"Sekarang sudah tenang kan?"
Edgar menatap Vania yang duduk di sampingnya. Mereka kini berada di jembatan sawah yang berada tak jauh dari rumah paman. Duduk di gundukan yang terbuat dari semen sambil memandangi hamparan padi yang tampak menghijau. Benar-benar menyegarkan mata bagi Vania.
Vania mengangguki pertanyaan Edgar tadi. Sebenarnya yang membuat tenang bukan di mana mereka sekarang berada, melainkan sedang bersama siapa dia saat ini.
"Jangan menangis lagi. Wajahmu gak cocok jika ada air matanya, aku gak suka," ujar Edgar lagi masih memandangi gadis di sebelahnya.
"Iya, makasih, Mas, udah bikin aku tenang."
"Itu yang seharusnya dilakukan pada pasangannya, Vania," balas Edgar sembari menepuk-nepuk secara perlahan kepala Vania.
Vania mengulas senyum begitu saja. Dan yang jelas kini kedua pipinya sudah memerah akibat perlakuan Edgar.
"Mau pulang sekarang atau nanti?" tanya Edgar dengan lembut.
Vania menatap Edgar tanpa memberikan jawaban. "Terserah Mas Edgar aja."
"Kalau mau pulang, ayo kita pulang. Kalau masih ingin di sini ya gak masalah."
"Pulang aja deh," jawab Vania sambil meringis kuda.
"Oke."
Edgar mengulurkan tangannya di depan Vania, yang langsung disambut baik oleh gadis itu. Mereka pun kembali berjalan beriringan menuju kediaman paman.
Vania berjalan dengan diiringi degupan jantung yang bertalu-talu Berada di dekat Edgar membuat hatinya jadi tak karuan. Entah perasaan apa ini, yang jelas Vania menyukainya.
“Vania, aku ingin buatkan rumah yang lebih kokoh untuk paman dan bibi. Gimana menurutmu?" Sontak saja Vania terkesiap mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Edgar baru saja.
Gadis itu terbelalak, lantas menatap Edgar dengan alis yang terangkat.
"Mas Edgar yakin? Apa paman gak curiga dari mana asalnya uang kamu, Mas. Bikin rumah itu gak sedikit loh dananya, Mas." Vania menatap Edgar penuh keraguan.
"Ya, aku tahu itu. Tapi aku gak bisa diam saja lihat kondisi rumah paman sekarang, sedangkan aku adalah orang yang mampu untuk membantu mereka."
"Menurutmu gimana solusi baiknya?” tanya lelaki itu.
"Hmmm, sepertinya gak ada solusi, Mas. Aku sudah terlanjur bilang kalau pekerjaan kamu itu kuli, Mas.”
Edgar meraup wajahnya kasar. Menatap lurus ke depan-mencoba memikirkan satu solusi yang tepat untuk masalah mereka saat ini.
"Baiklah, nanti biar aku suruh Ciko saja yang datang ke sini setelah kita ada di kota." Vania mengangguk setuju.
.oOo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Bercadar Pembantu CEO Tampan
Teen Fiction→Habis Baca Jangan Lupa Vote← 📍Jangan liat dari covernya baca dulu ceritanya di jamin seru📍 ini semua terjadi karena satu kesalahan yang Vania lakukan pada Edgar. kesalahan yang berawal dari kesalahan pahaman sebenarnya. tetapi karena kesalahan it...