48. Berikan Paman Nomor Ponselnya

347 19 3
                                    

Edgar berjalan ke keluar kamar untuk bicara dengan si penelepоn, yang tak lain adalah sekretarisnya,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Edgar berjalan ke keluar kamar untuk bicara dengan si penelepоn, yang tak lain adalah sekretarisnya,

"Ada apa, Ko?" tanya Edgar tepat setelah lelaki itu menjawab panggilan.

"Hanya ingin menyampaikan kalau lusa adalah jadwal keberangkatan paman nona Vania ke Singapura, Pak," jawab Ciko.

Edgar mengangguk mengerti." Tolong kamu pastikan benar keamanan mereka. Aku ingin kamu temani mereka juga," titah Edgar.

"Baik, Pak."

"Urusan kantor nanti serahkan saja pada Dinda." Edgar kembali berkata. Ciko pun langsung menyetujuinya.

"Dan jangan sampai kamu kelepasan menyebut namaku. Pokoknya tetap rahasiakan nama CEO yang membiayai pengobatan Raka," pinta Edgar lagi kembali mengingatkan.

Tentu saja permintaan Edgar tidak akan mendapat bantahan dari Ciko.

Usai itu, Edgar kembali masuk kamar. Dia tertegun ketika melihat Vania tidak ada di ruangan tersebut.

“Vania, di mana kamu?" cetus lelaki itu dengan wajah bertanya-tanya.

Edgar berjalan menuju walk in closet, dan rupanya istrinya berada di dalam sana.

Tengah memberesi pakaian Edgar yang berantakan di dalam lemari.

"Maaf, aku kurang hati-hati waktu mengambil pakaian." Suara Edgar seketika membuat Vania terlonjak kaget.

Gadis itu menoleh sambil memegangi dadanya yang berdegup kencang.

"Astaghfirullah," kata gadis itu seraya mengambil napas.

Edgar meringis menyadari kekagetan Vania karena suaranya yang tiba-tiba.

"Maaf," ungkap Edgar sedikit disertai kekehan.

Dia merasa lucu dengan ekspresi kaget yang ditunjukkan Vania.

Terlebih ketika gadis itu memanyunkan bibirnya. Tiba-tiba Edgar merasa gemas.

Ingin sekali dia mendekati gadis itu, lalu mencubit bibirnya yang ranum. Namun tentu saja itu hanya sebatas angan-angan saja.

Tidak mungkin Edgar melakukannya, sebab gengsi masih menguasai dirinya.

"Bikin kaget aja," gumam Vania. Edgar kembali menyengir kuda sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal.

"Udah, biar aku suruh Rila atau Dini saja untuk membereskan ini besok. Kamu istirahatlah," titah Edgar mencegah Vania yang hendak melanjutkan aktivitasnya tadi.

Vania membeku saat merasakan sebuah tangan menyentuh tangannya, bahkan terasa seperti menggenggam.

Terasa hangat dan nyaman. Akibatnya, gadis itu menjadi kikuk dan salah tingkah.

Edgar sadar, tetapi dia sengaja bersikap seolah tak menyadari sentuhan fisik antara mereka.

Lelaki itu sengaja membiarkan tangannya memegang tangan Vania di atas tumpukan baju.

Gadis Bercadar Pembantu CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang