Delapan

9.2K 608 2
                                    

Clarence, ada hal yang perlu saya bicarakan dengan kamu. Apa kita bisa bertemu?

Clarence menatap handphone miliknya lama. Landon baru saja mengiriminya pesan, dan sekarang ia sedang berpikir keras harus membalas apa.

Memang hari ini dia tidak ada acara apapun. Tapi, bertemu dengan Landon rasanya bukan ide yang bagus. Berada di dekat pria itu membuat Clarence tidak tenang.

Pada akhirnya Clarence menjawab.

Ya, jam berapa? Kamu yang tentukan tempatnya.

Tidak membutuhkan waktu selama yang dia kira sampai Landon menjawab pesannya.

Dinner ya? Saya jemput jam tujuh.

Dinner. Astaga, Clarence tidak bisa menahan rahangnya untuk tidak jatuh.

Okay.

Landon tidak lagi menjawab pesannya. Tentu saja, apalagi yang bisa dibalas dari kata 'Okay.'

"Claire?!"

Suara Giana menggema hingga ke kamarnya. "Iya Mah!"

Clarence menaruh handphonenya. Kemudian berjalan turun menghampiri Giana yang sedang memandori dua orang pelayan yang sibuk berkutat di depan kompor.

"Nanti malam ada client Papa yang datang ke rumah buat dinner. Kamu gak ada acara kan?"

Clarence menggigit bibirnya. Bagaimana bisa kebetulan sekali?

"Hm, Ma, nanti malam aku udah janji dinner bareng sama orang."

Giana mengalihkan perhatiannya dari masakan yang ada di atas kompor. "Siapa?"

"Guess who?"

"Mama tidak ingin main tebak-tebakan Clarence."

Ya, dia adalah Clarence, dan bukan Claire kalau sedang bertindak mengesalkan.

"Calon mantu Mama."

Giana sepenuhnya berpaling dari masakannya, membiarkan dua orang pelayan itu mengambil kendali, kemudian mendekati Clarence.

"Serius kamu?"

Clarence memutar matanya. "Aku rasa gak ada alasan apapun yang ngeharusin aku buat bohong."

Giana tersenyum sumringah, dia melirik jam yang tergantung di dinding dapur. "Yaudah ayo siap-siap kita nyalon dulu. Ini juga masih jam sebelas," katanya kemudian menarik pergelangan tangan Clarence.

"Wait, perasaan kemarin Mama juga nentang jodoh-jodohan ini. Kenapa sekarang malah..."

Giana masih dengan senyumnya menjawab, "Sejak Mama lihat Landon, Mama tahu Mama bisa percaya sama dia. Terus pas kamu bilang setuju. Mama rasanya exited banget."

Clarence speechless.

"Ayo cepat kamu siap-siap kita ke salon."

"No, aku males. Dandan sendiri aja di rumah."

Giana menatap Clarence kesal. "Kamu-"

"Stop Ma. Aku gak mau ke salon titik. Lagian cuma mau ketemuan doang."

Giana menghembuskan nafasnya pasrah. "Yaudah. Tapi Mama yang dandanin dan pilihkan bajunya."

***

Dress brokat hitam selututlah yang menjadi pilihan Giana untuk Clarence. Landon tidak bisa mengelak, Clarence memang terlihat cantik sekali malam ini. Atau dia memang selalu cantik?

"Mau pesan apa?" tanyanya ke Clarence yang membolak-balik buku menu.

"Garlic-butter shrimp pasta aja, sama limeade."

Landon kemudian menyebutkan pesanannya yang langsung di catat seorang waitress.

"Jadi, mau ngomong apa?" tanya Clarence setelah waitress tadi pergi.

"Kabar kamu gimana?"

Clarence mengerutkan keningnya. "Kamu.. Mengalihkan pembicaraan."

Landon menghela nafas. "Ada hal yang perlu kamu tahu sebelum kita menikah."

Clarence merasakan firasat buruk soal ini.

"Saya, tidak akan pernah bisa cinta ke kamu, Clarence."

Clarence mematung. Dia tidak pernah memikirkan soal cinta di pernikahan ini sama sekali, sampai sekarang. Landon yang tidak menikahinya atas dasar cinta dapat diterima. Tapi, Landon yang ini, yang mengatakan bahwa dia tidak akan pernah jatuh cinta pada Clarence, membuat dirinya merasa terpuruk tanpa alasan jelas.

"Kenapa?" tanya Clarence setelah berhasil mengumpulkan nyawanya.

"Saya sudah berjanji untuk mencintai satu orang saja. Kamu tidak perlu tahu siapa dia. Tapi, saya janji orang itu tidak akan mengganggu kita."

Clarence meremas ujung gaunnya. Entah mengapa tangannya gemetaran.

"Darimana kamu tahu kalau dia tidak akan mengganggu kita?"

Landon tidak menjawab.

Bagus sekali dia bahkan tidak yakin dengan jawabannya.

"Namanya, Ava. Dan," Landon menatap gusar Clarence. "She passed away."

Clarence diam. Landon masih mencintai seseorang yang bahkan sudah tidak ada di dunia ini. Dan demi tuhan, dia juga bersumpah untuk tidak akan pernah mencintai Clarence!

Bernafaslah, Claire.

"Okay," Bernafas. "Tapi kamu juga perlu tahu. Saya tidak bisa hidup sama kamu selamanya."

Giliran Landon yang menahan nafasnya.

"Ayo kita buat kontrak untuk menikah selama beberapa tahun. Setelah itu kita akan cerai."

Landon menatap Clarence dalam, menyimak setiap perkataan gadis itu.

"Tapi-"

Clarence dengan cepat memotong perkataan Landon. "Kalau kamu tidak mau, kita batalkan saja."

"Okay, kalau itu mau kamu."

Clarence tertawa miris dalam batinnya. Pernikahan ini bahkan sudah berakhir sebelum dimulai. Dan, Landon tidak mencoba untuk mencegah itu.

"Oh iya Landon, satu lagi."

Clarence menarik nafasnya dalam, sementara Landon berusaha tetap tenang.

"Kita tidak akan pernah melakukan kontak fisik, kecuali saat diperlukan."

Tap the star guyzzzz

Deep AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang