"Jadi, Claire, kamu bisa mulai menjelaskan sekarang."
Clarence menatap Aidan yang duduk di balik kursi pengemudi, di sampingnya. Mobilnya yang mogok dia tinggalkan di tempat tadi agar bisa di derek. Sementara dia duduk manis di mobil Aidan.
"Menjelaskan apa? Tentang bagaimana mobil aku bisa mogok?"
Aidan menoleh dan menatapnya malas.
"Tentang ada apa dengan kamu dan, yang katanya suami kamu itu."
Clarence mengerutkan keningnya bingung. Ada apa dengan Aidan yang duduk di sebelahnya sekarang?
"Maksud kamu?"
"Suami kamu di mana?"
Clarence memutar tubuhnya menghadap Aidan. "Dia di rumah, sepertinya. Kenapa?"
"Jadi, daripada menelpon suami kamu, kenapa kamu nelpon aku?"
Clarence mengatupkan bibirnya, bingung harus mengatakan apa. Aidan dan segala keingintahuannya benar-benar merepotkan.
"Claire...," kata Aidan lagi.
Clarence mendengus. "Kamu tidak harus tau, kan?"
Aidan menghentikan mobilnya secara tiba-tiba membuat tubuh Clarence tersentak ke depan.
"Apa-apaan!" pekik Clarence, yang ditanggapi Aidan dengan telunjuknya yang mengarah ke depan. Clarence menoleh ke arah telujuk Aidan dan melihat apa yang pria itu maksud. Lampu merah.
"Kamu bisa kan, lebih pelan berhentinya?"
"Tadi masih hijau, tiba-tiba merah," ujar Aidan sambil tersenyum kecut. "Dan, aku perlu tau Claire. Karena, aku dalam posisi yang salah dengan menjemput kamu yang bernotabene istri Landon."
Clarence diam.
"Kamu ingat waktu kita makan berdua pas itu? Suami kamu kelihatan jelas tidak suka sama apa yang kita lakuin. Dan sekarang, kamu mau dia marah lagi?"
Clarence tiba-tiba merasa seperti seorang anak kecil yang diceramahi karena merebut permen milik anak lain.
"Dia gak akan perduli, selama gak ada yang tau...," ujar Clarence pelan.
Aidan menjalankan mobilnya setelah lampu lalu lintas itu berubah hijau. Dia mengerutkan keningnya dan menatap Clarence. Ada sesuatu yang tidak beres dengan pernikahan Clarence. Tiba-tiba saja Aidan merasa dia memiliki misi seumur hidup untuk mengetahui apa masalahnya.
"Sorry, kamu bilang apa tadi aku gak denger?" kata Aidan pada akhirnya.
Clarence menggeleng. "Gak ada. Udah, Landon gak akan marah. Dan kamu gak usah khawatir, Aidan."
"Kalau begitu, jawab pertanyaan aku yang ini," Aidan melihat Clarence sebentar. "Kenapa bukan Landon yang kamu telpon Clarence?"
Clarence menghembuskan nafasnya. Otaknya bekerja keras mencari jawaban untuk memuaskan rasa ingin tahu Aidan. Bibirnya gatal ingin memberi tahu Aidan yang sebenarnya, tapi dia sudah sepakat dengan Landon, bahwa tidak ada yang boleh tahu hal itu kecuali mereka berdua.
"Karena, Landon sedang sakit," jawab Clarence pada akhirnya.
Aidan melirik Clarence dan tanpa sengaja melihat luka bakar di tangan kanan perempuan itu. Aidan mengangkat tangan kanan Clarence yang masih memerah dengan satu tangannya.
"Jangan bilang dia berlaku kasar ke kamu...," kata Aidan dengan nada mengancam.
Clarence buru-buru berkata, "No! Ini aku kena panci panas pas masak. Landon tidak mungkin melakukan hal seperti ini. Dia masih memiliki otak. Dan dia benar-benar sedang sakit."
Aidan mendesah, kemudian tertawa ironi. "Aku hampir saja berniat menghajar Landon. Tapi, ternyata itu cuma kamu dan sifat ceroboh kamu yang mendarah daging."
Clarence mengerutkan keningnya, kenapa Aidan berniat menghajar Landon hanya karena luka bajar! Clarence kemudian memukul lengan Aidan. "Siapa yang ceroboh?!"
Aidan terkekeh. "Kamu, Clarence Alayna Najandra!"
Clarence merengut sebal. Kemudian dia menyadari sesuatu. "Kamu tau darimana, nama belakang Landon?"
Aidan mengendikkan bahunya. "Setelah tau dia suami kamu, aku langsung cari tau siapa dia. Dan, kamu tau, tidak susah mencari tau siapa itu putra sulung keluarga Najandra yang tersohor itu."
Clarence mendelik. Dan, dia yang menjadi menantu keluarga Najandra yang tersohor itu merasa sangat terbebani. Terlebih lagi, suaminya adalah Landon, dan pria itu memiliki kemampuan untuk menjungkir-balikkan mood Clarence dalam hitungan detik. Clarence buru-buru menghapus nama Landon dari otaknya.
"Oh, by the way, aku diundang ke acaranya Vivianne dan Rahardian Najandra minggu depan," kata Aidan lagi.
Clarence menaikkan alisnya karena terkejut. "Oh ya?"
Aidan mengangguk.
Tiba-tiba Clarence merasa senang. Setidaknya, dia memiliki teman bicara nanti kalau-kalau semua orang membahas sesuatu yang tidak sesuai dengan gaya bicaranya.
"Thanks God! Setidaknya aku gak akan mati bosan nanti," kata Clarence kepada Aidan. Membuat Aidan tertawa lepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Affection
Romance((FINISHED)) He loves her, but his past doesn't allow him to love her. She loves him, but she doesn't let her feeling shown. They're just too afraid. - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Kalau seseorang bilang ke Clarence satu tahun lalu kala...