74. V-Vania...

1.2K 45 1
                                    

"Edgar, Edgar, jangan telfon dokter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Edgar, Edgar, jangan telfon dokter. Sepertinya Mama lebih butuh tukang pijet dari pada dokter." Naomi menghentikan Edgar yang hendak menekan panggilan ke nomor seorang dokter.

Edgar menoleh, menatap sang mama dengan tatapan ragu.

"Ayo cepat kamu jemput mbok Ayu sekarang. Mama udah gak tahan lagi, Ed," rintih mama Naomi menahan sakit.

"Ya sudah kalau gitu, aku ke sana sekarang." Edgar segera menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Lantas kemudian mengedarkan pandangan mencari sosok Vania yang ternyata berdiri di antara para pelayan.

“Vania, tolong jaga mama ya.. Aku pergi dulu," ujar lelaki itu. Dia pergi setelah melihat Vania menganggukkan kepalanya.

"Bi Ita dan yang lainnya, silahkan lanjutkan saja pekerjaan kalian," titah Edgar kemudian sebelum benar-benar melangkah menjauh.

"Baik, Tuan," ucap para pelayan serentak.

Para pelayan itu kemudian pergi melanjutkan pekerjaan mereka masing masing sesaat setelah Edgar pergi.

Dan sekarang tinggallah mama Naomi berdua saja dengan Vania.

Mama Naomi melengos garang ketika Vania melirik ke arahnya. Hal itu sontak saja membuat Vania langsung menundukkan kepalanya dalam.

Selang beberapa saat, mama. Naomi tampak celingukan sambil berbaring. Entah mencari siapa, tapi yang jelas wanita itu pasti sedang butuh sesuatu.

"Nyonya sedang butuh apa, biar aku ambilkan," ujar Vania sembari beringsut mendekat, dia bertanya dengan penuh kehati-hatian.

"Gak usah! Aku gak butuh bantuanmu." Dengan keegoisannya, nyonya Naomi hendak beranjak bangun untuk melakukan apa yang dia inginkan.

Akan tetapi, baru saja menurunkan kedua kakinya dan hendak beranjak bangun, wanita itu langsung merengek kesakitan.

"Oh, ya ampun ... apa yang sebenarnya terjadi dengan pinggangku. Kenapa rasanya sakit sekali.”

"Astaga, aku bahkan tidak bisa mengangkat tubuhku sendiri," rintih wanita itu hampir menangis.

Naomi hendak kembali meletakkan kedua kakinya ke atas sofa, tetapi dia justru tak bisa menjaga keseimbangan.

Naomi pasti sudah tersungkur untuk kedua kalinya jika saja Vania tidak sigap menahan tubuhnya itu dengan sekuat tenaga.

"Hati-hati, Nyonya," lirih Vania sembari menahan beban di tangannya.

Nyonya Naomi nyaris kehabisan napas akibat insiden tersebut.

Untung saja apa yang dia khawatirkan tidak terjadi, karena ada Vania di sisinya.

Namun tentu saja nyonya Naomi enggan mengucapkan kata terima kasih pada gadis itu. Día langsung memasang wajah angkuhnya.

Vania membenarkan posisi kaki nyonya Naomi meski mendapat respon yang tidak baik.

"Sudah, sudah, singkirkan. tanganmu itu secepatnya," ucap nyonya Naomi ketus, membuat Vania seketika merasakan sesak di dadanya.

Gadis Bercadar Pembantu CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang