Sesuai dengan rencana, tepat jam tujuh malam, Vania dan Edgar telah bersiap-siap.
Mereka menuruni tangga secara bersama, tapi tidak berdampingan. Edgar jalan lebih dulu.
"Loh, mau kemana, Ed?" Mama yang kebetulan sedang berjalan menuju meja makan bertanya sambil menatap Edgar dengan heran.
Pasalnya, putranya itu tampak berdandan rapi. Ditambah lagi dengan Vania yang juga mengenakan pakaian yang lebih bagus dari biasanya.
"Kita mau makan di luar, Ma," ujar Edgar menjawab.
Mama Naomi langsung melayangkan tatapan sinisnya pada Vania.
Seakan sorot matanya tengah menuduh Vania.
"Aku yang mengajaknya," ucap Edgar lagi seolah dapat membaca pikiran sang mama.
Sang mama langsung melengos, "Ngapain makan di luar? Di rumah juga sudah banyak makanan," sengitnya.
"Ya sesekali gak papa lah, Ma," balas Edgar melakukan pembelaan.
Kini dia dan sang istri telah berdiri tepat di hadapan sang mama.
Sedangkan mama masih saja menatap keduanya dengan perasaan tak suka.
"Kamu ya pasti yang ngajak Edgar supaya makan di luar, biar kamu bisa merasakan makanan mahal? Ngaku kamu. Itu 'kan salah satu tujuan kamu mendekati anakku?" Dengan kejamnya nyonya Naomi menuduh Vania semacam itu.
Padahal sungguh, tuduhannya tidak lah benar.
Vania hendak membela diri atas tuduhan keji itu, tetapi rupanya tindakan Edgar mendahuluinya.
"Sudah aku bilang, Ma, yang ingin makan di luar itu aku. Bukan Vania. Dia juga gak akan pergi tanpa paksaanku." Mama Naomi diam seribu bahasa mendengar penjelasan dari putranya baru saja.
Dia melengos, menyilangkan tangan di depan dada ketika melihat kedatangan sang suami.
"Kalian mau kemana kok kelihatannya rapi sekali?" tanya papa Afgan sembari memegangi tangan nenek.
"Aku ingin makan malam di luar bersama Vania, Pa," jawab Edgar langsung.
Berbeda dengan mama Naomi, respon papa Afgan jauh lebih baik.
Lelaki itu sontak tersenyum mendengar pengakuan dari Edgar. Tampak raut kebahagiaan di wajahnya.
"Bagus itu. Papa senang kalau kalian sering menghabiskan waktu bersama di luar. Semoga bisa membuat kalian lebih dekat dan saling mengenal satu sama lain," ujar papa Afgan.
Vania akhirnya dapat menghirup udara dengan bebas setelah mendengar ucapan papa mertuanya.
Sikap papa mertua sungguh tenang dan mengayomi sebagai orang tua.
Sepertinya sifatnya itu persis seperti nenek yang baik hati.
Sementara Edgar hanya mengulum senyum simpul saja akibat ucapan papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Bercadar Pembantu CEO Tampan
Fiksi Remaja→Habis Baca Jangan Lupa Vote← 📍Jangan liat dari covernya baca dulu ceritanya di jamin seru📍 ini semua terjadi karena satu kesalahan yang Vania lakukan pada Edgar. kesalahan yang berawal dari kesalahan pahaman sebenarnya. tetapi karena kesalahan it...