53. Apa aku gak salah dengar?

382 21 5
                                    

Beberapa hari setelah kepergian Edgar, Vania kembali melanjutkan kegiatannya memindahkan menu makanan yang telah dimasak oleh bi Ita ke meja makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa hari setelah kepergian Edgar, Vania kembali melanjutkan kegiatannya memindahkan menu makanan yang telah dimasak oleh bi Ita ke meja makan. Dibantu oleh Dini yang sedang tidak banyak pekerjaan.

Seperti biasa, setiap kali nyonya Naomi datang, Vania selalu mendapat tatapan sengit darinya. Namun, gadis itu tetap mencoba bersikap tenang seolah tidak sedang dimusuhi.

Pagi ini pun begitu. Nyonya Naomi datang dan melemparkan tatapan sinis nan tajamnya ke arah Vania yang sedang membawa semangkuk sup.

"Loh, nenek belum keluar kamar ya?" Suara Afgan-Ayah Edgar menarik perhatian Vania.

"Akan aku panggilkan, Tuan," ujar Vania, segera meletakkan mangkuk ke atas meja. Dia hendak pergi, tetapi urung karena perkataan Afgan.

"Kamu adalah menantuku, Vania. Panggil aku sebagaimana Edgar memanggilku," ucapnya membuat Vania terkesiap.

Ketika dia tak sengaja menatap ke arah Naomi, wanita itu tampak menunjukkan ekspresi tak setuju.

"Gak bisa gitu dong, Pa. Dia itu-”

"Aku bicara tentangku, Ma. Aku ingin menantuku menganggapku seperti ayahnya. Kalau kamu gak setuju ya terserah." Afgan menyela dengan tegas saat nyonya Naomi hendak melayangkan protes.

"Mulai sekarang jangan panggil tuan lagi, tapi papa. Kamu harus biasakan itu," tutur Afgan sambil menatap Vania penuh kehangatan.

Vania mengangguk kecil, merasa terharu dengan sikap baik dari ayah mertuanya. Vania sangat bersyukur atas itu. Meskipun ibu mertuanya masih belum bisa menerimanya.

Usai itu Vania pun pamit undur diri untuk menyusul nenek.

Begitu Vania pergi, nyonya Naomi langsung memprotes suaminya atas sikap yang tak sesuai dengan kehendaknya.

Vania sendiri tak ingin terlalu memikirkan itu. Dia harus kuat dalam menjalani semua resiko dari pilihan yang dia ambil. Tak terkecuali menghadapi sikap dari mertuanya.

Belum sempat Vania mengetuk pintu, nenek sudah membukanya dari dalam.

Wanita renta itu mengulas senyum begitu melihat Vania di hadapannya.

“Vania bantu ya, Nek," ucap gadis itu meminta izin sebelum menyentuh nenek.

Nenek mengangguk tanpa berpikir lama. "Rasanya nenek tenang sekali kalau lihat wajah kamu," ujar nenek menatap Vania dengan tatapan hangat.

Vania pun membalas dengan senyuman manisnya. Salah satu yang membuat Vania mampu bertahan dalam rumah ini adalah nenek.

Walaupun sering kali nenek melupakan namanya, tetapi nenek tak pernah lupa akan wajah dan statusnya sebagai istri Edgar-cucu yang dia sayangi.

"Katanya kamu hamil, Nenek senang loh akhirnya mau punya cicit ," tutur nenek membuat Vania seketika tersedak ludah sendiri.

"Uhuk, uhuk!"

Gadis Bercadar Pembantu CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang