Sembilan Belas

8.3K 536 1
                                    

Hari minggu kemarin, Landon mendapat izin untuk pulang ke rumah dengan syarat dia harus benar-benar istirahat di rumah selama tiga hari.

Dan, di sinilah Clarence sekarang. Sibuk membuat bubur untuk Landon. Dokter menyarankan Landon untuk tetap memakan bubur selama di rumah. Sementara Clarence, tidak pernah membuat bubur sebelumnya.

"Kamu lagi apa?"

Clarence menoleh ke belakang dan melihat Landon berdiri dengan gelas berisi air di tangannya.

"Masak bubur, makan siang kamu. Kamu tunggu aja di kamar, nanti dibawain."

"Jangan bubur lagi."

Clarence menaikkan alisnya. "Apa?"

"Aku gak mau makan bubur lagi. Lagian kamu tampaknya kewalahan buat bubur itu."

"Kalau kamu mau cepat sembuh, lebih baik diam dan terima. Pernah dengar 'bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian'?"

Landon menghembuskan nafasnya kesal.

"Terus, kamu makan apa?" tanyanya kemudian.

Clarence memunggungi Landon dan sibuk mengaduk buburnya lagi. "Aku kemarin buat lasagna banyak banget. Masih ada di kulkas tinggal diangetin."

"Aku mau lasagna juga."

Clarence tidak menanggapi.

"Clarence,"

Clarence menoleh ke belakang lagi hendak mengusir Landon dari dapur. Namun, ketika dia sudah menghadap belakang, Landon hanya berjarak dua langkah di depannya. Membuat Clarence harus menahan nafasnya secara otomatis.

Landon mendekatkan wajahnya ke wajah Clarence hingga meninggalkan jarak hanya sepuluh senti. "Aku mau lasagna juga, ya?"

Clarence kelabakan. Entah apa yang ada di pikirannya, Clarence salah tingkah dan melarikan tangannya ke belakang, memegang pinggiran kitchen island di belakang untuk menopang tubuhnya menjauh dari Landon.

"Aw!"

Tanpa sengaja tangan kanannya menyenggol panci panas berisi bubur yang sedang di masaknya. Refleks dia memajukan badannya untuk menjauhi panas itu, dan menabrak dada bidang Landon.

"Clarence!"

Landon langsung menarik tangan Clarence dan membawanya ke wastafel. Menyalakan keran, Landon langsung mengguyur tangan Clarence yang terbakar dengan air.

"Kamu ceroboh sekali," katanya.

Clarence menggigit bibirnya karena merasakan perih di tangannya. Pria itu melepas tangan Clarence kemudian berjalan untuk mematikan kompor itu.

"Kamu hampir membakar tangan kamu, Clarence."

Clarence menatap Landon marah. "Kamu yang membuat tangan aku hampir terbakar Landon! Kamu yang tiba-tiba seenaknya menyodorkan muka kamu!"

Clarence kemudian berjalan cepat meninggalkan Landon yang diam dengan tampang kesalnya.

Dia mencari gel untuk luka bakar di kotak obat kemudian duduk di sofa ruang tengah untuk memakaikan gel itu di punggung tangannya yang memerah.

Samar-samar Clarence mendengar suara microwave yang terbuka dan tertutup. Kemudian Landon muncul di ruang tengah, menatapnya lama.

"Apa?" tanya Clarence ketus.

Landon menghelas nafas kemudian mengambil gel itu dari tangan Clarence. Dia duduk di sebelah Clarence kemudian menarik tangan kanan perempuan itu.

"Landon, kalau kamu masih ingat. Kita membuat perjanjian tentang tidak ada sentuhan kan?"

Landon menatap Clarence tajam. "Saat diperlukan, Clarence."

Clarence mengatupkan mulutnya dengan kesal. Kemudian membiarkan Landon mengolesi luka bakarnya dengan gel itu.

Clarence ingin sekali merengek dan meringis karena rasa pedih yang ditimbulkan, tapi dia menjaga gengsinya dan mengatupkan giginya keras.

Ting!

Suara dentingan keras terdengar dari dapur. Membuat Clarence dan Landon menoleh ke arah dapur.

"Lasagnanya sudah hangat. Aku ambil dulu."

Clarence menaikkan alisnya. "Kamu makan bubur Landon!"

"Buburnya sudah gagal Clarence. Dan aku tidak akan pernah membiarkan kamu menggunakan kompor lagi sampai tangan kamu sembuh."

Clarence merengut kesal kemudian menyadari sesuatu. Landon mengganti 'saya' dengan 'aku'. Dan entah mengapa fakta itu membuatnya senang.

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang