Lima Puluh Enam

7K 420 6
                                    

Mirror — Justin Timberlake

Clarence merasakan kakinya pegal saat malam. Hari itu Landon tidak pulang lagi dan Clarence memilih untuk duduk di depan tv sendirian. Ketika dia meluruskan kakinya di sofa panjang, Clarence baru sadar bahwa di betis sebelah kirinya sedikit membiru. Pasti karena jatuh saat di supermarket tadi, pikirnya.

Clarence mendengus kemudian mengelus memar kebiruan di kakinya itu. Ponsel miliknya tiba-tiba berdering dan memunculkan nama Aidan di layarnya. Tumben.

"Halo," kata Clarence.

"Hai," jawab Aidan. "Aku lagi sedih Claire," kata Aidan kemudian secara tiba-tiba, membuat Clarence mengerutkan keningnya bingung.

"Sedih karena apa?" tanya Clarence setelah lama memikirkan jawaban yang pas. Aidan kadang bisa menjadi sangat random.

Aidan mendengus. "Aku terkena writer-block jadi aku pergi ke apartemen lama aku setelah sekian lama. Aku menemukan jurnal lama Charly yang ternyata tertinggal disana dan—, kemudian— aku merasa hancur. Aku sedang di dekat rumah kamu, by the way. No, aku di depan rumah kamu. Aku— enggak tau kenapa bisa sampai ke sini?"

Clarence menelan ludahnya. Aidan pernah seperti ini dulu saat Charlene baru saja meninggal. Dan, saat dia dengan Charlene sedang berkelahi. Aidan menjadi linglung, dan—

"Aidan, tunggu di sana, no— langsung masuk saja. Aku akan keluar. Secepatnya!"

Clarence langsung melempar handphonenya ke sofa dan berjalan keluar secepatnya. Saat melangkahkan kakinya melewati pintu depan rumahnya, Clarence mendapati Aidan terduduk di terasnya.

"Aidan," panggilnya membuat empunya nama menoleh. "Claire," kata Aidan sambil tersenyum kecil. Aidan kemudian mengibaskan sebuah jurnal yang Claire kenali sebagai jurnal lama Charlene. Sejak kapan Charly membagi jurnalnya dengan orang lain?

Alih-alih menyuruh Aidan masuk ke dalam rumahnya, Clarence duduk di sebelah Aidan. "Are you okay?" tanya Claire sambil menatap Aidan khawatir.

Aidan menggeleng sambil tersenyum. "Aku kemarin pulang ke apartemen lama aku," katanya. "Kamu tahu kan? Semenjak Charly pergi aku tidak pernah lagi ke sana. Dan tiba-tiba saja, aku ingin ke sana, dan—" Aidan tiba-tiba berhenti. Claire hanya diam. Tangannya yang sebelah kiri mengelus punggung Aidan.

"Charly tidak pernah suka jika orang lain membaca jurnalnya," Aidan tersenyum pahit. "Jadi, ketika dia baru saja pergi. Aku tidak ada pikiran untuk membuka jurnal itu Claire. Tapi kemarin, saat aku membuka jurnal itu, aku menemukan surat. Seharusnya aku membuka jurnalnya sebelum dia beebicara dengan Papa kamu saat itu."

Aidan menyodorkan amplop putih kepada Clarence. Clarence mengambilnya dan membukanya perlahan. Takut isi surat itu akan mengembalikan kenangan buruknya.

Clarence membulatkan matanya saat melihat isi amplop yang setengah robek itu. Sebuah tiket pesawat dan notes kecil.

Aidan ayo kita kabur dari sini. Aku tunggu di bandara ASAP! Wuf you!

Clarence merasakan dunianya runtuh.

"Aku, saat itu sedang pergi dengan teman aku karena Charly bilang Papa kamu akan mengintrogasi hubungan kami. Padahal, Charly sudah bilang agar aku diam di rumah. Aku benar-benar bodoh Claire. Harusnya dia masih di sini kalau saja aku sempat melihat amplop itu."

Clarence menelan ludahnya susah payah. Mulutnya terasa pahit sekarang. Aidan pasti merasa sangat bersalah dengan Charly sekarang.

Claire merentangkan tangannya dan membawa Aidan ke pelukannya. "It's not your fault. Charly akan sedih kalau tahu kamu seperti ini Aidan."

Aidan menyandarkan kepalanya di bahu Clarence. "Aku tahu. Cuma, aku tetap saja merasa menyesal seharusnya aku ikut saja saat Charly bicara dengan Papa kamu."

"Clarence, kamu sedang apa?"

Clarence melepaskan pelukannya kepada Aidan saat mendengar suara yang familiar. Segera saja dia menoleh dan mendapati Landon sedang berdiri di depannya dengan postur terlampau tegap.

"Kamu kenapa di sini? Aku pikir kamu gak pulang," kata Clarence sembari berdiri mendekati Landon.

Landon tertawa meremehkan. "Jadi kalau aku tidak pulang kamu bisa memeluk pria lain di rumah kamu sendiri begitu? Sebenarnya kamu ini sadar atau tidak kalau sekarang kamu sudah menikah Clarence?"

Aidan menghembuskan nafasnya kemudian berdiri mendekati Landon dan Claire. "Landon, maafkan saya. Ini salah saya. Saya yang tiba-tiba datang ke rumah kamu."

Bug!

Clarence menganga lebar saat tinju Landon mengenai rahang Aidan dan membuatnya tersungkur.

"Aidan!"

Clarence segera berlutut di sebelah Aidan. Tangannya menggapai wajah Aidan, memeriksa kondisinya.

"Landon apa-apaan?!" Clarence memekik ke arah Landon.

"Kamu yang apa-apaan Clarence! Kamu pikir memeluk pria lain malam-malam saat suami kamu tidak di rumah itu perbuatan senonoh?!"

Clarence tercengang mendengar perkataan Landon. "Kamu pikir aku serendah itu Landon?" Clarence menggeleng tidak percaya. "Kamu pikir aku akan memeluk pria lain di rumah kamu tanpa alasan?! Aidan sedang ada masalah dan aku tidak ada perasaan apa-apa tentang pelukan tadi kecuali untuk menenangkan dia!"

Aidan menahan tangan Clarence. "Sudah Claire," katanya. Pandangannya kemudian beralih ke arah Landon. "Maafkan sikap saya Landon. Tapi Clarence tidak salah apa-apa, jadi jangan marah dengan dia. Saya tidak seharusnya masih menganggap hubungan saya dan Clarence masih sama seperti dulu."

"Ya, dia istri saya sekarang. Kamu tidak bisa seenaknya menyentuh dia."

Clarence merapatkan matanya. "Cukup!" katanya menengahi.

Clarence menatap Landon marah. "Landon, sampai otak kamu sudah dingin dan bisa diajak bicara aku tidak ingin melihat kamu! Pikirkan baik-baik, kamu yang menganggap aku berlaku tidak senonoh benar-benar meyakiti aku!"

Landon membulatkan matanya. Clarence dengan cepat menarik lengan Aidan menjauh dari sana. Aidan tersentak namun tetap mengikuti perempuan itu menjauh dari rumahnya dan Landon.

"Kamu, mobil kamu di mana Aidan?" tanya Clarence sedikit membentak.

Aidan menahan tangan Clarence, memaksanya berhenti. "Claire, kamu tidak boleh begini. Landon suami kamu. Kalau kamu pergi sekarang, kalian akan kelahi."

Clarence menggelengkan kepalanya. "Dia keterlaluan! Sejak awal tanpa alasan jelas dia selalu sensi dengan kamu. Dia bahkan tidak bertanya alasan kita pelukan tadi dan dia langsung mukul kamu?"

Aidan memegang bahu Clarence. "Kalau aku ada di posisi dia, kalau aku lihat istri aku pelukan dengan cowok lain kamu pikir aku tidak akan marah? Kamu justru harusnya heran kalau dia tenang-tenang saja!"

Clarence menghembuskan nafasnya kesal kemudian melepaskan diri dari cengkraman Aidan. Ia memutar badannya membelakangi Aidan. Clarence kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

"Pikir baik-baik," kata Aidan di belakangnya.

Clarence menghembuskan nafasnya sekali lagi. Kemudian membuka matanya. Siluet Landon yang berlari ke arahnya adalah hal yang pertama kali dilihatnya.

Clarence menelan ludahnya kemudian membalik badannya sekali lagi. Memilih untuk menghadap Aidan yang kini menatapnya. "Kembali ke dia Claire," kata Aidan.

Clarence menelan ludahnya susah payah. Matanya melihat sesuatu yang ganjil di sana. Sebelum Clarence sempat mengamati lebih lanjut, suara Landon menggema ke telinganya.

"Jangan pergi, Claire."

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang