Dua Puluh

9.5K 546 2
                                    

Pagi ini Clarence bangun pagi sekali karena rasa pedih yang bersarang di punggung tangannya. Dia kemudian mandi secara perlahan, berusaha menjauhkan lukanya dari air.

Dia sudah bersih dan harum dan sudah mengolesi tangannya menggunakan gel, ketika mencium bau masakan saat akan menuju dapur.

Matanya kemudian melihat Landon dengan tampang baru bangunnya yang khas sedang memanaskan lasagna terakhir yang ada di kulkas.

"Kalau tatapan bisa membunuh, aku udah mati dari tadi karena tatapan kamu Clarence."

Clarence tersentak kemudian berdehem. "Aku gak natap kamu sebegitunya!"

Landon terkekeh. Membuat Clarence mematahkan pikirannya tentang Landon yang dikutuk untuk tidak bisa tertawa atau tersenyum.

"Darimana kamu tahu aku di sini?" tanya Clarence untuk mengalihkan pemikirannya tadi.

"Wangi after bath kamu itu selalu tercium jelas, Clarence."

Clarence mengedipkan matanya kaget. Landon sukses membuatnya tersipu. Landon yang mengatakan hal tadi terdengar sangat seksi di telinga Clarence.

Landon kemudian menaruh dua piring lasagna ke meja makan. Pria itu duduk di sana kemudian mulai menyantap lasagna miliknya.

"Kamu bisa duduk sendiri, atau aku perlu menuntun kamu untuk duduk, Clarence?"

Clarence mendengus, terbangun dari lamunannya. Kemudian berjalan cepat dan duduk di seberang Landon.

"Aku yakin bekas infus kamu masih ada Landon," kata Clarence.

Landon mengalihkan pandangannya ke Clarence. "And, what that supposed to mean?"

"Kamu masih sakit, dan kamu harusnya beristirahat bukannya melakukan ini."

Landon menyeringai, membuat Clarence membuka matanya lebar. Ini pertama kalinya Clarence melihat seringai Landon, dan dia sangat sialan tampan.

"Aku juga yakin tangan kamu masih sangat sakit, Clarence. Jadi, kamu juga tidak bisa melakukan ini."

Sialan! Landon membalikkan kata-katanya. Clarence menyipitkan matanya.

"Kalau sampai kamu sakit lagi Landon, aku pastikan kamu akan makan bubur terus selama sisa hidup kamu."

Landon terkekeh.

"Ya, Clarence. Lukai saja diri kamu lagi dan aku akan merenovasi rumah ini untuk menghilangkan bagian dapurnya."

Clarence kalah telak dengan muka memerah yang dia sendiri tidak yakin apa penyebabnya. Entah karena di terlalu kesal. Atau, karena tersipu. Pilihan kedua tidak masuk akal bagi Clarence jadi dia memilih opsi pertama.

"Kamu mau ngapain hari ini?" tanya Landon.

Clarence mengendikkan bahunya. Merasa malah berbicara dengan Landon.

Landon menghembuskan nafasnya kemudian berkata lagi. "Hari ini aku mau cek email dari kantor. Kamu bisa keliling rumah. Kamu belum pernah liat seluruh rumah ini kan?"

Yah, itu bukan ide buruk meskipun seharusnya Landon menawarkan diri untuk mengajaknya melakukan house tour.

Jangan mulai gila Clarence! Landon tidak akan menemani kamu.

***

Hari ini Clarence terlalu bosan, jadi dia memutuskan mengikuti saran Landon dan memeriksa kamar yang ada di rumah ini satu persatu.

Sejak awal dia sampai ke rumah ini dia belum pernah melakukan house tour. Jadi, Clarence lumayan bersemangat saat membuka dan menutup setiap pintu yang ada di rumah itu. Kecuali kamar Landon.

Ada satu ruangan yang membuatnya betah. Ruangan luas yang di dalamnya ada audio player dengan sound system tercanggih, piano, dan banyak sekali rak berisi penuh buku-buku.

"Ternyata di sini."

Landon masuk ke dalam perpustakaan itu ketika Clarence menyambungkan handphonenya ke audio player yang ada.

"Kenapa?" tanya Clarence sambil memilih lagu yang akan dia putar.

"Enggak, tadi kirain kamu kemana."

"Kan kamu yang suruh buat keliling?"

"Ternyata, kamu mau denger saran aku."

Clarence mengangguk entah untuk apa, kemudian berkata, "Aku baru tau kamu punya perpustakaan sendiri. Dan piano juga."

"Well, aku suka baca. Dan kebetulan suka main piano juga."

Clarence menoleh ke arah Landon dengan ekspresi penuh ketertarikan. Sebenarnya, dengan pernyataannya tadi. Ditambah dengan fakta bahwa dia berwajah tampan dan memiliki segudang uang. Landon merupakan suami idaman. Tapi, Clarence segera menepis pemikiran itu dan bertanya, "Kamu bisa main piano?"

Landon mengangguk kemudian terkekeh. "Buat apa punya piano kalau gak bisa main?"

"Buat pajangan?" Clarence menatap Landon polos.

Landon menggelengkan kepalanya dengan senyum geli. Clarence kembali terhipnotis. Sepertinya ada yang salah dengan tubuhnya ketika merespon senyum Landon.

"Clarence?"

Clarence kembali ke alam sadarnya.

"Hah?"

"Kamu melamun."

"Eh, anu, aku cuma mikir aja. Kamu mau gak ya mainin pianonya sekarang?"

Landon menatap Clarence aneh, kemudian berkata, "Kirain apa."

Pria itu kemudian berjalan ke arah grand piano itu dan duduk di kursi panjang yang ada. Clarence mendekat dan berdiri di samping piano itu.

"Sit here," kata Landon sambil menepuk space kosong di sebelahnya. Clarence melongo sebentar, merasa terkejut akan ajakan Landon, sekaligus terkejut dengan detak jantungnya sendiri.

Kamu bisa dalam zona bahaya jika Landon terus mengeluarkan sisi baiknya Claire!

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang