Mama sudah menatap Edgar dengan tidak sabar. Sebab, lelaki itu tidak juga segera mengatakan apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan.
"Bisa kita bicara di dalam saja, Ma?" tanya lelaki itu sembari menatap lurus pada ruangan di hadapannya, Ruangan itu merupakan kamar mama Naomi.
"Ya sudah, cepat masuk." Dengan sangat tidak sabar, mama Naomi langsung bergegas membuka pintu dan masuk lebih dulu.
Edgar pun lantas mengikuti wanita tersebut. Setelah menutup pintu, mereka duduk di sebuah sofa panjang yang ada di pojok kamar.
"Jadi apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya mama Naomi yang sudah duduk menyerong menghadap Edgar, Tatapan matanya yang penuh dengan rasa penasaran tertuju pada lelaki itu.
"Sebenarnya aku cuma ingin meluruskan sesuatu sama Mama dan semua orang. Tapi aku rasa yang berhak tahu lebih dulu tentang kebenaran ini adalah Mama, jadi aku Mama orang pertama yang aku ajak bicara."
"Iya, memangnya kebenaran soal apa sih? Ngomong yang jelas kamu, Ed, Mama benar-benar bingung dan gak ngerti."
"Jangan gantung-gantung seperti itu kalau ngomong, bikin cemas saja." Mama sedikit mengomel. Agaknya dia merasa sebal dengan sikap Edgar yang bertele-tele.
"Iya, iya. Aku kan cuma menekankan sebelum aku ceritakan kebenarannya." mama mendengkus, semakin merasa tak sabar.
Edgar lalu menghidupkan layar ponsel yang sejak tadi dia genggam, kemudian menunjukkan sesuatu setelah mengotak-atik cukup lama.
"Apa ini?"
Mama menatap Edgar dengan bingung, sebab yang terdengar dari ponsel itu seperti seseorang yang tengah berbicara.
"Ini rekaman beberapa bulan lalu, rekaman saat aku memaksa Vania untuk setuju dengan skenario yang aku buat." Mama Naomi langsung tercengang mendengar penuturan Edgar.
Dia menatap Edgar dengan mata membola-sungguh tak menyangka jika masalah besar kemarin hanyalah akal-akalan putranya semata.
"Putar ulang," titah mama Naomi, kemudian merampas benda persegi milik putranya.
Dia mendengar dengan jelas ketika Vania saat itu masih menolak tawaran gila Edgar, lalu berlanjut dengan
ancaman-ancaman yang Edgar gunakan sebagai senjata untuk menakuti Vania hingga gadis itu tak punya pilihan lain selain menyetujui rencana edan Edgar-dengan berpura-pura hamil.
Persendian mama Naomi langsung lemas seketika. Dia mengembalikan kembali ponsel itu pada pemiliknya, menatap sosok itu dengan ekspresi tak terbaca. Dia sungguh merasa syok.
"Kebenaran macam apa ini, Ed? Kamu bikin Mama semakin malu tahu tidak." Mama berkata dengan bibir yang bergetar. Malu.
Ya, dia sangat malu pada Vania, apalagi saat ingat seperti apa perlakuannya selama ini pada gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Bercadar Pembantu CEO Tampan
Teen Fiction→Habis Baca Jangan Lupa Vote← 📍Jangan liat dari covernya baca dulu ceritanya di jamin seru📍 ini semua terjadi karena satu kesalahan yang Vania lakukan pada Edgar. kesalahan yang berawal dari kesalahan pahaman sebenarnya. tetapi karena kesalahan it...