Lima Puluh Sembilan

7.4K 429 7
                                    

Dusk Till Dawn — Zayn;Sia

Clarence merasakan kesadarannya perlahan pulih. Kepalanya masih terasa berkabut dan bahkan sekarang badannya terasa tidak seimbang. Clarence merasakan desakan kuat untuk membuka matanya, akan tetapi kepalanya kembali berdenyut, dan matanya sama sekali tidak bergerak. Clarence merasakan panik mulai melandanya.

Tenang, Claire.

Clarence menarik nafas dalam kemudian berusaha membuka matanya sekali lagi. Berhasil, kali ini matanya terbuka. Sebuah pemandangan dari tempat yang asing menyambut penglihatannya. Clarence buru-buru bangun dari ranjang empuk tempatnya tidur, langsung berdiri dan sedetik kemudian ia merasakan keseimbangannya kacau balau dan tubuhnya terhempas kembali ke belakang.

"Claire, are you okay?"

Clarence menoleh dengan linglung. Pandangannya tertumpu pada manik mata yang ia sudah ia kenali. Tangannya langsung mencengkram lengan Landon yang kini berlutut di depannya.

"Landon! Aku takut sekali! Orang-orang berbaju hitam tiba-tiba nyergap aku!"

Landon kemudian bangkit dari posisinya dan duduk di sebelah Clarence, merangkul perempuan itu. Menarik Claire ke dalam pelukannya.

"Ssh, it's okay, Claire. Kamu aman. Aku di sini," kata Landon lagi.

Clarence menenggelamkan wajahnya di dada Landon. Ia kemudian memutar balik ingatan tentang apa yang ia lakukan terakhir kali sebelum kesadarannya hilang.

Arina.

"Landon, Arina," kata Clarence terbata.

Landon mengeratkan pelukannya sembari mengelus punggung Clarence. "Aku minta maaf Claire. Arina sebenarnya tidak berniat jahat dengan kamu."

Clarence menaikkan alisnya. Rasa kesal memenuhi dirinya seketika. Dengan sisa kekuatan yang dimiliki tubuhnya, Clarence mendorong Landon menjauh.

"Tidak berniat jahat?" Clarence menajamkan pandangannya. "Asal kamu tahu, dia membuntuti aku beberapa hari terakhir, kemudian dia membuat aku pingsan, aku," Clarence berhenti berbicara karena ia merasa bingung.

"Maaf," kata Landon. Di wajanya tersirat rasa sesal. "Sebenarnya, aku menyuruh Arina mengawasi kamu selama aku lembur. Aku juga meminta dia untuk bantu aku memberikan kejutan ke kamu. Rencana membuat kamu bahagia ingat?"

Clarence mengerutkan keningnya semakin dalam. "Aku tidak mengerti," katanya.

Landon menarik nafasnya dan menghembuskannya dengan berat, ia kemudian mulai menjelaskan lagi. "Well, aku memutuskan untuk lembur beberapa hari ini supaya aku bisa cuti untuk rencanaku pergi ke London sama kamu. Sementara itu, aku minta bantuan Arina untuk membantu aku mengawasi kamu selama aku lembur."

"Aku juga bilang, supaya hari ini dia bisa mengajak kamu ke bandara bagaimanapun caranya. Aku ingin memberi kejutan. Awalnya," kata Landon. "Tapi aku yang terkejut saat melihat Arina datang bersama kamu yang sudah tidak sadarkan diri."

Clarence menganga. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.

"Dia terlalu berlebihan dengan memberikan obat tidur di minuman kamu dan membawa kamu ke bandara dalam keadaan pingsan."

Clarence memejamkan matanya.

"Jadi, kamu menyuruh Arina untuk membuntuti aku?"

Landon menggeleng. "Bukan membuntuti, aku hanya bilang mengawasi. Aku tidak tahu kalau dia akhirnya mengikuti kamu kemana-mana."

Clarence merasa dongkol. Seharusnya ia marah kesal atau, entahlah.

"I need time for all this shit," kata Clarence. Sebuah kesadaran membuat Clarence menatap Landon dengan mata membulat besar. "Tadi, kamu bilang rencana untuk pergi ke London sama aku?"

Landon mengangguk.

Clarence memutar kepalanya melihat sekitar. Sekarang mereka berada di sebuah kamar, seperti kamar hotel. Perasaan tidak seimbang yang dirasakannya—

"Landon, kita di mana?"

Landon menatap Clarence, berkedip benerapa kali. "Aku tidak tahu sekarang lokasi pasti kita dimana," katanya. Kecurigaan Clarence meningkat.

"Kita di pesawat?" Clarence berbisik.

Landon menutup matanya kemudian mengangguk. Clarence merasakan jantungnya berdegup kencang.

"Menuju London?"

Mata pria itu terbuka. Sekali lagi mengangguk.

"No way," kata Clarence tidak percaya. Sekali lagi ia melarikan pandangannya ke sekeliling. "Bagaimana bisa? Paspor aku dan—"

Landon menatap Clarence dengan senyum tertahan.

"Kamu sudah mengambil visa dan paspor aku kemarin malam!"

Landon kemudian tersenyum lebar.

"Landon kamu benar-benar—"

Omongan Clarence terpotong ketika bibir Landon menabrak miliknya. Satu ciuman lembut yang membuat Clarence terdiam. Setelah cukup lama, Landon kemudian melepaskan ciuman mereka.

"Kamu terlalu banyak bicara Mrs. Najandra," ujar Landon tepat di depan bibir Clarence. Matanya menatap dalam mata Clarence. "Ini usaha aku untuk membuat kamu bahagia. Kamu suka Landon, jadi aku berikan Landon untuk kamu."

Clarence melebarkan matanya. "Landon? Aku suka London bukan—"

Sekali lagi Landon menabrakkan bibirnya. Memagut Clarence dengan lebih menuntut kali ini.

"Aku harap kamu bahagia," kata Landon di sela-sela ciuman mereka.

Clarence tidak menjawab dan berfokus kepada tautan mereka. Semua perasaan kesalnya kepada Landon beberapa waktu lalu langsung sirna.

Entah karena euforianya yang membuncah karena mereka sedang dalam perjalanan menuju London, atau karena rasa pening di kepalanya yang masih terasa samar. Clarence terbuai dan memperdalam ciuman mereka.

Landon menariknya dan entah bagaimana pria itu kini berada di atasnya. Di atas ranjang tempatnya tidur tadi. Landon melepaskan ciuman mereka. Ia menempelkan keningnya di milik Clarence.

"Clarence, aku hanya akan bertanya sekali. Join me for the mile high club?"

Soooooooooo! Double update nih! Maaf ya kalau gak sesuai ekspetasi atau gimana. But, mulai dari sini kita siap-siap untuk klimaksnya ya👌

VOMENT GUISE

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang