Tiga

12.4K 741 2
                                    

"Loh, kamu?"

Clarence membelalakkan matanya. Orang yang duduk di sebelahnya sekarang dan si menyebalkan yang dia tabrak tadi adalah orang yang sama.

"Kamu sudah kenal sama Landon?" Arman menaikkan alisnya. Seutas senyum tipis terbentuk di bibirnya.

"Enggak Pa," jawab Clarence cepat.

Landon membuka suara. "Tadi dia tidak sengaja menabrak saya."

Vivianne tersenyum, "Wah, iya? Belum juga dikenalkan ternyata sudah ketemu duluan ya? Jangan-jangan pertanda jodoh?"

Clarence meremas ujung gaunnya. No, that's not gonna happen.

"Kalian sudah tahu nama satu sama lain?" Rahardian menatap Clarence dan Landon bergiliran.

Clarence melirik Landon sekilas yang ternyata sedang memandangnya terang-terangan. Tangan Landon kemudian terulur ke arahnya. "Landon Lucais Najandra."

Clarence membutuhkan waktu lima detik untuk menjabat tangan Landon. "Clarence Alayna Millard."

"Clarence." Landon mengulang perkataan gadis itu.

Clarence berusaha untuk tersenyum namun tidak bisa. Perkataan Ayahnya seminggu lalu terulang jelas di kepalanya.

Jangan sampai! Desis Clarence dalam batin.

"Ah, iya, aku rencananya mau mengadakan lunch bersama kamu sekeluarga Giana. Lusa bisa?" Vivianne tersenyum ke arah Giana dan Clarence.

"Wah, saya sih bisa saja, Arman juga bisa mencuri waktu sedikit, saya rasa." jawab Giana yang ditanggapi dengan anggukan suaminya.

"Clarence bagaimana?"

Clarence memutar otaknya mencari jawaban. Otaknya hanya terlalu buntu jadi dia tersenyum ke arah Vivianne dan mengangguk.

"Landon kamu dengar kan, seberapa pun sibuk kamu besok lusa sempatkan datang. Kean dan istrinya juga akan datang besok. Tempatnya di rumah kami saja."

Clarence melirik Landon sekilas. Dia tidak menjawab perkataan Ibunya dan memilih memainkan ponselnya.

Bagus, setidaknya bukan hanya aku yang menentang ini!

***

Sarah : Sumpah Claire. I'm the happiest girl in the world. Thanks udah dateng.

Claire : Congrats Princess. Selamat menghitung hari.

Clarance mengalihkan pandangan dari handphonenya dan menatap pria di yang berdiri di depannya.

"Maaf tadi ada pesan dari Sarah. Jadi ada urusan apa sampai kamu harus menarik saya ke sini untuk bicara berdua?"

"Saya perlu bicara sesuatu dan kita tidak bisa bicara di meja." Landon memasukkan tangannya ke kantung celananya. "Saya asumsikan kamu sudah tahu niatan orang tua kita."

Clarence mengangguk.

"Jadi bagaimana pendapat kamu?"

Clarance diam. Landon Najandra baru saja mengajaknya pergi dari meja mereka dan mengajaknya berbicara di luar gedung, hanya berdua.

"Saya pikir kamu sudah tahu jelas jawabannya."

"Saya juga tidak setuju dengan semua ini."

Clarence menatap Landon lega.

"Tapi, Ayah saya memaksa saya untuk menerima perjodohan ini Clarence. Saya pernah memberontak sekali, dan Ayah saya tidak akan membiarkan saya memberontak sekali lagi."

Clarence menahan nafas. "Jadi maksud kamu?"

"Sekarang sudah malam, dan saya perlu bicara banyak dengan kamu. Bagaimana jika lusa saya jemput kamu sebelum acara makan siang itu?"

Clarence tidak terlalu suka dengan ide itu, karena orang tuanya bisa salah paham. Tapi, akhirnya dia mengalah.

"Hm, iya."

Landon mengulurkan tangannya. "Boleh pinjam hape kamu sebentar?"

Clarence mengerutkan keningnya, lalu dengan ragu memberikannya kepada Landon. Pria itu mengetikkan sesuatu lalu mengembalikannya ke Clarence.

"Saya sudah miss-call nomor saya dari handphone kamu. Nanti akan saya hubungi segera."

Clarence mengangguk samar kemudian berjalan melewati Landon. Belum lima langkah dia genapkan tiba-tiba Landon mengeluarkan suara lagi.

"Jangan lihat bawah terus, Clarence. Di luar sini tidak ada lantai yang semenarik di dalam."

Sialan!


Tap the star guyz! Love💕

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang