41. Cemburu?

1.4K 48 3
                                    

Perasaan gugup langsung menyerang Vania, la merasa kesulitan menggerakkan bibir untuk menjawab pertanyaan Edgar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perasaan gugup langsung menyerang Vania, la merasa kesulitan menggerakkan bibir untuk menjawab pertanyaan Edgar. Lidahnya sungguh terasa kaku.

"Kenapa?" tanya Edgar lagi seraya menaikkan satu alisnya. Hal itu membuat Vania menelan kasar salivanya sambil bergerak mundur ketika Edgar dengan sengaja mendekatkan wajahnya.

Detik berikutnya muncul tawa kecil dari lelaki itu sebelum akhirnya dia beringsut menjauh.

Edgar hanya ingin melihat bagaimana reaksi Vania jika dia mendekat seperti tadi, rupanya sesuai dengan prediksi. Wajah gadis itu seketika memerah dan salah tingkah.

"Kenapa kamu gak bilang pada pamanmu tentang pernikahan kita?" Edgar kembali mengajukan pertanyaan yang sama.

"U-untuk apa? Lagi pula pernikahan ini gak akan bertahan selamanya, 'kan?" jawab Vania pada akhirnya.

"Gimana kalau ternyata selamanya?”

Satu balasan yang seketika membuat pupil Vania melebar.

"T-tapi-”

"Baiklah, jangan dipikirkan. Aku hanya ingin mengingatkan soal perjanjian kita, kita tidak akan mengakhiri pernikahan selama aku belum menemukan cinta sejatiku."

Vania manggut-manggut mengerti. Dia masih ingat betul kok bagaimana isi perjanjian mereka.

Edgar memalingkan wajah ketika terjebak beberapa detik menatap wajah lugu Vania.

"Ya sudah, cepatlah bersiap," perintahnya.

"Tapi kita mau kemana?" tanya Vania.

"Aku ingin mengenalkanmu pada sepupuku. Cepat ya."

"Baiklah."

Vania pun segera beranjak ke kamar mandi untuk bersiap. Sementara Edgar, memilih menunggu di bawah.

Edgar menghampiri ibunya yang sedang bersantai di ruang tengah sambil memakan salad.

Sikap mama Naomi masih berbeda dari biasanya. Wanita itu mendiamkan Edgar, seolah Edgar adalah makhluk tak kasat mata.

"Gimana kesehatan nenek, Ma?" tanya Edgar kemudian memecah keheningan.

Mama masih saja bersikap dingin dan menulikan pendengarannya.

"Ma, ayolah, berhenti bersikap kekanakan." desah Edgar.

"Semua sudah terjadi, aku memang melakukan kesalahan. Dan akan lebih salah lagi kalau aku gak bertanggung jawab pada Vania."

Kali ini mama Naomi langsung menoleh dengan tatapan yang tak terbaca.

"Sekarang katakan, Ed, kesalahan itu hanya karanganmu saja, 'kan?" tukas mama membuat Edgar gelagapan, tetapi dengan cepat lelaki itu dapat menguasai diri

"Apa maksud Mama?" Edgar pura-pura terkejut.

"Kalau benar Vania hamil, kenapa Mama gak lihat tanda-tanda di dirinya?" selidik mama tepat.

Gadis Bercadar Pembantu CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang