61. Tidak Mungkin, Kan?!

953 39 4
                                    

"Aduh-aduh, Ya Allah! Astagfirullah!" Paman mengaduh dengan suara keras sekali, membuat Edgar berusaha bangkit dan mengangkat sepeda yang menindih tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aduh-aduh, Ya Allah! Astagfirullah!" Paman mengaduh dengan suara keras sekali, membuat Edgar berusaha bangkit dan mengangkat sepeda yang menindih tubuhnya.

Lelaki itu merasa perih di sekitar kakinya, tapi melihat kondisi paman yang masih terjengkang di dalam siring membuatnya bergegas melakukan pertolongan. Mengabaikan rasa perih yang dia rasakan.

"Ayo, Paman, pegang tanganku," ujar Edgar dari atas siring.

Siring itu tidak begitu dalam memang, tetapi ada cukup banyak kerikil di dalamnya.

Dan karena faktor U, paman pun kesulitan untuk bangun tanpa bantuan orang lain.

Edgar sendiri melihat lengan dan kaki paman lecet-lecet akibat goresan batu kerikil.

Masih meringis menahan sakit, paman menatap Edgar dengan sinis, tetapi tetap menjulurkan tangannya berpegangan pada Edgar.

Belum sempat Edgar menarik paman, seorang warga yang baru datang mengurungkannya.

"Astagfirullah, Pak ustadz, ada apa ini?" Orang itu langsung berlari mendekat dan turun ke dalam siring. membantu paman naik ke atas.

Perbuatannya itu sontak saja membuat pegangan Edgar terlepas.

Edgar turut duduk di atas tanah bersama dengan paman yang tampak menahan sakit sambil memegangi pinggangnya, mungkin encok.

"Bagaimana ceritanya kok bisa Pak ustadz nyebur ke dalam siring?" tanya sosok yang membantu paman tadi.

Paman melirik ke arah Edgar beberapa detik sebelum akhirnya kembali menoleh pada si penanya, lantas menjawab pertanyaannya.

"Baru kali ini nemuin orang naik sepeda, ada batu bukannya dihindari malah diterabas begitu saja. Ya jadi begini akhirnya,” ungkap paman penuh sindiran.

Perkataan paman menimbulkan tanda tanya bagi pria yang menolongnya, lalu tatapannya beralih pada Edgar yang merasa tersindir.

"Siapa laki-laki tampan ini, Pak?" tanya warga itu lagi.

"Oh, dia calon menantuku," jawab paman dengan berat hati. Dapat Edgar pastikan lewat lirikan matanya kalau paman menaruh dendam terhadapnya.

Namun, pikiran itu segera Edgar tepis mengingat paman di kampung ini adalah seorang ustadz. Paman pasti bisa bersikap bijak, bukan.

"Masyaallah, pintar sekali si Vania cari suami. Gagah dan tampan sekali." Pujian dari orang yang sama kembali terdengar, membuat Edgar hanya mengulum senyum tipis saja ketika sosok itu menatapnya.

“Gagah dan tampan sebenarnya bukan yang utama, Gas, yang penting itu bertanggung jawab dan bisa diandalkan," cetus paman kembali membuat Edgar tersenyum kecut.

Bagaimana ya, paman kan belum tahu Edgar luar dalam.

Tapi sudah begitu yakinnya dalam menilai. Karena satu kesalahan Edgar yang tak pandai mengendarai sepeda, lelaki itu jadi seenaknya dalam menilai.

Gadis Bercadar Pembantu CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang