60. Allahuakbar!

1.1K 44 10
                                    

Paman langsung berdiri dengan mata melotot begitu mendengar pengakuan Edgar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Paman langsung berdiri dengan mata melotot begitu mendengar pengakuan Edgar.

Paman berjalan secara perlahan mendekati Edgar, sambil menatapnya lekat-lekat.

"Siapa kamu? Baru datang bukannya ngucap salam, asal nyelonong saja." Paman menatap Edgar menantang.

Hal itu membuat Edgar seketika tersadar atas apa yang baru saja dia lakukan.

Lelaki itu reflek memejamkan mata, menyesali perbuatannya yang dia lakukan tanpa pikir panjang.

Tatapan paman yang masih menghunus tajam membuat Edgar diserang kegugupan.

"Eh, ditanya malah diam saja," omel paman sambil berkacak pinggang

"Kamu siapa?!"

"S-saya Edgar, Paman," jawab Edgar pada akhirnya.

"Ya Allah... jadi macam ini laki-laki yang kamu suka, Van?" Paman menengok pada Vania yang sedang mati-matian menetralkan degupan jantungnya.

Edgar meringis merasa bersalah ketika kedua netranya memandang ke arah Vania. Gadis itu terlihat benar-benar frustasi.

Namun, apa gunanya menyesal. Kata-kata yang sudah dia lontarkan tak akan bisa ditarik lagi.

Kepalang tanggung. Lelaki itu lantas berpikir untuk melanjutkan sesi pengakuan pernikahannya pada paman dan bibi secara gamblang.

"Apa maksud perkataan kamu tadi, hah?"

"Aku mengatakan yang sebenarnya terjadi, Paman. Mungkin ini akan membuat kalian terkejut, tapi itu adalah faktanya. Bahwa kami sudah menikah sejak dua bulan lalu."

"Jangan bercanda kamu!" Paman kembali melotot. Amarah telah menguasai tubuhnya.

Paman pun secara reflek menerkam Edgar dan menarik kerah kemeja yang lelaki itu kenakan.

Sementara itu, di sisi lain, akibat terlalu terkejut membuat Vania tak kuasa untuk mengelak pengakuan Edgar. Tubuhnya membeku.

Berbeda dengan bibi Rani yang langsung sigap melerai paman saat melihat suaminya hendak melayangkan tinjuan untuk Edgar.

"Mas, sudah, Mas! Bicarakan semuanya dengan baik, jangan pakai kekerasan!" Bi Rani berteriak sambil menarik tubuh sang suami setelah berhasil membuat paman melepaskan cengkramannya dari kerah Edgar.

"Nak Edgar silakan duduk dulu. Maaf, kursinya cuma ada satu. Kami memang serba sederhana," ujar bi Rani dengan lembut.

Sungguh berbanding terbalik dengan paman.

Edgar pun mengangguk. "Gak papa, Bi."

Lelaki itu baru saja melangkahkan kaki ketika paman bersuara dengan nada penuh ancaman.

"Jaga jarak dengan Vania!"

Edgar menelan ludahnya dengan kasar. Beginikah rasanya mengejar restu ketika mendapati orang tua yang galaknya ampun-ampunan?

Gadis Bercadar Pembantu CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang