Enam

10K 611 1
                                    

Setelah hari itu, hari yang mengubah seluruh hidup Clarence, orang tua mereka sibuk mengurus ini itu. Dan, tanggal pernikahan pun sudah ditetapkan. Tiga bulan dari sekarang Clarence sudah akan mengganti nama menjadi Clarence Alayna Najandra.

Landon, semenjak hari itu hampir tidak pernah menghubungi Clarence. Kalaupun menghubungi, paling hanya mengirim pesan tentang semua hal yang menyangkut pernikahan mereka. Misalnya seperti hari ini, Landon mengabari Clarence bahwa mereka harus survei gedung pernikahan mereka siang nanti.

Clarence memutuskan menelpon Sarah untuk menemaninya jalan-jalan sebelum survei gedung dengan Landon. Dan disinilah Clarence, menanggapi seluruh pertanyaan Sarah dengan sabar.

"Lo ya, Claire, bales dendam nih ceritanya? Gak ada kabar apa-apa, tiba-tiba udah mau survei gedung aja!"

"Masih mending kan, daripada gak ada apa-apa, tiba-tiba ngasih undangan."

Sarah memutar matanya. "Lo langsung menikah? Gak ada acara-acara tunangan?"

"Gue sama Landon pure dijodohin tanpa ada rasa. Jadi menurut gue, yang gue yakin Landon juga pasti sepemikiran, gak perlu ada acara banyak-banyak. Yang penting nikah aja. Udah."

"Claire, lo yakin?"

Clarence tertawa. "Liat betapa anehnya ini. Beberapa minggu lalu, gue yang nanya gitu ke elo, dan sekarang.."

"Clarence denger ya, pernikahan itu bukan mainan. Lo sama dia harus tinggal seatap, dan gue yakin gak akan gampang buat kalian yang completly stranger buat membiasakan diri dengan hal itu. Apalagi nanti kalau Oom sama Tante minta cucu-"

Clarence memotong dengan cepat. "Gak, gue gak akan ngelakuin itu kecuali sama orang yang gue cinta dan cinta sama gue."

"Terus lo mau jadi perawan seumur hidup?"

Clarence diam.

"Claire.."

Omongan Sarah terputus lagi dengan dering telpon dari handphone Clarence.

"Landon nelpon, bentar."

Clarence menyentuh bulatan hijau di hapenya kemudian menempelkan benda itu ke telinganya.

"Halo?"

"Halo, Clarence. Kamu ingat kan siang ini kita survei gedung?"

"Ya, aku masih makan sama Sarah. Kamu duluan aja ke sana nanti aku nyusul."

"Saya jemput?"

"Apa? Gak usah. Nanti aku pake taksi aja."

"Yaudah, saya sudah mau jalan. Sampai ketemu nanti."

"Oke."

Clarence memutus sambungan telpon itu dengan kesal. Dia pikir Landon akan memaksa untuk menjemputnya. Wake up Princess, this isn't a fairytale.

"Udah ditelpon calon laki?" Sarah menatap geli Clarence.

"Shut up, Mrs. Pratja!"

"Alright, Mrs. Najandra."

"Gue masih Miss."

"Lo pikir gue udah naik altar?"

Clarence merengut kesal sementara Sarah terkekeh. "Yaudah gih, sono, entar Mr. Najandra marah kalo lo telat."

"Gue bunuh dia kalo berani marah."

Clarence kemudian berdiri dan menenteng tasnya. "Gue duluan ya."

Sarah memeluk Clarence. "Inget besok pagi fitting. Gue jemput."

Clarence mengangguk kemudian pergi ke luar untuk mencari taksi.

***

"Jadi semuanya sudah sesuai ya Pak?"

"Ya, terima kasih." Landon kemudian menjabat tangan pegawai wedding organizer yang mereka sewa. Clarence juga ikut menjabat tangan orang itu.

Clarence langsung melenggang, keluar dari sana, berniat mencari taksi dan langsung pulang. Tapi Landon kemudian mencegal tangannya, dan bertanya, "Kamu langsung pulang?"

Clarence mengangguk.

"Saya antar."

"Gak usah."

"Kenapa?"

Clarence memutar matanya, lalu melepaskan cengkraman Landon di tangannya. "Aku bisa pulang sendiri Mr. Najandra."

"Tapi-"

Clarence memotong. "Anggap saja kita sedang dipingit. Aku capek. Mau sendiri."

Clarence tidak sepenuhnya berbohong. Walaupun alasan utamanya tidak ingin diantar adalah agar dia tidak perlu berlama-lama dengan pria itu. Entah kenapa Clarence merasa dia tidak ingin bertemu Landon sampai hari dimana mereka akan terus bertemu untuk seterusnya.

Landon menghembuskan nafasnya. "Kenapa kamu setuju?"

Clarence menaikkan alisnya, bingung. "Bukannya kamu yang menyuruh aku untuk setuju?"

"Iya. Tapi, kamu terlihat sangat terpaksa dan membenci saya."

Clarence terdiam.

"Say something."

"Landon, sejujurnya aku tidak tau kenapa aku setuju waktu itu. Tapi cuma satu hal yang perlu kamu tau," Clarence menghembuskan nafasnya. "Aku sudah berkomitmen menjadi istri kamu, that's it."

"Saya merasa tidak enak kamu begini."

Clarence memutar matanya. "Kemarin kamu mohon biar aku nerima perjodohan ini, terus sekarang kenapa complaint?"

"Yasudah, saya masih harus meeting habis ini. Saya telponin taksi dulu."

Tap the star and comment if you like itit help me alot💕💕💕

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang