Enam Puluh Satu

7.3K 413 6
                                    

Pillowtalk — ZAYN

Clarence tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya ketika mereka akhirnya menginjakkan kaki di London. Rasanya lebih nyaman saat mendarat di Heathrow daripada saat mendarat di Soekarno-Hatta.

"Setelah ini kita kemana?" kata Claire semangat.

Landon, yang dua tangannya kini menarik koper melirik ke sekitar. "Itu," katanya menunjuk seorang pria berperawakan tinggi yang mendekati mereka.

"Hello, Mr. Najandra and Mrs. Najandra. Welcome to London," katanya kemudian mengambil alih koper yang dipegang Landon. Clarence tidak terlalu memperhatikan percakapan Landon dengan orang tadi.

Di pikirannya saat ini, hanya ada beberapa rencana untuk mengunjungi tempatnya dulu, kemudian bertemu lagi dengan temannya di London. Tunggu— dia harus menghubungi mereka dulu. Kemudian—

"Claire."

Clarence merasakan tangannya digenggam dan ditarik pelan ke belakang. "Kamu mau ke mana? Ayo jangan ngelamun."

Landon kemudian menariknya untuk berjalan di sebelahnya. Clarence menyamakan langkahnya dengan milik Landon.

"By the way, koper itu, isinya apa?"

Landon menoleh dan membukakan Clarence pintu mobil. "Beberapa baju aku dan baju kamu. Selebihnya kosong. Aku pikir kita lebih baik belanja di sini, dan memenuhi koper itu."

Clarence melepas tangan Landon dan masuk ke mobil. Satu tangan Landon memegang pelan kepala Clarence, memastikan kepala perempuan itu tidak terantuk di kap mobil.

"Kamu siapin sendiri? Kopernya?" tanya Clarence ketika mereka berdua sudah berada di dalam mobil.

Landon menggeleng, kemudian mengambil botol minuman. "Ari yang mengemasi kopernya. Aku langsung ke bandara dari kantor. Arko yang jemput sekalian membawa kopernya."

"Bagaimana kamu merencanakan semua ini?"

Landon meneguk minumnya, membuat jakunnya bergerak turun naik. Clarence memerhatikan. Setiap detailnya, setiap detail wajah Landon. Tanpa sadar pipinya memanas lagi, jadi Clarence mengalihkan pandangannya ke jendela di sampingnya.

"Yah, sebenarnya ini masukan dari Reo. Dan Arina yang membantu aku. Dia yang mengurus semua rencana perjalanan di London. Dia yang mencarikan hotel dan lain-lain."

Clarence menoleh ke arah Landon lagi.

"Kamu dan Arina sangat dekat, ya?"

"Nope. Aku hanya meminta dia membantu aku."

Clarence menatap Landon lama. Ingatannya berputar dan sebuah kesimpulan terbentuk di kepalanya. "Hari itu, kamu pulang malam-malam saat ada Aidan karena diberitahu Arina?!"

Landon tersedak minumannya, membuatnya terbatuk hebat. Clarence memutar matanya kemudian menepuk-nepuk punggung pria itu.

"Aku sudah tahu jawabannya dari rekasi kamu Landon."

"You okay Sir?"

Tanya pengemudi mereka.

"Yeah, Seb, I'm okay."

Clarence kembali memutar matanya. Tangannya yang berada di punggung Landon kini beralih ke pahanya. Landon kemudian menarik kedua bahu Clarence. Membuat perempuan itu kini menatapnya sepenuhnya.

"Selama kita di London, fokus ke masa depan aja, jangan ingat yang sebelumnya okay?"

Seharusnya Clarence tertawa karena kalimat konyol Landon. Tapi pria itu mengatakannya dengan serius. Benar-benar tipikal wajah Landon sehari-hari.

Clarence mendengus kemudian diam sebagai jawaban. Mobil mereka akhirnya sampai di hotel beberapa saat kemudian.

"So, Four Seasons?" kata Clarence.

Landon mengedikkan bahunya. "Arina yang mengurus. Memangnya ada apa dengan Four Seasons?"

Clarence menggeleng. "Tidak ada apa-apa."

Landon kembali menggenggam tangan Clarence selama proses check-in hingga sampai ke kamar mereka. Ketika Landon membuka pintu kamar mereka, Clarence menyadari sesuatu. Berjalan cepat menuju master bedroom Clarence kemudian mendelik ke arah Landon.

"Hanya ada satu tempat tidur," katanya menatap Landon.

Landon tersenyum. "So? Kita sudah melakukannya Claire. Tidak ada gunanya kita pisah ranjang kan?"

Clarence memerah lagi.

"Kamu memerah," kata Landon kemudian merunduk untuk mengecup pipi Clarence. Dua tangannya berada di pinggang Clarence.

Clarence merasakan dirinya gerah. Dengan gerakan pelan ia melepaskan diri dari Landon. "Ada apa dengan aturan 'menyentuh saat diperlukan' Landon?"

Landon menatap Claire tidak suka.

"Aturan itu sudah dihapus. Aku selalu merasa perlu untuk menyentuh kamu."

"Pervy," kata Claire kemudian mendekati Landon lagi. Menjinjitkan kakinya sedikit, Clarence kemudian mencium Landon. Tepat ketika Landon akan memperdalam ciuman mereka Clarene langsung mundur dan menjauhi pria itu.

"Apa lagi, sayang?" kata Landon.

Clarence menahan nafasnya mendengar sebutan Landon untuknya. Ia menggigit bibir bawahnya sebelum berkata, "Bukan cuma kamu yang bisa bermain Landon. Aku juga bisa bermain-main dengan kamu, sayang."

Clarence kemudian berjalan cepat menuju living room. Meninggalkan Landon yang tersenyum lebar. "Seksi sekali istri aku!"

Clarence menahan senyumnya. Terakhir kali ia berada di London, ia sama sekali tidak memikirkan akan menjadi Mrs. Najandra.

Dan sekarang.

Dia menikmatinya.

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang