Empat Puluh

8.5K 489 2
                                    

Untuk kedua kalinya, Clarence terbangun dengan Landon yang melilit tubuhnya. Tapi bedanya, kali ini tidak hanya terlilit Landon, Clarence juga merasakan sakit di sekujur tubuhnya karena mereka entah bagaimana, tertidur di sofa malas di kamarnya. Setelah dia selesai menangis, Clarence tidak ingat lagi tentang apa yang terjadi.

Satu gerakan kecil dari Clarence yang berusaha keluar dari belitan Landon membuat Landon membuka matanya dengan segera. Clarence menahan nafasnya beberapa saat. "Claire?" kata Landon sambil menunduk melihat wajah Clarence yang menempel di dadanya.

Clarence menelan ludahnya. "Ya?"

Tiba-tiba saja Landon mendekap Clarence sangat erat sampai wajah Clarence menekan dadanya dengan keras. Clarence menggeram dan bergumam sambil menggeliat berusaha keluar dari dekapan Landon.

"Lep—ahs...," gumam Clarence susah payah sementara Landon terkikik geli. Clarence kesal. Tapi, juga bahagia. Clarence terkejut dengan pemikirannya barusan. Kenapa dia bahagia karena Landon? Clarence merasakan perutnya melilit dan segala emosi masuk secara bersamaan ke dalam tubuhnya. Ini bukan pertanda bagus jika dia bahagia karena Landon. Ini bisa saja menjadi awal malapetaka.

Clarence kemudian membeku dengan pemikirannya sendiri. Secara tiba-tiba, dia merasakan desakan hebat untuk keluar dari pelukan Landon. Jadi, Clarence meronta lebih kuat. Landon kemudian melepaskan tubuh Clarence tiba-tiba, saat Clarence masih meronta. Alhasil, tubuh Clarence terpental jatuh ke lantai dengan cukup keras.

"AW! Landon!"

Landon langsung bangun dan berjongkok di samping Clarence sambil tertawa. "Astaga, Claire. Sorry."

Ketika Landon mengulurkan tangannya untuk membantu Clarence berdiri, Clarence mendengus kemudian dengan kikuk, dia berdiri sendiri tanpa mengambil tangan Landon. Dia kemudian berjalan menjauh beberapa langkah dari Landon secara perlahan. Ketika dia sudah cukup jauh dari Landon, rasa pegal di seluruh tubuhnya tiba-tiba terasa, membuat Clarence meringis.

"Badan kamu sakit?" tanya Landon. Dan Clarence hampir yakin dia melihat tatapan khawatir dari mata Landon. Dengan perasaan panik Clarence segara menghapus pikiran barusan. Landon tidak boleh menghawatirkan dirinya.

Clarence menghembuskan nafasnya kemudian menatap Landon senormal yang dia bisa. "Emang kamu enggak?"

Landon menaikkan bahunya. "Well, iya sih."

Landon menatapnya seperti tidak terjadi apa-apa semalam. Clarence pikir mereka akan canggung pagi ini. Tapi sama sekali tidak. Clarence kemudian mengalihkan dirinya sendiri dan memilih melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. "Kita bangun tepat waktu, sekarang masih jam setengah enam. Masih sempat pulang dulu."

Landon menatap Clarence sebentar lalu menatap jam dinding itu. "Kita pulang sekarang?"

Clarence mengangguk. "Iyalah, kamu kan harus kerja?"

Landon mendengus malas. "Iya. Tapi orang tua kamu sepertinya masih tidur. Bagaimana kita bisa pamit?"

Clarence mengedipkan matanya beberapa kali. "Well, kita bisa menelpon nanti saat sampai di rumah. Orang tua aku gak akan protes cuma karena hal sesepele ini kok."

Landon mengangguk. Dan suasana di sekitar mereka mendadak hening. Landon tidak tahu mengapa, tapi dia benar-benar ingin mencari topik untuk dibicarakan dengan Clarence tapi satu-satunya hal yang terucap dari mulutnya adalah, "Are you allright?"

Clarence yang berdiri beberapa langkah di hadapannya menatapnya bingung sekaligus terkejut. "Maksud kamu? Karena semalam tidur di sofa? I'm allright. Lagian ini bukan kali pertama aku tidur di sofa. Pas masih tinggal di London aku sering ketiduran di sofa."

Landon menggeleng. Bukan itu maksudnya. Maksudnya adalah apakah wanita itu baik-baik saja tentang segala hal yang dia ceritakan tadi malam. Karena semalam, Clarence benar-benar rapuh. "Bukan itu Claire. Semua cerita kamu tadi malam. Apa kamu baik-baik saja?"

Landon bisa melihat tatapan Clarence menjadi kosong selama sepersekian detik. Bahkan ketika Clarence berkata, "Ya, aku tidak apa-apa," matanya masih kosong. Untuk beberapa alasan tertentu, Landon rasanya ingin berjalan ke arah Clarence dan memeluk wanita itu. "Kejadian itu sudah lama sekali. Itu sudah tidak berefek apa-apa lagi ke aku," kata Clarence yang sukses membuat Landon membatalkan niatnya.

Setidaknya membatalkan niat Landon selama beberapa saat. Karena setelah itu, Landon menahan nafasnya dan kemudian sesuai nalurinya, dia mulai melangkahkan kakinya ke arah Clarence. Dengan satu gerakan cepat Clarence mundur satu langkah, menjauh dari Landon yang bergerak ke arahnya. "No, Landon. Apapun yang ada di pikiran kamu sekarang sebaiknya kamu hilangkan."

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang