"Aduuuhhh, pinggangku masih sakit sekali rasanya." Vania tampak cemas melihat Edgar mengeluh kesakitan.
"Ya Allah, Mas, masa masih sakit?" Edgar mengangguk lemah. Berusaha memasang wajah semelas mungkin agar gadis di hadapannya percaya.
Vania tampak menunjukkan gestur kebingungan. Bingung hendak bersikap bagaimana untuk membantu sang suami.
"Bisa minta tolong pijat pinggangku?" cetus Edgar sedikit terbata, membuat Vania sontak saja terhenyak. Benar-benar kaget dengan permintaan lelaki di hadapannya ini.
Namun, karena tak tega melihat lelaki itu kesakitan terus menerus, Vania pun tak punya pilihan selain mengiyakan permintaan Edgar. Tentu saja hal itu membuat Edgar langsung full senyum.
"Mas masuk aja dulu, aku mau ngasih ini ke bi Rani dulu." Edgar mengangguk sambil melihat benda yang ditunjukkan Vania.
Lantas lelaki itu masuk setelah Vania pergi menuju kamar bibi.
Tak berselang lama, Edgar mendengar suara gorden yang di buka. Dan benar saja, Vania masuk detik berikutnya.
Sontak saja lelaki itu menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, menunggu langkah Vania yang kian mendekat.
"Apa itu?" Alis Edgar terangkat sebelah melihat benda yang dibawa Vania.
"Minyak buat mijit, Mas. Katanya tadi minta dipijit." Mendengar itu, Edgar langsung mengangguk semangat.
Kini Vania sudah duduk di sisi ranjang yang kosong, bersimpuh menghadap Edgar yang tak jua mengubah posisinya.
"Mas yang mau pijat apanya sih, kok gak hadap sana dari tadi," tegur Vania membuat Edgar tersadar. Ya, dia terlalu asik memandangi wajah natural milik Vania sehingga lupa dengan apa yang menjadi penyebab gadis itu mendatanginya.
"Ah, iya." Lelaki itu lantas bergegas membelakangi Vania, menunggu sang istri melakukan tugasnya.
Namun, dalam sepersekian detik menunggu, lelaki itu tak juga merasakan adanya sentuhan. Saat menoleh, benar saja. Dia mendapati Vania masih menatap punggungnya entah memikirkan apa.
"Ada apa, Vania?" tanya lelaki itu. Vania terkesiap dan tersadar dari lamunan.
Gadis itu menggeleng, menunjukkan gestur salah tingkah yang membuat Edgar gregetan. Hanya disuruh memijat saja bisa membuat gadis itu salah tingkah hingga kedua pipinya memerah? Astaga!
"Kamu gak berani buka bajuku?" tebak Edgar, Vania mengangguk malu-malu.
"Astaga." Edgar reflek tertawa melihat reaksi Vania. Rasanya dia ingin merangkul gadis lugu itu sekarang juga, tetapi tentu saja itu hanya sebatas angan. Entah mengapa Vania jadi terlihat begitu menggemaskan di mata Edgar.
"Kalau begitu biar aku saja yang buka, kamu tinggal pijat." Edgar beranjak bangun seakan tidak merasakan sakit apapun, dia membuka baju dengan bersemangat lalu kembali menghempaskan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Bercadar Pembantu CEO Tampan
Ficção Adolescente→Habis Baca Jangan Lupa Vote← 📍Jangan liat dari covernya baca dulu ceritanya di jamin seru📍 ini semua terjadi karena satu kesalahan yang Vania lakukan pada Edgar. kesalahan yang berawal dari kesalahan pahaman sebenarnya. tetapi karena kesalahan it...