of Love itu.

Seiring berjalannya waktu, jet private Raysen mendarat di Bandara Charles de Gaulle. Raysen turun ditempat yang sebelumnya dikunjungi saat mengurus proyek-proyek besar.

Rintik gerimis tak mengurangi keindahan lampu-lampu kota Paris yang berkilauan dimalam hari, menghadirkan suasana romantis sekaligus melankolis. Dia menarik napas dalam-dalam, menguatkan dirinya untuk reuni emosional yang sebentar lagi terjadi.

Utusannya telah menunggu sedari tadi, dia bergegas menuju mobil dan segera melaju ke mansion keluarga Neels bersama supir yang telah disiapkan Est. Sepanjang perjalanan Raysen hanya diam menatap pemandangan kabur diluar jendela.

Tak terasa mobilnya telah berhenti dirumah megah dengan gaya classic modern. Dia turun tanpa keraguan dan melangkah menuju pintu utama dengan payung hitam sebagai naungannya.

Dia berhenti sejenak, mengumpulkan keberanian untuk menekan bel dan menghadapi konsekuensi tindakannya.

Ting tong

Raysen membelakangi pintu lalu menunduk dan beberapa menit kemudian pintu terbuka, menampilkan Off yang berdiri dengan tegasnya.

Raysen berbalik. "Dad." suaranya bergetar karena kegugupan.

"Astaga... Ray, masuk." 

Raysen mengangkat kepala, kaget dengan respon baik mertuanya.

Mereka masuk dan pergi ke ruang tengah yang terdapat Gun bersama ayahnya, dia mempersilahkan Raysen untuk duduk dengan nyaman.

Raysen malu, ini tidak benar. Harusnya teriakan yang menyambutnya bukan keramahan semacam ini.

"Dad."

"Ray." ujar keduanya secara serempak.

Raysen menengadahkan tangan. Mempersilahkan Off untuk membuka suara lebih dulu dan Off mengangguk.

"Ray... Daddy minta maaf." mata merah Raysen melebar sepersekian detik. "Daddy tau itu pasti pukulan memalukan untukmu dan daddy harap kedatanganmu kemari tidak sesuai pikiran buruk daddy."

Off menjeda kalimatnya. "Daddy mohon maafkan Neels, tolong terima dia lagi."

Jantung Raysen berdegup kencang, ini memang kesalahan dan harus diluruskan. Matanya kembali berkaca-kaca, dia bangkit lalu berlutut dihadapan keluarga besar Neels.

Keluarga Neels membelalak tatkala Raysen melakukan hal demikian, Off bergerak kecil berniat untuk membantu Raysen kembali bangkit namun pria itu menahan mertuanya.

Hening. Semua terdiam dan Raysen menarik napas dalam-dalam sebelum memulainya. Dia menangkupkan tangan dan menautkannya di dahi, persis seperti budak yang memohon pada tuannya.

"Maafkan Raysen dad... Tolong jangan menyiksa Ray dengan perlakuan baik kalian. Disini Ray yang salah." 

Raysen menunduk, punggungnya bergetar hebat. "Neels tidak salah, semuanya kesalahan Ray. Ray bodoh karena termakan emosi, tolong... Tolong hukum Ray dad."

Pecah tangis pria itu, rasa bersalah benar-benar menyiksanya.

"Apa maksudmu Ray? Kamu masih membela anak daddy meskipun dia selingkuh darimu?" 

Raysen menggeleng. "Neels tidak berselingkuh." Bahunya bergetar.

Raysen menarik napas putus-putus.

"Semua bohong, media itu membuat berita palsu. Dan Ray salah dad... Ray meragukan kesetiaaan Neels, Ray menyakiti Neels. Tolong... Berikan hukuman apapun, tapi Ray mohon jangan pisahkan Ray dengan Neels dad... Ray membutuhkan dia."

Tangisnya memilukan, dia mulai mengungkapkan semuanya dengan susah payah dan isakan di sela-sela cerita.

Semuanya kaget mendengar kebenaran dari mulut Raysen, mereka menangis. Merasa bersalah dengan kebodohannya masing-masing.







~°°~
Vote dan komen.

Sudah? Terimakasih my ladies.

RODE || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang