Sebelas

9K 556 2
                                    

"Ini, kamu baca dulu."

Landon menatap ke arah map kuning yang disodorkan Clarence padanya. Tidak berniat untuk bertanya, dia kemudian langsung membuka map itu. Dan isi map itu membuatnya berusaha mengatur reaksinya setenang mungkin.

"Ini.. Kamu serius?"

Clarence mengangguk mantap kemudian meminum teh dari cangkirnya.

Mereka baru saja sarapan dengan tenang layaknya pasangan biasa dan kini Clarence menyodorkan surat perjanjian pernikahan.

"Aku tidak bisa melakukan pernikahan ini selamanya," Clarence menghela nafasnya kemudian melanjutkan. "Aku juga mau menikah normal dan punya anak. Dan, itu tidak bisa aku lakukan dengan kamu. Aku mau lakuin itu sama orang yang aku cinta, dan cinta sama aku."

Landon diam. Clarence ada benarnya. Mereka tidak mungkin menikah untuk selamanya dengan kondisi seperti ini. Dengan kondisi, dia yang masih mencintai Ava.

Landon menarik nafas dalam kemudian berkata, "Yah, kamu benar. Kita tidak bisa menikah selamanya."

Clarence merasakan ada bulatan besar di tenggorokannya yang membuatnya susah bernafas saat Landon mengatakan hal tadi. Clarence berusaha menghilangkan perasaan tadi kemudian menjelaskan.

"Inti perjanjian itu adalah kita akan menikah selama dua tahun, kemudian kita bercerai dengan alasan ketidak cocokan. Aku rasa bersatunya keluarga Najandra dan Millard selama dua tahun juga sudah menghasilkan sangat banyak keuntungan di kedua belah pihak."

"Kamu sudah memikirkan ini sampai sejauh ini?"

Clarence mengendikkan bahunya. "Well, aku gak mau repot nanti. Lebih baik repot di awal tapi lancar sampai akhir."

Landon mengangguk kemudian membaca kertas-kertas itu. "Jadi saya cuma perlu tanda tangan di sini saja?"

Clarence mengangguk.

Landon menandatangani surat itu kemudian berkata, "Sudah. Tapi saya mau ini hanya kita berdua yang tahu. Orang luar harus berpikir kalau kita adalah pasangan normal."

Clarence menahan nafasnya. "Kamu tahu? Aku pernah ikut ekskul drama waktu sekolah. Jadi, kamu tidak perlu khawatir, aku aktor yang hebat."

***

Seperti apa yang biasa dia lakukan selama tiga hari terakhir, Clarence bangun jam tujuh, mandi, kemudian membuat sesuatu untuk sarapan dia dan Landon. Kemudian, mereka akan mengobrol sedikit, dan setelah itu Landon akan mandi.

Tapi, pagi ini ketika Clarence masuk ke dapur untuk membuat sarapan. Landon sedang menutup kulkas dengan pakaian lengkap, khas orang kantoran.

"Kamu mau kerja?"

Landon menoleh ketika mendengar suara Clarence.

"Pagi, Clarence." Dia memberi jeda sejenak, kemudian melanjutkan. "Ya, saya kerja. Cutinya sudah habis."

Clarence mengangguk. Dia ingin bertanya, tentang kenapa bisa cuti dengan alasan menikah hanya tiga hari. Tapi, itu akan membuatnya terdengar seperti istri sungguhan.

"Ketika kita menikah kemarin, saya baru aja dihubungi sama satu perusahaan penting yang berencana menajadikan saya penasehat hukumnya. Dan juga, saya tidak bisa meninggalkan kantor tanpa kepala lama-lama. Jadi tidak bisa cuti lama."

Crap! Apa Landon bisa membaca pikiran?

Clarence mengangguk lalu membuka kulkas yang ternyata hampir kosong. Sial, dia baru sadar akan hal ini. Clarence kemudian beralih ke Landon.

"Udah sarapan?"

Landon menggeleng. "Saya biasanya sarapan di kantor."

"Sarapan apa?"

"Hm, biasanya mampir di minimarket beli roti."

"Kamu berangkat jam berapa?"

Landon menatap Clarence bingung kemudian berkata, "Jam tujuh lima belas. Oh, dan ngomong-ngomong soal jam, sekarang sudah jam tujuh lima belas, saya berangkat sekarang."

Landon kemudian berjalan cepat, tapi Clarence mencegatnya.

"Dasi kamu, miring," katanya kemudian berjinjit sedikit untuk merapikan dasi Landon. Membuat pria itu menahan nafasnya, karena wajah Clarence hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.

"Done. Hati-hati di jalan Landon."

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang