Sembilan

8.7K 573 0
                                    

"Claire kamu cantik sekali, Sayang."

Giana mengusap ujung matanya. Clarence tidak suka Mamanya yang emosional tapi hari ini dia memakluminya. Hari baik tidak boleh dirusak kan? Yah, jika menikah dengan seseorang yang sama sekali tidak melirikmu bisa dikatakan baik.

"Kamu gugup ya?" Vivianne tersenyum manis ke arah Clarence.

"Huh? Iya tan-"

Vivianne menyela dengan nada marah, "Mama. Kamu harus biasain panggilan itu mulai sekarang."

Clarence meringis. Rasanya baru kemarin dia pulang ke Indonesia dan sekarang dia sedang duduk di ruang tunggu pengantin dengan gaun putih panjang dan tudung di kepalanya.

"Landon tampan sekali loh Claire," Giana menatap geli putrinya. "Kamu pasti terpesona."

"Landon yang akan pangling lihat Clarence," balas Vivianne sambil tersenyum.

Clarence memaksakan sebuah senyuman. That's imposible.

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka dan Arman masuk ke dalam membuat semua yang ada disana terdiam. "Ayo Claire, sudah waktunya."

Clarence terdiam. This is it, awal kehidupan baru kamu Claire.

Atau akhir?

Clarence menggandeng tangan Arman kemudian mereka berjalan ke depan pintu yang masih tertutup.

"Kamu gugup?" Arman merasakan tangan Clarence mendingin di balik sarung tangannya.

"Of course, Pa."

Arman terkekeh. "Papa yakin Landon orang terbaik yang bisa papa percayakan untuk mengubah nama belakang kamu."

Clarence menoleh ke arah Ayahnya. "Iya? Karena dia adalah anak keluarga Najandra?"

Arman terdiam.

"Lupain aja Pa."

"Ini bukan sekedar soal bisnis Clarence. Papa percaya Landon bisa menjaga kamu. After all, kamu adalah putri Papa, dan Papa mau yang terbaik buat kamu."

Clarence hendak menjawab namun pintu di depan mereka tiba-tiba terbuka dan menampilkan jalan panjang menuju altar.

Di ujung sana Landon sedang berdiri dengan tuksedonya. Ini bukan kali kedua Clarence melihat Landon-in-tux tapi benar kata Mamanya tadi, dia terpesona.

Clarence melangkah berirama dengan Arman yang menggandeng tangannya. Iringan musik membuat semuanya menjadi dramatis. Dan ketika Arman menyerahkan tangan Clarence ke Landon. Disitulah Clarence merasakan jantungnya berdegup terlalu kencang, dan matanya mulai panas.

Good luck new Mrs. Najandra.

"Kamu cantik," Landon berkata tanpa menatap Clarence. Sementara, Clarence tidak berniat menjawab.

Pendeta memulai prosesi pernikahan mereka. Clarence secara ajaib bisa mengucapkan wedding vownya dengan lancar. Dan, Landon, melakukannya seperti dia sudah berlatih ribuan kali, akting yang sempurna.

"...You may kiss the bride."

Clarence mematung. Dia tidak pernah memikirkan tentang hal ini sebelumnya.

Landon memutar tubuh Clarence sehingga berhadapan dengannya. Ekspresi pria itu sangat susah dibaca. Clarence hampir mengira Landon merasa sangat keberatan dengan hal ini. Tapi dia berkata, "Clarence, ini adalah saat diperlukan."

Dan hal selanjutnya yang diketahui Clarence adalah bahwa bibir Landon menabrak bibirnya, dan dia menutup matanya cepat. Sementara, semua orang yang ada di sana menepuk tangan mereka.

Clarence merasa satu abad telah berlalu ketika Landon akhirnya melepaskan tautan mereka. Clarence pasti sudah gila, karena barusan dia merasa kecewa ketika bibir itu menjauh. Atau itu cuma karena dia baru pertama kali merasakannya dan kecanduan?

"Kenapa kamu cium aku?" tanya Clarence ditengah kebingungannya.

"Hah?" Landon menatapnya bingung.

"Kamu bisa kan gak beneran cium, tapi act like you kissed me?"

Landon diam sebentar kemudian berkata, "Saya minta maaf."

"No need to say sorry," kata Clarence sungguh-sungguh.

Landon mengangguk. "Setidaknya, saya tidak merebut ciuman pertama kamu kan?" katanya main-main.

Clarence tanpa sadar berkata. "Itu yang pertama untuk aku."

Landon tampak terkesiap. "Apa?"

"Ya. Lupakan."

A star means alot for me, and also a comment❣❣❣

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang